NULLKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali memberi sanksi terhadap perusahaan mineral yang tidak memenuhi target pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Kali ini, ada enam perusahaan yang diganjar sanksi, dimana komoditas dengan jenis nikel masih mendominasi.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, dari keenam perusahaan tersebut, lima diantaranya dijatuhi sanksi penghentian izin ekspor sementara. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Surya Saga Utama (Nikel), PT Genba Multi Mineral (Nikel), PT Modern Cahaya Makmur (Nikel), PT Integra Mining Nusantara (Nikel) dan PT Lobindo Nusa Persada (Bauksit).

Kelima perusahaan ini, sambung Yunus, bisa kembali mendapatkan izin ekspor asalkan kembali mengajukan permohonan. Hal itu juga harus terlebih dulu disertai laporan pembangunan smelter yang telah diverifikasi oleh verifikator independen dengan progres yang memenuhi target.

“Kalau penghentian sementara itu istilahnya bisa evaluasi ulang. Kalau mencapai progres (target pembangunan smelter), dia bisa mengajukan permohonan, tidak lagi dari nol,” jelas Yunus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (6/5).

Berbeda dengan kelima perusahaan di atas yang mendapatkan penghentian izin ekspor sementara, satu perusahaan lainnya dikenai sanksi pencabutan izin ekspor. Yaitu PT Gunung Bintan Abadi (GBA), perusahaan dengan komoditas bauksit yang berlokasi di Bintan, Kepualuan Riau tersebut.

Selain tidak memenuhi target progres pembangunan smelter, Yunus mengatakan bahwa GBA juga tidak menjalankan manajemen operasional secara baik. “Misalnya, dia menerima bahan galian bukan dari tambangnya sendiri, yang tidak dikerjasamakan. Sebetulnya boleh, tapi harus dikerjasamakan, dan itu saya kira IUP-nya sudah dicabut oleh daerah,” terangnya.

Yunus bilang, pihaknya juga sudah memberikan tiga kali peringatan kepada perusahaan yang memegang rekomendasi ekspor sekitar 1,2 juta wet metrik ton tersebut. Ia pun menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus mengejar target hilirisasi mineral, dan akan menindak tegas perusahaan yang tidak patuh terhadap ketentuan dengan memberikan teguran, peringatan, penghentian sementara, hingga pencabutan izin ekspor.

“Mana saja perusahaan yang betul serius membangun smelter, mana yang tidak. Intinya kita akan tegas, itu yang harus dicatat, harus dimengerti kewajiban membangun smelter jalan terus” tegas Yunus.

Seperti diketahui, ketentuan dan sanksi mengenai progres pembangunan smelter ini diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 25 tahun 2018 dan Permen Nomor 50 Tahun 2018. Dalam ketentuan tersebut pengawasan berkala dilakukan setiap enam bulan dan harus mencapai kemajuan paling sedikit 90% dari rencana yang dihitung kumulatif sampai satu bulan terakhir oleh verifikator independen.

Jika dalam enam bulan progres pembangunannya tidak mencapai 90%, maka rekomendasi ekspor akan dicabut sementara hingga perusahaan yang bersangkuta melaporkan progres yang telah diverfikasi oleh verifikator independen.

Sementara itu, hingga Kuartal I tahun ini, Yunus mengklaim bahwa secara umum target pembangunan smelter masih sesuai target. “Sementara ini secara umum tercapai. Ketika ada perusahaan yang bandel, ya segera ekspornya dilarang, itu sebagai bentuk pembinaan kita,” tandasnya.

Seperti diketahui, pemerintah tengah mengejar target pengoperasian 57 smelter pada tahun 2022. Target tersebut sesuai dengan roadmap beralihnya ekspor komoditas mineral mentah ke industri hilirisasi produk mineral dalam negeri.

Asal tahu saja, hingga tahun 2018, sudah ada 27 smelter yang telah beroperasi, dimana 17 diantaranya merupakan smelter komoditas nikel. Sedangkan, sampai tahun 2022 direncanakan akan ada tambahan 3 smelter tembaga, 16 smelter nikel, 5 smelter bauksit, 2 smelter besi dan 4 smelter timbal dan seng.

Dalam hal perizinan, smelter-smelter tersebut mayoritas dibangun menggunakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Kementerian ESDM. Namun, ada juga yang memakai Izin Usaha Industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Kepada Kontan.co.id, sebelumnya Yunus mengatakan bahwa akan ada tiga smelter yang akan beroperasi pada tahun 2019 ini. Yakni smelter nikel PT Aneka Tambang di Tanjung Buli-Halmera, smelter timbal PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, dan smelter nikel PT Wanatiara Persada di Obi, Halmahera.

Sumber – industri.kontan.co.id

Berikan Komentar