Sejumlah praktisi di bidang pertambangan menyoroti pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undangan Mineral Dan Batubara (RUU Minerba). Revisi aturan yang kini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu, diduga sarat isi titipan dari pengusaha tambang.
Mantan Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian ESDM, Simon Sembiring mengatakan, salah satu titipan itu soal batasan luas wilayah pertambangan.
Disebutkan dalam pasal 169 A (2b) pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba, perusahaan tambang diperkenankan melanjutkan operasi produksi dengan luas wilayah sebagaimana yang sudah disetujui. Tanpa dijelaskan batasan maksimalnya.
Padahal, dalam UU Minerba sebelumnya, dinyatakan maksimal luas area tambang adalah 15.000 hektare.
“Ditetapkan tidak dapat melebihi perluasan total maksimum 15.000 hektare, draf yang tercantum dalam DIM secara tersembunyi dimungkinkan melebihi masimum tersebut, dan ini dapat disebut sebagai jebakan bagi Pemerintah,” ujarnya dalam siaran pers saat menghadiri diskusi tentang RUU Minerba di Jakarta, Kamis (28/11).
Untuk diketahui, dalam kurun waktu lima tahun mendatang, ada enam perusahaan swasta pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama, yang akan habis masa kontrak. Seluruh PKP2B itu memiliki luas lahan lebih dari 15.000 hektare.
Kemudian dalam pasal 169 A (1) pada DIM tersebut, turut mencantumkan kepastian perpanjangan kontrak bagi PKP2B. Padahal, menurut Direktur Center for Indonesia Resources Strategic Studies, Budi Santoso menjelaskan, UU Minerba memberikan peluang bagi Pemerintah untuk mengakhiri kontrak PKP2B. Lalu melalui prosedur lelang, bekas lahan itu diprioritaskan untuk dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pasal ini, kata Budi, memperlihatkan kalau Pemerintah berpihak kepada swasta dari pada BUMN. “Terkesan Pemerintah ditekan oleh pemilik PKP2B dalam merevisi undang-undang untuk kepentingan pengusaha,” ujar Budi.
Hal senada disampaikan juga oleh Pakar Hukum Pertambangan Universitas Tarumanegara, Ahmad Redy. Menurutnya, UU Minerba mengamatkan agar konsesi milik PKP2B yang habis kontrak, diserahkan kepada BUMN untuk dimanfaatkan sebagai aset negara.
Kata Redy, bila lahan besar batu bara dikelola oleh perusahaan pelat merah, maka BUMN PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mendapat kepastian pasokan untuk kebutuhan pembangkit listrik. “Kalau PKP2B dipegang BUMN, PLN bisa dijamin pasokannya,” tutur Redy.
Menanggapi RUU yang dinilai sarat pesanan ini, Direktur Indonesia Resources Studies, Marwan Batubara meminta agar DPR menyusun draf baru, dengan membuang pasal-pasal yang disinyalir mengutamakan kepentingan pengusaha swasta. “Dianggap perlu untuk dimulai dari awal, bukan dengan carry‐over atas draf yang DIM sudah disusun,” bebernya.
Sumber – https://industri.kontan.co.id