Limbah medis untuk penanganan pandemi Covid-19 telah menjadi ancaman kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Perlu upaya serius untuk mengatasi persoalan ini.
Organisasi Kesehatan Dunia memperingatkan bahwa sejumlah besar limbah yang dihasilkan dalam menangani pandemi Covid-19 telah menimbulkan ancaman bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Puluhan ribu ton limbah medis tambahan telah membebani sistem pengelolaan limbah perawatan kesehatan dan sebagian berakhir di lingkungan.
Laporan yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (1/2/2022) menyebutkan, sekitar 1,5 miliar unit alat pelindung diri (APD), setara 87.000 ton, yang diperoleh antara Maret 2020 dan November 2021, telah dikirim ke sejumlah negara melalui sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Padahal, hal ini hanya sebagian kecil dari total APD yang digunakan secara global. Sebagian besar peralatan ini kemungkinan berakhir sebagai limbah.
”Sangat penting untuk menyediakan APD yang tepat bagi petugas kesehatan. Tetapi juga penting untuk memastikan bahwa itu dapat digunakan dengan aman tanpa berdampak pada lingkungan sekitar,” kata Direktur Kedaruratan WHO Michael Ryan dalam siaran pers.
Layanan manajemen yang aman untuk limbah perawatan kesehatan masih kurang, bahkan sebelum pandemi.
Selain APD, ada lebih dari 140 juta alat tes telah dikirimkan dengan potensi menghasilkan 2.600 ton terutama sampah plastik, non-infeksius, dan 731.000 liter sampah kimia. Sekitar 97 persen sampah plastik dari pengujian itu dibakar.
Sebanyak 8 miliar dosis vaksin Covid-19 pertama yang diberikan secara global juga menghasilkan 144.000 ton limbah tambahan seperti jarum suntik, jarum suntik, dan kotak pengaman. WHO tidak merekomendasikan penggunaan sarung tangan untuk suntikan vaksin, tetapi laporan itu mengatakan itu tampaknya menjadi praktik umum. Sarung tangan, dalam hal volume, merupakan proporsi terbesar dari limbah APD dari semua barang yang dibeli oleh PBB.
Limbah penanganan pandemi ini juga menjadi masalah serius di Indonesia. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar tahun lalu melaporkan, sejak Maret 2020 hingga Juni 2021, Indonesia telah menghasilkan 18.460 ton limbah medis kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) dari penanganan Covid-19.
”Limbah medis tersebut berasal dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, tempat isolasi, karantina mandiri, uji deteksi dan kegiatan vaksinasi. Limbah yang termasuk limbah medis B3 di antaranya infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, face shield, perban, hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR dan antigen, serta alkohol pembersih swab,” kata Siti Nurbaya sebagaimana bisa dilihat Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (28/7/2021).
Padahal, data tersebut belum meliputi angka yang sesungguhnya. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) memperkirakan jumlah limbah medis bisa mencapai 493 ton per hari.
Solusi praktis
Laporan WHO setebal 71 halaman itu juga memperingatkan bahwa layanan manajemen yang aman untuk limbah perawatan kesehatan masih kurang, bahkan sebelum pandemi. Data terbaru yang tersedia, dari 2019, menunjukkan bahwa satu dari tiga fasilitas kesehatan secara global tidak mengelola limbah perawatan kesehatan dengan aman.
”Ini berpotensi membuat petugas kesehatan mengalami cedera akibat tusukan jarum, luka bakar, dan mikroorganisme patogen, sementara juga berdampak pada masyarakat yang tinggal di dekat tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik dan tempat pembuangan limbah melalui udara yang terkontaminasi dari limbah yang terbakar, kualitas air yang buruk, atau hama pembawa penyakit,” sebut laporan ini.
Laporan tersebut merekomendasikan solusi praktis, seperti penggunaan APD secara lebih rasional, menggunakan lebih sedikit kemasan, mengembangkan APD yang dapat digunakan kembali, menggunakan APD yang terbuat dari bahan biodegradable, berinvestasi dalam teknologi pengolahan limbah non-bakar, sentralisasi pengelolaan sampah, dan berinvestasi dalam produksi APD lokal.
Sumber: https://www.kompas.id/