Rencana pemerintah melaksanakan lelang 16 wilayah pertambangan belum berjalan mulus. Pasalnya, para pelaku usaha masih menganggap lelang wilayah pertambangan yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu masih tidak sesuai dengan ekspektasi.
Salah satu contohnya adalah, tidak diketahuinya cadangan tersimpan dari wilayah pertambangan itu. Harga Kompensasi Data Informasi (KDI) yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM No. 1805.K/30/MEM/2018 tentang Harga Kompensasi Data Informasi dan Informasi Penggunaan Lahan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Periode Tahun 2018 juga masih terlalu tinggi.
Praktisi eksplorasi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Adi Maryono mengetahui bahwa saat inin pemerintah akan melaksanakan lelang. Namun ia bilang, meskipun peraturannya sudah ada, kegiatan itu masih terus didiskusikan baik dengan perusahaan pertambangan maupun dengan asosiasi.
“Dalam lelang ini, ekspektasi pemerintah tinggi. Sehingga industri (pertambangan) mengganggap ini tidak masuk (kriteria),” terangnya saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (16/5).
Ia bilang, memang saat ini kegiatan eksplorasi tambang baik batubara maupun mineral belum ada yang baru. Sehingga lelang wilayah pertambangan dibutuhkan.
Jadi ia menyarankan kepada pemerintah, supaya kegiatan lelang wilayah pertambangan ini tidak perlu membayar uang jaminan. Namun memberikan leluasa bagi para perusahaan pertambangan yang ikut lelang diberikan keleluasaan mengetahui berapa kapasitas dalam satu wilayah itu.
“Menurut saya dulu sistem bagus ada data didisplay orang bisa milih daerah. Orang bisa ngambil seberapa luasnya. Karena harus ada depth rent. Biarkan dia mengambil daerah secara terbuka tapi disitu ada tarif,” tandasnya.
Maka dari itu, usulan itu, kata Adi, menjadi salah satu gairah baru dalam eksplorasi pertambangan ditengah eksplorasi yang sedang berhenti. Pasalnya, Adi bilang, bahwa eksplorasi adalah privit center future. Sehingga, tanpa eksplorasi tidak ada sustainable kedepannya.
“Saat ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama bagaimana membangkitkan eksplorasi lagi. Saat ini kita tidak ada wilayah baru. Eksplorasi bisa jadi profit center,” tandasnya.
Senada dengan itu, perihal lelang wilayah pertambangan ini, Ekonom Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri mengatakan untuk menggairahkan eksplorasi baru, baiknya perusahaan yang ikut dalam lelang masuk terlebih dahulu tanpa dimintai uang jaminan diawal.
Sehingga, perusahaan pertambangan itu, bisa mempelajari satu wilayah konsesi pertambangan. “Yang mau masuk jangan dipalaki tinggi. Harusnya masuk dulu, kemudian dia pelajari,” ungkapnya.
Ia mengusulkan, apabila sudah diberikan keleluasaan untuk mengetahui jumlah cadangan, tapi tidak memperolehkan hasil dalam satu tahun. Maka pemerintah berhak memutuskan sesuatu.
“Jika ada tanda-tanda dia dapat, kemudian dia eksplotasi, kemudian dia land clearing, itu kan long term. enggak seperti membangun pabrik air mineral,” pungkasnya.
Asal tahu saja, dalam Kepmen itu, ditetapkan sebanyak 10 WIUP, dengan total nilai kompensasi datanya mencapai Rp 1,76 triliun. Sementara untuk enam WIUPK, dengan nilai kompensasi datanya mencapai Rp 2,33 triliun.
Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan, berkenaan uang jaminan lelang melalui Kompensasi Data Informasi yang dijabarkan dalam Kepmen ESDM itu, tentunya untuk perusahaan tambang yang memiliki modal.
“Bagi perusahaan nasional yang modalnya pas-pasan tentunya kurang mampu membayar. Namun pengusahaan tambang memang butuh modal besar. Kecuali dapat dukungan pemerintah dari segi finansial,” ungkapnya.
Hanya saja ia menilai, data cadangan WIUP maupun WIUPK ekplorasi masih minim. Sehingga ia mengganggap kegiatan eksplorasi pertambangan masih gambling dan belum tentu cadangannya itu ada.
“Keberhasilan eksplorasi secara umum di bawah 10% untuk wilayah baru,” tandasnya.
Sumber – https://industri.kontan.co.id