pekerja menunjukan bongkahan batu bara, PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (E2I) melakukan aktivitas penambangan batubara di Site Bantuas milik PT Mutiara Etam Coal (MEC), Samarinda Timur, Kaltim, Jumat (13/9). Penambangan di lokasi seluas 175 hektar itu untuk diekspor ke China dan India yang saat ini produksi di Tambang Bantuas sebesar 30.000 metrik ton (MT) per bulan dan pada Januari 2014 akan ditingkatkan menjadi 100.000 MT per bulan. Kontan/Panji Indra

Pemerintah mengklaim produksi dan penjualan batubara Indonesia belum terkendala wabah corona. Hingga awal Maret, volume produksi dan ekspor batubara masih terjaga di level yang wajar.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono memaparkan, target produksi batubara pada tahun ini tercatat di angka 550 juta ton. Dari jumlah tersebut, volume ekspor direncanakan mencapai 395 juta ton sedangkan serapan domestik termasuk untuk Domestik Market Obligation (DMO) ditargetkan mencapai 155 juta ton.

Hingga 6 Maret 2020, realisasi produksi batubara mencapai 94,72 juta ton atau 17,22% dari target. Dari jumlah tersebut, serapan domestik berada di angka 16,37 juta ton, sementara volume ekspor batubara Indonesia tercatat mencapai 30,24 juta ton.

Bambang merinci, target produksi batubara sebesar 550 juta ton terdiri atas 340 juta ton atau 62% berasal dari perusahaan dengan izin pemerintah pusat, sedangkan 210 juta ton atau 38% berasal dari perusahaan dengan izin provinsi.

Dari perusahaan dengan kewenangan pemerintah pusat, sebanyak 286 juta ton akan diproduksi oleh pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), 24 juta ton diproduksi oleh IUP BUMN, dan 30 juta ton dari IUP PMA.

Bambang mengklaim, besaran produksi batubara 550 juta ton elah ditetapkan dengan sejumlah pertimbangan. “Produksi batubara nasional 2020 itu dengan mempertimbangkan potensi pasar ekspor dan domestik, tingkat produksi optimal, menjaga kestabilan harga dan target PNBP Rp 44,39 triliun serta mengatasi defisit neraca perdagangan,” kata Bambang dalam konferensi pers yang digelar di Kantornya, Kamis (12/3).

Kendati begitu, Bambang tak menampik pada akhir tahun nanti, volume produksi batubara bisa kembali bergeser dari target. Pasalnya, Kementerian ESM akan meninjau kembali produksi batubara nasional dalam revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Bambang menyebut, biasanya revisi RKAB dilakukan pada pertengahan tahun atau pada bulan Juni. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah kondisi dan persyaratan sepanjang Semester I di tahun tersebut.

Namun, jadwal revisi RKAB bisa saja berubah. Menurut Bambang, saat ini pihaknya tengah mengusulkan perubahan regulasi agar revisi RKAB bisa dibuka sejak Kuartal I. Menurut Bambang, pengajuan perubahan produksi bisa dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah kondisi dan persyaratan, seperti perkembangan pasar, pergerakan harga, serta pelaksanaan kewajiban perusahaan.

“Nanti kita lihat perkembangannya. Perubahan RKAB biasanya dilakukan di Semester, kita mengajukan evaluasi regulasi agar bisa dipercepat diajukan sejak Kuartal I. Ini adalah usaha kita untuk melihat kembali produksi ke depan,” terang Bambang.

Regulasi yang dimaksud Bambang adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2018. Bambang menyebut, meski bisa diajukan sejak Kuartal I, namun perubahan RKAB tetap dilakukan sekali dalam setahun. Hanya saja, katanya, revisi RKAB bisa lebih felksibel karena tidak hanya terkait dengan kapasitas produksi.

“Kalau dulu perubahannya hanya karena faktor produksi. Kita lebih fleksibel lagi, perubahan karena sesuatu yang berhubungan dengan bisnisnya,” tandas Bambang.

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi

Sumber: https://industri.kontan.co.id/

Berikan Komentar