ESDM: Banyak yang belum penuhi kewajiban batubara DMO

Sejumlah alat berat beroperasi dikawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Minggu (8/4). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/18.Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperoleh catatan bahwa masih ada sejumlah izin usaha pertambangan (IUP) yang belum memenuhi kewajiban suplai batubara atau domestik market obligation (DMO) kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Akibat belum maksimal, Menteri ESDM Ignasius Jonan melalui suratnya bernomor 2841/30/MEM.B/18 per tanggal 8 Juni 2018 menetapkan bahwa apabila pada triwulan II 2018, suplai batubara DMO tidak dapat memenuhi kewajiban sebanyak 25%, akan dikenakan sanksi berupa pengurangan tingkat produksi tahun 2018.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, surat tersebut dikeluarkan sebagai salah satu upaya kepatuhan bagi IUP maupun PKP2B yang sampai saat ini belum memenuhi kewajiban DMO 25%.

Namun, ia enggan menyebutkan jumlah IUP maupun PKP2B yang belum melaksanakan kewajiban itu. “Masih banyak yang belum. Ya, kalau belum kena sanksi sesuai dengan surat Menteri (Ignasius Jonan),” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (1/7).

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan, ketentuan yang ditetapkan pemerintah dalam surat tersebut berbeda dengan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018. Dalam beleid tersebut, tidak disebutkan bahwa evaluasi bisa dilakukan di pertengahan tahun.

Sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam RKAB pun baru diberlakukann untuk tahun depan. “Di Kepmen ESDM 23 itu kan dilihat pemenuhan DMO per tahun. Tapi, melalui surat ini semester I/2018 akan dievaluasi akhir Juni. Jalan keluar melalui transfer kuota pun harus jelas dulu,” jelasnya, Minggu (01/7).

Sementara untuk perusahaan-perusahaan batubara jumbo, rata-rata kewajiban DMO-nya, sejauh ini sudah terpenuhi.

Seperti contoh, PT Adaro Energy Indonesia. Direktur Adaro, Lie Luckman mengatakan, pihaknya sudah memenuhi kewajiban DMO sejak April lalu. Ia bilang, jika dihitung sesuai dengan rencana produksi 2018 yaitu sebesar 50 juta ton, DMO tahun ini sekitar 12.5 juta ton.

Sesuai dengan rencana produksi Januari hingga April, rencana produksi Adaro 14,1 juta ton. “Jadi kalau kami hitung 25% itu 3,5 juta ton. Pemenuhan DMO Januari sampai April sudah 4,11 juta ton, sehingga sekitar 580.000 ton lebih tinggi dari rencana,” ujarnya.

Direktur Utama PT Kideco Jaya Agung, Kurnia Ariawan menyatakan, tahun ini, pihaknya menargetkan produksi batubara sebesar 32 juta ton. Adapun 25% mencapai 8 juta ton. “Hasil produksi sampai April 2018 kami sudah menjual ke domestik 32% atau di atas kewajiban DMO,” katanya.

Sedangkan, Direktur Utama PT Bukit Asam (PTBA), Arviyan Arifin mengatakan, sampai April 2018, pihaknya sudah memenuhi kewajiban DMO mencapai 175% atau terealisasi sebanyak 2,043 juta ton dari target produksi sebesar 3,58 juta ton. “Kami sudah melebihi target DMO,” imbuhnya.

Hendra menambahkan, rata-rata yang belum memenuhi kewajiban DMO 25% merupakan perusahaan yang tidak memiliki spesifikasi batubara sesuai dengan kriteria pembangkit milik PT PLN. “Itu sulit. Banyak hal yang perlu diatur, antara lain mekanisne transfer kuota. Tadi sempat kumpulkan anggota, intinya minta pemerintah untuk bisa tinjau kembali,” paparnya.

Dia menyatakan perusahaan sebenarnya memiliki komitmen untuk memenuhi kebutuhan domestik. Namun, kemampuan setiap perusahaan berbeda-beda.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

ESDM memangkas produksi jika perusahaan batubara gagal penuhi DMO

Kapal Tongkang pembawa batu bara melintasi aliran Sungai Batanghari di Muarojambi, Jambi, Jumat (8/6). Sejumlah perusahaan batu bara di daerah itu kembali memanfaatkan jalur Sungai Batanghari untuk membawa muatan pascapelarangan operasional truk batu bara oleh Dinas Perhubungan Provinsi Jambi mulai 9-19 Juni 2018 karena memasuki musim mudik lebaran. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww/18.

Pemerintah mengeluarkan aturan baru untuk memaksa produsen batubara di dalam negeri menjual hasil produksi mereka di pasar dalam negeri, guna mencukupi kebutuhan PLN pembangkit swasta dan industri dalam negeri. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sanksi pemotongan produksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) minimal 25% dari produksi.

Aturan ini tertuang dalam Surat Menteri ESDM Ignasius Jonan bernomor 2841/30/MEM.B/2018, yang diterbitkan tanggal 8 Juni 2018. Kementerian ESDM akan mengevaluasi pelaksanaan DMO ini.

Jika realisasi DMO hingga akhir Juni 2018 sebanyak 25% belum terealisasi, pemerintah akan mengenakan sanksi. Jenis sanksi itu berupa pengurangan rencana produksi 2018 yang telah disetujui dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) di masing-masing perusahaan.

Sebagai ilustrasi, jika tahun ini perusahan batubara mendapat kuota produksi sebanyak 10 juta ton, kewajiban DMO sebesar 2,5 juta ton. Jika realisasi DMO cuma mencapai 2 juta ton, kuota yang akan mereka dapatkan tahun depan maksimal hanya 8 juta ton atau empat kali dari realisasi DMO yang mereka patuhi.

Juru Bicara Kementerian ESDM Agung Pribadi menegaskan, pemerintah akan memberikan sanksi tegas terhadap aturan ini . Karena itu, Kementerian ESDM tengah melakukan rekonsiliasi data dalam rangka evaluasi pelaksanaan DMO. Hasilnya akan disampaikan kepada produsen batubara 1 Juli 2018. “Pelaksanaan evaluasi kami lakukan pertengahan Juli, Oktober dan Desember 2018 (setiap triwulan),” kata Agung kepada KONTAN, Jumat (29/6).

Tujuan evaluasi ini ada tiga. Pertama, memastikan pemenuhan pasokan kepada pembangkit listrik untuk kepentingan umum yang dikelola PLN dan perusahaan listrik swasta (IPP). Selain itu juga untuk memastikan pasokan ke industri semen dan pupuk.

Kedua, memastikan dan menilai komitmen seluruh perusahaan produsen batubara (PKP2B dan IUP tahap operasi produksi) untuk melaksanakan kebijakan DMO.

Ketiga, mengidentifikasi kendala dan hambatan pada pelaksanaan kebijakan DMO, sehingga dapat segera diambil tindakan perbaikan.

Boleh transfer kuota

Sementara itu, bila ada produsen batubara yang tidak memiliki kontrak pasokan batubara ke PLN, mereka tetap harus melakukan menjual ke dalam negeri dengan cara melakukan transfer kuota.

Mereka harus melaporkan ketentuan bisnis transaksi transfer kuota ini, kepada Direktorat Jenderal Minerba setiap akhir bulan dengan menyertakan bukti tanda pengiriman atau penerimaan pengguna akhir dalam negeri.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengakui produsen batubara kesulitan memenuhi ketentuan DMO. Selain karena waktu pemberitahuan yang mendadak, opsi dari pemerintah untuk membolehkan transfer kuota DMO belum jelas mekanismenya. “Itu sulit. Banyak hal yang perlu diatur, antara lain mekanisme transfer kuota DMO. Tadi sempat kumpulkan anggota, intinya minta pemerintah untuk bisa tinjau kembali,” katanya.

Hendra menyatakan produsen sejatinya berkomitmen memenuhi kebutuhan domestik. Namun, kemampuan setiap perusahaan berbeda-beda karena batubara yang mereka hasilkan spesifikasinya tidak bisa masuk di pasar lokal. Selain itu, PLN sebagian konsumen utama batu bara dalam negeri pun sudah memiliki kontrak jangka panjang.

Mengenai sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam RKAB pada tahun 2019, APBI menuding pemerintah belum mensosialisaikannya lebih dulu. “Di Kepmen ESDM 23 itu kan dilihat pemenuhan DMO per tahun, tapi dievaluasi Juni. Jalan keluar transfer kuota pun belum jelas,” tandasnya.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Finalisasi Akuisisi 51% Saham Freeport Tunggu Kesiapan Inalum

Finalisasi Akuisisi 51% Saham Freeport Tunggu Kesiapan InalumMenteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan berharap finalisasi akuisisi 51 persen saham Freeport Indonesia dalam kurun waktu satu dua minggu.

“Kalau pemahaman bersama, harusnya Freeport McMoran sudah siap untuk mengumumkan, dan dibuat legal drafnya, kalau legal drafnya cepat sih 1-2 minggu sudah selesai,” tutur Jonan di Washington DC, Rabu, 27 Juni 2018.

Namun demikian, lanjut Jonan, ada hal yang harus dipahami, apakah PT Inalum (Persero) sudah siap untuk proses akuisisi.

“Saya lagi dan sudah memberitahu dirut Inalum, menteri keuangan, dan menteri BUMN, inalum siap enggak untuk proses akuisisi ini, karena saya kira Inalum juga mencari pinjaman untuk melakukan akuisisi ini, kalau itu siap, semua selesai, sebentar,” jelasnya.

Bahkan, dia berharap pekan depan sudah ada pernyataan bersama antara bos Freeport dengan Pemerintah Indonesia mengenai kesepakatan akuisisi 51 persen saham Freeport.

“Mudah-mudahan saya harap minggu depan bisa ada joint statement bersama antara CEO Freeport dan Pemerintah Indonesia, bahwa ini sudah selesai dan sepakat 51 persen Freeport Indonesia dikelola bersama, bangun smelter, sepakat menjadi IUPK, dan juga penerimaan negara lebih tinggi,” pungkasnya.

Sumber – http://ekonomi.metrotvnews.com

Indometal London Ltd jadi anak usaha bersama holding tambang BUMN

Indometal London Ltd jadi anak usaha bersama holding tambang BUMNInduk usaha industri pertambangan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), beserta anggota PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Timah Tbk (TINS), menandatangani nota kesepahaman (MoU) pada Selasa (26/6) di London, Inggris.

MoU ini menjadikan Indometal London Ltd sebagai anak perusahaan bersama yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang pemasaran dan perdagangan mineral dan batubara serta produk turunannya yang diproduksi oleh masing-masing perusahaan.

Indometal adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh PT Timah yang di awal pendiriannya berfungsi sebagai agen penjualan timah Indonesia untuk kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Didirikan tahun 1988 di Inggris, Indometal bertujuan menunjang strategi PT Timah untuk lebih dekat dengan pasar timah serta pelaku bisnis pertimahan global.

Direktur Utama Inalum, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, tujuan kesepakatan ini adalah untuk menciptakan sinergi usaha dengan prinsip yang saling menguntungkan, antara para pihak dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki masing- masing. Serta meningkatkan daya tawar semua perusahaan yang tergabung dalam Inalum di perdagangan global komoditas mineral, batubara dan produk turunannya.

“Kerja sama antara anggota Induk Usaha ini menciptakan nilai tambah dalam bentuk sinergi untuk bersama-sama melakukan pemasaran dan perdagangan komoditas mineral dengan memanfaatkan jaringan PT Timah yang sudah ada di luar negeri,” ungkap Budi dalam siaran pers, Kamis (28/6).

Ia bilang, kekuatan yang dimiliki Indonesia dalam cadangan global komoditas mineral sangat besar. Maka dari itu, perusahaan pertambangan minerba akan melengkapi kekuatan ini dengan kemampuan perdagangan kelas dunia untuk memaksimalkan margin harga. “Kekuatan inilah yang kami coba gunakan agar manfaat yang diperoleh dari pengelolaan sumberdaya mineral akan semakin besar, dan juga agar kita dapat berperan lebih aktif lagi dalam mempengaruhi dinamika perdagangan global di sektor tambang, mineral dan produk turunannya,” klaimnya.

Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengatakan, dengan sinergi ini, BUMN tambang akan secara bersama-sama menyusun strategi pemasaran, perencanaan pemasaran, perencanaan produksi, diversifikasi produk, dan marketing intelligence dalam satu kesatuan kerja yang akan dimanfaatkan pula oleh anak perusahaan dan afiliasinya. 

Sumber – https://industri.kontan.co.id

ESDM segera jatuhkan sanksi bagi eksportir yang tak bangun smelter

Pekerja mengalirkan cairan feronikel yang sudah lebur di pabrik Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Aneka Tambang (ANTAM) di Pomalaa, Kolaka, Sultra, Selasa (8/5).Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mulai menerapkan sanksi finansial atau denda pada Juli 2018 mendatang. Sanksi itu bagi produsen mineral mentah yang telah mendapatkan kuota ekspor nikel dan bauksit tetapi tak membangun pemurnian mineral aliassmelter.

Sanksi finansial itu sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada 3 Mei 2018. Dalam pasal 55 ayat 8, sanksi tersebut berupa denda 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan, sekarang memang belum ada perusahaan pertambangan yang mendapatkan sanksi finansial akibat progres pembagunan smelter tidak sesuai dengan rencana kerjanya. “Paling cepat (yang terkena sanksi) Juli. Itu kalau tidak sesuai dengan rencana kerja (pembangunan smelter). Semoga tidak ada,” terangnya kepada KONTAN, Selasa (19/6).

Namun Bambang enggan menyebutkan perusahaan yang akan terkena sanksi tersebut. Tapi, mengacu data Kementerian ESDM pada April 2018 kemarin, ada beberapa perusahaan yang rekomendasi ekspornya berakhir pada Juli.

Seperti contoh PT Ceria Nugraha Indotama. Dalam catatan Kementerian ESDM, perusahaan ini mengajukan rencana kerja pembangunan smelter sampai akhir 2018 mencapai 4,04%. Namun sampai April baru mencapai 0,529%. Sementara, Ceria Nugraha Indotama mendapatkan rekomendasi ekspor 2,3 juta ton dan realisasinya mencapai 1,54 juta ton.

Selain itu, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, rekomendasi ekspor juga berakhir pada Juli bulan depan. Ia menargetkan rencana kerja pada tahun 2018 ini mencapai 5,7% dan realisasinya baru mencapai 0,423%. Perusahaan ini mendapatkan rekomendasi ekspor 2,4 juta ton dan realisasi sampai April mencapai 1,35 juta ton.

Bambang mengatakan, jika perusahaan tambang yang sudah mendapatkan rekomendasi ekspor tapi tidak melaksanakan ekspor maka tidak dapat dikenakan sanksi. “Ya kalau tidak ekspor, tidak kena sanksi. Jadi mereka bangun saja smelterwalaupun tidak ekspor. Malah bagus,” ungkapnya. Sementara, sampai saat ini, belum ada rekomendasi ekspor baru lagi.

Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Arie Prabowo Ariotedjo mengungkapkan, pihaknya yakin bisa mendapatkan kuota ekspor nikel ore sebanyak 1,2 juta ton pada Oktober 2018 mendatang. Hal ini karena progres dari smelter emiten berkode saham ANTM Halmahera Timur sudah mencapai target. “Jadi tim survei dari Minerba bilang progres perencanaan smelter sudah 94%, kalau sudah begitu pasti dapat lagi kuotanya,” kata dia.

Sedangkan untuk pengajuan ekspor nikel ore di Pomalaa sebanyak 2,7 juta ton bisa terus diperpanjang sampai Januari 2022. Smelter di Pomala sudah beroperasi.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Juli ini, awal sanksi financial pembangunan smelter

Pekerja mengalirkan cairan feronikel yang sudah lebur di pabrik Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra PT Aneka Tambang (ANTAM) di Pomalaa, Kolaka, Sultra, Selasa (8/5).

Siap-siap, perusahaan pertambangan yang sudah diberikan rekomendasi ekspor mineral mentah, baik nikel maupun bauksit. Bakal terkena sanksi financial pada Juli bulan depan.

Itu apabila progres pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tidak sesuai dengan rencana pembangunan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, untuk sekarang memang belum ada perusahaan pertambangan yang mendapatkan sanksi financial akibat progres pembagunan smelternya tidak sesuai dengan rencana kerjanya.

“Sekarang belum. Paling cepat (yang terkena sanksi) Juli. Itu kalau tidak sesuai dengan rencana kerja (pembangunan smelter). Semoga tidak ada,” terangnya kepada KONTAN.co.id, Selasa (19/6).

Namun sayangnya Bambang enggan menyebut, perusahaan yang akan terkena sanksi itu. Tapi, mengacu data Kementerian ESDM pada April 2018 kemarin. Ada beberapa perusahaan yang rekomendasi ekspornya berakhir pada Juli.

Seperti contoh PT Ceria Nugraha Indotama, dalam catatan Kementerian ESDM, perusahaan ini mengajukan rencana kerja pembangunan smelter sampai akhir 2018 mencapai 4,04%.

Akan tetapi realisasi sampai April baru mencapai 0,529%. Sementara, Ceria Nugraha Indotama mendapatkan rekomendasi ekspor 2,3 juta ton dan realisasinya mencapai 1,54 juta ton.

Selain itu, PT Dinamika Sejahter Mandiri, yang juga rekomendasi ekspornya berakhir pada Juli bulan depan. Ia menargetkan rencana kerja pada tahun 2018 ini mencapai 5,7% dan realisasinya baru mencapai 0,423%.

Adapun perusahaan ini mendapatkan rekomendasi ekspor 2,4 juta ton dan realisasi sampai April mencapai 1,35 juta ton.

Bambang mengatakan, jika perusahaan tambang yang sudah mendapatkan rekomendasi ekspor tapi tidak melaksanakan ekspor. Maka, tidak dapat dikenakan sanksi. “Ya kalau ngga ekspor, tidak kena sanksi. Jadi mereka bangun saja smelternya walaupun tidak ekspor. Malah bagus kan,” ungkapnya.

Asal tahu saja, sanksi financial tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada 3 Mei 2018. Dalam pasal 55 ayat 8, sanksi tersebut berupa denda 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri.

“Kalau gak tercapai berarti (rekomendasi) dicabut dan bayar denda finansial 20%. Tinggal kalikan saja dari sales yang sudah dia lakukan,” tandasnya. Sementara, kata Bambang, sampai saat ini, belum ada rekomendasi ekspor baru lagi.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Komisi VII Desak Ditjen Minerba Evaluasi Izin Ekspor Pertambangan

Komisi VII Desak Ditjen Minerba Evaluasi Izin Ekspor PertambanganAnggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono agar mengevaluasi izin ekspor pertambangan.

Hal itu disampaikan Nasir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Minerba di ruang rapat Komisi VII, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 25 Mei 2018.

“Saya dengar beberapa perusahaan tambang yang seharusnya tidak diizinkan, tetapi malah tetap diizinkan untuk melakukan ekspor,” kata Nasir dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Senin, 28 Mei 2018.

Politikus Demokrat itu meminta agar Dirjen Minerba memberikan daftar nama perusahaan yang disinyalir ‘bermain’ dalam proses perizinan ekspor pertambangan. “Biar sama-sama Komisi VII turun langsung untuk melihat kelengkapan dokumen perusahaan tersebut,” kata Nasir.

Dia menyebutkan, kejadian ini akan terus berulang jika tidak segera dievaluasi. Perusahaan lainnya perlahan akan mengikuti dan melakukan hal serupa yang makin membuat rumit perizinan ekspor di Indonesia.

“Persyaratan perizinan harus benar-benar terperinci, dan diumumkan secara transparan. Bukan malah kucing-kucingan untuk meloloskan perusahaan A dan B,” kata politikus dapil Riau itu.

Nasir juga minta kepada Dirjen Minerba untuk mengawasi penghitungan pajak perusahaan. “Banyak laporan yang saya terima, perihal ketidaksesuaian penghitungan pajak oleh perusahaan,” ucapnya. Dia juga berharap Kementerian ESDM mengevaluasi dan menyelesaikan secara baik, sebelum diaudit oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

Sumber – http://ekonomi.metrotvnews.com

Permintaan jasa naik, Pamapersada belanja alat berat

Komatsu Indonesia gandeng 35 SMK untuk program link & match

Demi mengimbangi derasnya permintaan jasa penambangan, PT Pamapersada Nusantara atawa memesan 700 alat berat sejak pertengahan tahun lalu. Perinciannya, 400 alat berat untuk menambah alat berat yang sudah ada sedangkan 300 alat berat untuk mengganti alat berat yang sudah uzur.

Terhitung hingga Mei 2018, pesanan sekitar 120 unit alat berat berupa dump truck sudah datang. “Setiap bulannya datang sekitar 30an unit, kemungkinan pengiriman unit akan banyak di kuartal berikutnya,” terang Frans Kesuma, Presiden Direktur PT Pamapersada Nusantara saat ditemui KONTAN di kantornya, Jumat (25/5).

Manajemen Pamapersada mengakui tak mudah menambah alat berat. Pasalnya dalam kondisi harga batubara sedang bullish dua tahun terakhir ini, jumlah pemesan alat berat juga banyak. Alhasil, pemasok alat berat yang menjadi langganan mereka juga kelimpungan memenuhi pesanan.

Padahal soal pendanaan, perusahaan ini mengaku tak khawatir. Induk usaha mereka yakni PT United Tractors Tbk telah menyiapkan dana belanja modal atawa capital expenditure  sebesar US$ 850 juta. Sebanyak  US$ 650 juta di antaranya adalah alokasi belanja alat berat Pamapersada. Hingga kuartal I 2018, Pamapersada sudah membelanjakan dana belanja modal hingga US$ 200 juta.

Adapun mengenai target produksi batubara tahun ini, mereka membidik pertumbuhan volume produksi sebesar 10% lebih banyak ketimbang tahun lalu. Target pengupasan tanah atau overburnden removal tahun ini juga 10% yakni menjadi 880 juta bcm. Realisasi pengupasan tahun lalu sebesar 800 juta bcm.

Sepanjang triwulan pertama tahun ini, Pamapersada mencatatkan pengupasan tanah 207 juta bcm atau naik 22% year on year (yoy). Sementara produksi batubara naik 6% yoy menjadi 26,5 juta ton.

Selain produksi batubara, Pamapersada juga memperkuat bisnis jasa konstruksi. Asal tahu, tarif jasa mereka bisa jadi tak sama untuk setiap kontrak jasa penambangan. “Tarif memang banyak variasi, setiap tempat berbeda, tempatnya jauh dan membutuhkan biaya logistik lebih,” tutur Frans.

Saat ini Pamapersada fokus menggarap kontrak dengan dari pelanggan yang sudah ada. Maklum, para pelanggan kompak menaikkan target produksi penambangan.

Sambil jalan, perusahaan ini mulai mengembangkan bisnis coking coal atau batubara kokas melalui PT Suprabari Mapanindo Mineral. Bisnis ini mereka rintis sejak 2017. Tahun lalu, Pamapersada membangun jalan dan infrastruktur pendukung untuk menunjang bisnis anyar itu.

Sebagai gambaran realisasi produksi batubara kokas Suprabari tahun lalu masih sekitar 100.000-200.000 ton. Tahun ini, mereka berharap bisa naik jadi 500.000-600.000 ton per tahun.

Hingga 31 Maret 2018, bisnis konstruksi pertambangan tercatat Rp 7,95 triliun atau setara dengan kontribusi 41,83% dari total pendapatan United Tractors sebesar Rp 19,01 triliun. Faktor cuaca turut mempengaruhi capaian itu.

 

Sumber – http://industri.kontan.co.id

Pendapatan Dua Perusahaan Tambang Ini Berkurang Akibat Kebijakan DMO

Arutmin kehilangan pendapatan Rp 277 miliar. Sedangkan Kaltim Prima Coal pendapatannya turun Rp 957 miliar.

Pendapatan Dua Perusahaan Tambang Ini Berkurang Akibat Kebijakan DMOPT Arutmin Indonesia (Arutmin) menyatakan telah kehilangan pendapatan sebesar Rp 277 miliar akibat kebijakan penerapan harga batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) untuk kebutuhan pembangkit listrik. Aturan itu mewajibkan Arutmin menjual batu bara dengan harga batu bara sebesar US$ 70 per ton.

Chief Executive Officer Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan sejauh ini perusahaannya sudah memasok batu bara untuk dalam negeri sebanyak 3,25 juta ton. Adapun, hingga Mei produksi Arutmin mencapai 13 juta dari target sepanjang tahun sebesar 28,8 juta ton. “Kami sudah memenuhi DMO 25 persen volume,” kata dia di dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VII DPR, Kamis (24/5).

Selain Arutmin, PT Kaltim Prima Coal (KPC) juga bernasib sama. Komisaris KPC Sri Damayanti mengatakan selama Maret hingga Mei 2018 ada penurunan pendapatan sebesar Rp 957 miliar akibat kebijakan DMO batu bara. 

Adapun realisasi penjualan batu bara KPC sampai kini sudah mencapai 17,5 juta ton. Perinciannnya untuk domestik 4,6 juta ton, dan sisanya dikspor.

Seperti diketahui, pemerintah telah mematok harga batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri maksimal di level US$ 70 per metrik ton. Ini sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang Harga Jual Batu Bara untuk Kepentingan Umum.

Keputusan menteri itu merupakan turunan dari  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Kemudian Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.

Isi dari Keputusan Menteri Nomor 1395K/30/MEM/2018 itu adalah PLN bisa membeli harga batu bara dalam negeri dengan harga US$ 70 per metrik ton. Jika Harga Batu Bara Acuan/HBA di atas US$ 70 per metrik ton, PLN tetap membeli dengan harga US$ 70 per metrik ton.

Namun jika HBA di bawah US$ 70 per metrik ton, PLN bisa membeli harga rendah. “Pokoknya PLN tidak boleh lebih dari US$ 70 per metrik ton. Kalau ada yang lebih rendah dari US$ 70 per metrik ton, diambil harga yang rendah,” kata Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (9/3).

Sumber  – https://katadata.co.id

Produsen batubara gelar akuisisi pertambangan

Sejumlah alat berat beroperasi dikawasan penambangan batu bara Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Minggu (8/4). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/18.Para produsen batubara tampaknya tak peduli dengan tidak stabilnya harga batubara tahun ini. Mereka masih terus melancarkan aksi korporasi dengan melakukan akuisisi lahan-lahan tambang batubara. Seperti diketahui, harga batubara pada kuartal I-2018 pernah melesat sampai US$ 100,86 per ton.

Salah satu perusahaan yang gencar melancarkan akuisisi adalah anak usaha Sinarmas Group, PT Golden Energy Mines Tbk (GEMS). Perusahaan ini pada akhir Mei ini segera merampungkan akuisisi PT Barasentosa Lestari.

Presiden Direktur GEMS, Bonifasius mengungkapkan, kegiatan akuisisi tidak hanya melihat dari kecenderungan harga batubara. Nilai yang bisa diperoleh oleh perusahaan dalam akuisisi adalah kegiatan jangka panjang. “Jadi tidak bisa semata-mata di lihat short term, tapi harus melihat secara jangka panjang,” kata Bonifasius kepada Kontan.co.id, Rabu (16/5).

Ia menilai, harga batubara dalam jangka panjang akan kembali naik berdasarkan kelangkaan produksi batubara. Maka dari itu, kegiatan akuisisi lahan tambang perusahaan pertambangan pada tahun ini merupakan langkah yang tepat. “Jadi akuisisi ini, in the long run pasti memberikan value added,” ungkapnya.

Cadangan batubara yang diketahui pada Barasentosa Lestari mencapai 200 juta ton dengan kalori berkisar 4.500 kilokalori (kcal) per kg-5.000 kcal per Kg. GEMS menyiapkan nilai akuisisi sekitar US$ 65 juta.

Sumber pendanaan sendiri berasal dari cash flow internal. “Perseroan pada akhir maret 2018, mencatatkan cash bank position sebesar US$ 197 juta,” tandasnya.

Selain GEMS, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) bersama EMR Capital, perusahaan pengelola private equity asal Australia, telah meneken perjanjian mengikat untuk mengakuisisi 80% saham Rio Tinto di tambang batubara kokas Kestrel. Nilai total konsiderasi transaksi tersebut sebesar US$ 2,25 miliar.

Head Corporate Communication ADRO Febriati Nadira bilang, pihaknya melaksanakan rencana strategis agar tumbuh secara anorganik dengan menyelesaikan akuisisi tambang batubara Kestrel dari Rio Tinto. Langkah ini menandai usaha pertama yang berhasil di luar Indonesia.

Kegiatan akuisisi ini, kata Ira – panggilan Nadira- sebagai diversifikasi dan memperkuat bisnis inti penambangan batubara ADRO. Sehingga, bisnis penambangan batubara ADRO sekarang memiliki dua pilar. Yakni batubara termal yang cocok untuk pembangkit tenaga listrik dan batubara metalurgi, komponen penting dalam pembuatan baja.

Akuisisi ini memperkuat posisi Adaro di pasar batubara metalurgi. “Kami memiliki aspirasi bahwa ketika Indonesia menjadi negara industri, kami dilengkapi dengan salah satu kebutuhan dasar, batubara metalurgi, dan dapat memberikan dukungan penuh kami untuk kemajuan bangsa,” terangnya kepada Kontan.co.id, Selasa (16/5).

Sayang, ia belum ingin memberitahu dari mana dana dalam akuisisi ini. “Masih proses, nanti kalau sudah selesai akan di informasikan,” tandasnya.

PT ABM Investama Tbk (ABMM) juga terus berusaha merampungkan akuisisi. Saat ini, mereka mengincar sekitar 125 site pertambangan baru yang. Hanya saja sampai saat ini masih terbentur masalah harga yang belum cocok. Alhasil, proses akuisisi lahan masih dalam tahap negosiasi harga.

Direktur Keuangan ABMM Adrian Erlangga mengatakan, untuk mendukung pembelian akuisisi itu, pihaknya mendapatkan dukungan dari dua bank dengan kisaran nilai sekitar US$ 200 juta dan US$ 150 juta. Sementara dana dari kas internal US$ 150 juta. Sehingga totalnya mencapai US$ 500 juta. “Aktivitas akuisisi ini sangat intens, day to day target akuisisi bulan lalu. Tidak mudah, coalini lebih banyak cerita dari logistik kami hati-hati sekali,” tandasnya.

Sumber – https://industri.kontan.co.id