Pemerintah tampak serius untuk menggenjot peningkatan nilai tambah batubara, khususnya hilirisasi melalui skema gasifikasi. Ada sembilan insentif yang akan diberikan pemerintah untuk mendorong proyek ini.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arief menjabarkan, insentif pertama adalah pemberian royalti hingga 0% untuk batubara yang diolah dalam skema gasifikasi.

Kedua, formula harga khusus batubara untuk gasifikasi. Ketiga, masa berlaku Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai umur ekonomis proyek gasifikasi. 


“Misalnya perpanjangan 10 tahun sampai dengan keekonomian dari umur proyek itu,” sebut Irwandy dalam Indonesia Mining Outlook yang digelar secara daring, Selasa (15/12).

Ketiga insentif tersebut sedang dibahas oleh Ditjen Minerba Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, insentif keempat berupa tax holiday (PPh badan secara khusus sesuai umur ekonomis gasifikasi batubara).

Kelima, pembebasan PPN jasa pengolahan batubara menjadi syngas sebesar 0%. Keenam, pembebasan PPN EPC kandungan lokal. Usulan insentif poin keempat dan kelima ini sedang dibahas oleh Kemenkeu dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Lalu, insentif ketujuh adalah harga patokan produk gasifikasi seperti harga patokan DME. Kedelapan, pengalihan sebagian subsidi LPG ke DME sesuai porsi LPG yang disubstitusi. Insentif ini sedang dibahas oleh Kementerian ESDM dan Kemenkeu. 

Arifin menargetkan, pada tahun 2024 ada sekitar 13 juta ton kapasitas input batubara. Nilai jual DME dan produk hilirisasi batubara ditaksir mencapai sekitar US$ 600 juta per tahun, yang juga meliputi produk gasifikasi, coke making, coal upgrading dan briket batubara.

“Di Indonesia potensi batubara yang dominan adalah yang kalori rendah, jenis batubara ini akan bernilai ekonomis apabila dilakukan peningkatan nilai tambah,” sebut Arifin.

Sebelumnya Kontan.co.id menulis, proyek batubara menjadi DME ditargetkan sudah mulai beroperasi dan dapat direalisasikan antara tahun 2024 atau 2025, dengan produksi sekitar 2,8 juta – 3 juta ton. Produksi DME tersebut berasal dari proyek hilirisasi yang digarap oleh PTBA juga dari Bakrie Group melalui PT Kaltim Prima Coal (KPC).

“Kemudian akan diikuti generasi selanjutnya, yaitu Arutmin, kemudian PKP2B lainnya yang akan melakukan program hilirisasi industri untuk konversi coal ke syntetic gas, kemudian menjadi final product. How dan when-nya sudah ada gambarannya,” jelas Arifin.

Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian ESDM, sudah ada empat proyek hilirisasi dalam bentuk gasifikasi batubara yang dijajaki oleh empat perusahaan. 

Keempat proyek tersebut adalah:

1. Coal to DME PTBA yang bekerjasama dengan Pertamina dan Air Product. Estimasi operasi komersial (COD) pada tahun 2025 dengan feedstcok batubara sebanyak 6,5 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Tanjung Enim Sumatera Selatan ini akan menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian dan skema subsidi DME untuk substitusi LPG serta negosiasi skema bisnis proyek.

2. Coal to methanol PT KPC atau kerjamasa antara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan Ithaca Group dan Air Product. Estimasi COD pada tahun 2024 dengan feedstcok batubara sebanyak 5-6,5 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Bengalon Kalimantan Timur ini akan menghasilkan 1,8 juta ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi feasibility study (FS) dan skema bisnis.

3. Coal to methanol PT Arutmin Indonesia. Estimasi COD pada tahun 2025 dengan feedstock batubara sebanyak 6 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di IBT Terminal-Pulau laut Kalimantan Selatan ini akan menghasilkan 2,8 juta ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian (para-FS).

4.  Coal to methanol PT Adaro Indonesia. Estimasi COD pada tahun 2025 dengan feedstock batubara sebanyak 1,3 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Kota Baru Kalimantan Selatan ini akan menghasilkan 660.000 ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian (pra-FS).

Kemudian, ada juga tiga proyek undergorund coal gasification (UCG), yang masih dalam tahap skala pilot project, yaitu:

1. Proyek UCG PT Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur

2. Proyek UCG PT Indominco di Kalimantan Timur

3. PT Medco Eenrgi Mining International (MEMI) dan Phoenix Energu Ltd., di Kalimantan Utara.

Kesembilan, “Adanya kepastian offtaker produk hilirisasi,” ungkap Irwandy.

Pemerintah sudah membentuk kelompok kerja (pokja) untuk menyusun roadmap pengembangan dan pemanfaatan batubara. Menurut Irwandy, ada lima Pokja yang dibentuk. 

Pertama, pokja sumber daya batubara. Kedua, pokja infrastruktur batubara dan infrastruktur produk hilir.

Ketiga, pokja kesiapan teknologi kelayakan ekonomi dan lingkungan proses hilirisasi. Keempat, pokja dukungan kebijakan dan skema kerjasama. Kelima, pokja kesiapan strategi pemasaran produk hilirisasi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif juga menegaskan agar para pelaku usaha batubara bisa bertransformasi, tak lagi hanya mencual batubara mentah ke PLTU, namun juga bisa menjual produk hilirisasi dengan nilai tambah bagi industri.

 

Sumber – https://industri.kontan.co.id/

Berikan Komentar