Pemerintah mengklaim produksi dan penjualan batubara Indonesia belum terkendala wabah corona. Hingga awal Maret, volume produksi dan ekspor batubara masih terjaga di level yang wajar.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono memaparkan, target produksi batubara pada tahun ini tercatat di angka 550 juta ton. Dari jumlah tersebut, volume ekspor direncanakan mencapai 395 juta ton sedangkan serapan domestik termasuk untuk Domestik Market Obligation (DMO) ditargetkan mencapai 155 juta ton.
Hingga 6 Maret 2020, realisasi produksi batubara mencapai 94,72 juta ton atau 17,22% dari target. Dari jumlah tersebut, serapan domestik berada di angka 16,37 juta ton, sementara volume ekspor batubara Indonesia tercatat mencapai 30,24 juta ton.
Bambang merinci, target produksi batubara sebesar 550 juta ton terdiri atas 340 juta ton atau 62% berasal dari perusahaan dengan izin pemerintah pusat, sedangkan 210 juta ton atau 38% berasal dari perusahaan dengan izin provinsi.
Dari perusahaan dengan kewenangan pemerintah pusat, sebanyak 286 juta ton akan diproduksi oleh pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), 24 juta ton diproduksi oleh IUP BUMN, dan 30 juta ton dari IUP PMA.
Bambang mengklaim, besaran produksi batubara 550 juta ton elah ditetapkan dengan sejumlah pertimbangan. “Produksi batubara nasional 2020 itu dengan mempertimbangkan potensi pasar ekspor dan domestik, tingkat produksi optimal, menjaga kestabilan harga dan target PNBP Rp 44,39 triliun serta mengatasi defisit neraca perdagangan,” kata Bambang dalam konferensi pers yang digelar di Kantornya, Kamis (12/3).
Kendati begitu, Bambang tak menampik pada akhir tahun nanti, volume produksi batubara bisa kembali bergeser dari target. Pasalnya, Kementerian ESM akan meninjau kembali produksi batubara nasional dalam revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Bambang menyebut, biasanya revisi RKAB dilakukan pada pertengahan tahun atau pada bulan Juni. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah kondisi dan persyaratan sepanjang Semester I di tahun tersebut.
Namun, jadwal revisi RKAB bisa saja berubah. Menurut Bambang, saat ini pihaknya tengah mengusulkan perubahan regulasi agar revisi RKAB bisa dibuka sejak Kuartal I. Menurut Bambang, pengajuan perubahan produksi bisa dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah kondisi dan persyaratan, seperti perkembangan pasar, pergerakan harga, serta pelaksanaan kewajiban perusahaan.
“Nanti kita lihat perkembangannya. Perubahan RKAB biasanya dilakukan di Semester, kita mengajukan evaluasi regulasi agar bisa dipercepat diajukan sejak Kuartal I. Ini adalah usaha kita untuk melihat kembali produksi ke depan,” terang Bambang.
Regulasi yang dimaksud Bambang adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2018. Bambang menyebut, meski bisa diajukan sejak Kuartal I, namun perubahan RKAB tetap dilakukan sekali dalam setahun. Hanya saja, katanya, revisi RKAB bisa lebih felksibel karena tidak hanya terkait dengan kapasitas produksi.
“Kalau dulu perubahannya hanya karena faktor produksi. Kita lebih fleksibel lagi, perubahan karena sesuatu yang berhubungan dengan bisnisnya,” tandas Bambang.
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
Sumber: https://industri.kontan.co.id/
Kementerian ESDM menyebut penyebaran virus corona mengganggu pembangunan smelter. Salah satu yang terdampak, yakni pembangunan smelter PT Virtue Dragon Nickel Industry yang berlokasi di Konawe, Sulawesi Tenggara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono mengatakan kendala disebabkan oleh pekerja smelter yang berasal dari China tidak bisa kembali ke Indonesia. Pemerintah melarang pemegang paspor China masuk dan transit di Indonesia sejak awal Februari 2020.
“Mereka terganggu karena lebih dari 300-400 pekerja dari China tidak bisa kembali,” katanya di Jakarta, Kamis (12/3).
Dengan kondisi tersebut, ia memprediksi virus corona menekan sektor minerba dalam jangka panjang. Alasannya, jika penyebaran virus masih berlanjut, maka permintaan industri akan berkurang.
Dalam jangka panjang, virus corona juga akan membebani pertumbuhan ekonomi global serta domestik, sehingga produktivitas industri juga terganggu.
“Saya kira pengaruhnya cepat atau lambat pasti ada. Kalau long term (jangka panjang) ini bisa pengaruh besar,” ucapnya.
Namun, untuk saat ini ia menegaskan virus corona belum berdampak negatif pada sektor minerba secara keseluruhan. Dampaknya baru menimpa Virtue Dragon sebagaimana yang ia sampaikan sebelumnya. Pun demikian, aktivitas produksi Virtue Dragon lainnya masih berjalan normal.
Selain itu, harga-harga komoditas minerba terpantau masih bagus, baik dari batu bara, bauksit, timah, maupun emas. Sebagai contoh, Harga Batu Bara Acuan (HBA) Maret 2020 menguat tipis 0,2 persen dari US$66,89 per ton pada Februari menjadi US$67,08 per ton di Maret 2020.
Lalu, harga emas juga menunjukkan tren naik, meskipun pada perdagangan pagi ini melemah. Harga jual emas PT Aneka Tambang (Persero) Tbk atau Antam sebesar Rp831 ribu per gram pada Kamis (12/3), turun Rp8.000 dari Rp839 ribu per gram pada Rabu (11/3).
Namun, harganya melonjak dibandingkan posisi awal tahun, yakni Rp762 ribu per gram. “Untuk saat ini, kami lihat perkembangan harga mineral, seperti timah, nikel, bauksit masih bagus. Artinya grafiknya ada perkembangan bagus, meskipun tidak signifikan tapi stabil,” imbuh dia.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arif mengatakan penurunan permintaan batu bara dari China akibat virus corona masih terbilang kecil. Tercatat, Negeri Tirai Bambu memangkas permintaan batu bara untuk kebutuhan pembangkit listrik sebesar 200 ribu ton.
“Dari enam produsen pembangkit di China sudah kurangi permintaan batu bara 200 ribu ton. Pak Menteri (Menteri ESDM Arifin Tasrif) bilang masih kecil, saya kira jutaan,” kata Irwandy.
Ia menambahkan dampak penurunan permintaan baru akan tampak pada akhir Juni 2020 nanti. Dengan catatan, virus corona masih berlanjut hingga periode tersebut.
“Pembiaran terhadap pelanggaran individu, dalam waktu pendek akan menjadi pelanggaran masal.” – Dwi Pudjiarso |
Wacana pengalihan kewenangan pemerintah daerah (Pemda) ke pemerintah pusat dalam perizinan dan pengelolaan tambang menjadi sorotan. Wacana itu tertuang dalam revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Mineral dan Batubara (Minerba) di dalam Rancangan UU Cipta Kerja (omnibus law).
Asosiasi perusahaan tambang atau Indonesia Mining Association (IMA) dan Asosiasi Pertambangan Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) ikut menanggapi wacana ini. Menurut Pelaksana Harian Direktur Eksekutif IMA Djoko Widajatno, pengalihan perizinan dan pengelolaan tambang ke pemerintah pusat bukan lah ide yang buruk.
Djoko mengatakan, tata kelola dan perizinan usaha tambang di Indonesia saat ini memang butuh perbaikan. Menurutnya, jika kewenangan beralih ke pemerintah pusat, maka pertumbuhan izin usaha baru dan tingkat produksi tambang bisa lebih terkendali.
“Diharapkan akan dilakukan pembatasan bertahap, supaya produksi terkendali, juga bisa lebih transparan dan akuntable. Karena kalau di daerah, sementara ini masih macem-macem pemikirannya,” kata Djoko kepada Kontan.co.id, Selasa (18/2).
Kendati begitu, Djoko mengatakan bahwa kewenangan di tingkat daerah tidak bisa seluruhnya dilepas. Hanya saja, Djoko menyoroti, saat ini supervisi pengawasan dan pembinaan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah harus dievaluasi.
“Cuman kontrol harus diperketat. Saat ini supervisi pemerintah pusat belum baik, harus ditingkatkan secara bertahap. Sementara itu, kendali (tata kelola pertambangan) dipusatkan,” terang Djoko.
Dengan demikian, terang Djoko, diharapkan produksi mineral dan batubara dapat lebih terkontrol. Termasuk mengenai kesesuaian data produksi dan penjualan barang tambang antara realitas dan di atas kertas.
“Sekarang masih suka didapati perbedaan ekspor dan yang dilaporkan. Jadi hal-hal semacam itu harus ditutup supaya lebih terkendali,” sebutnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengungkapkan, sebelum era UU Minerba, tata kelola dan perizinan tambang masih berada di pemerintah pusat. Namun seiring dengan berkembangnya aspirasi otonomi daerah, maka perizinan pun bergeser ke tangan pemerintah kabupaten, lalu pemerintah provinsi.
Menurut Hendra, pengalihan kewenangan kembali ke tangan pemerintah pusat perlu mempertimbangkan banyak aspek supaya tidak mengganjal produksi dan investasi di sektor tambang, khususnya batubara. Sebab, katanya, emas hitam ini merupakan komoditas strategis dan vital baik dari sisi energi maupun perekonomian nasional.
Sayangnya, Hendra enggan berkomentar banyak mengenai pengalihan kewenangan ini. “Kita tidak membuat dikotomi antara pusat dan daerah. Pengusaha menyerahkan pengalihan kewenangan ini kepada pemerintah sebagai regulator,” kata Hendra.
kendati nantinya izin berada di pemerintah pusat, sambung Hendra, peran pemerintah daerah tidak bisa tereliminasi. Sebab, operasional tambang berada di daerah, sehingga fungsi pengawasan dan pembinaan tetap melekat. “Karenanya, dalam UU (omnibus law) ini masalah pengawasan dan pembinaan perlu diperjelas,” ungkap Hendra.
Sumber – https://industri.kontan.co.id/
p | “Kecelakaan yang terjadi pada risiko yang telah kita identifikasi, adalah tamparan tidak termaafkan bagi profesi safety kita.” – Dwi Pudjiarso
|
Sektor pertambangan memang masih menjadi salah satu sektor yang seksi untuk sebuah investasi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok target investasi di sektor tambang pada tahun 2020 ini sebesar US$ 7,74 miliar. Angka tersebut secara persentase naik sebesar 19,08% dari realisasi investasi pada tahun lalu yang berada diangka US$ 6,5 miliar. Dimana pada 2019 lalu, target investasi disektor tambang yang tertuang dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sebesar US$ 6,17 miliar.
Sebagai informasi, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa investasi tambang pada tahun lalu didapatkan dari berbagai sisi seperti investasi Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) sebesar US$ 2,53 miliar, investasi dari perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebesar US$ 1,3 miliar.
Perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) PMA dan PMDN sebesar US$ 683,6 juta, dan pemegang Kontrak Karya (KK) sebesar US$ 672,7 juta. Investasi dari pemegang IUP OPK olah murni atau smelter sebesar US$ 609,4 juta dan perusahaan batubara pemegang PKP2B sebesar US$ 551,9 juta. IUP BUMN sebesar US$ 149,4 juta di sepanjang tahun 2019 lalu. Sehingga total realisasi investasi sektor tambang sepanjang 2019 ditaksir mencapai US$ 6,5 miliar.
ESDM mematok target yang lebih besar pada tahun ini dibandingkan dengan realisasi investasi tahun 2019 lalu dengan memproyeksikan besaran investasi akan meningkat sejalan dengan menjamurnya proyek smelter. Selain itu, ESDM juga memproyeksikan pada tahun ini investasi tambang juga akan disokong oleh dua perusahaan tambang raksasa pemegang IUPK yaitu PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang saat ini tengah melakukan pengembangan tambang.
PT United Tractors Tbk (UNTR) merupakan salah satu emiten yang bergerak dalam bisnis komoditas alat berat yang juga memiliki bisnis dalam bidang jasa pertambangan. Sepanjang 2019 yang lalu, bisnis alat berat UNTR memang ikut bergejolak dan sempat beberapa kali merevisi target penjualan karena pasar alat berat yang cenderung lesu. Ditengah lesunya bisnis alat berat, kinerja UNTR cukup bersinar di bidang bisnis jasa pertambangan melalui anak usahanya yaitu PT Pamapersada Nusantara.
PT Pamapersada Nusantara pada tahun 2019 lalu menunjukkan performa kerja yang cukup positif ditengah pasar bisnis batubara yang masih belum stabil. Terhitung hingga November 2019 lalu, volume pengupasan tanah penutup atau overburden removal (OB) mengalami kenaikan sebesar 2,62% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yaitu berada dilevel 916,3 juta bank cubic meter (bcm).
Sejalan dengan meningkatnya volume overburden removal, UNTR melalui anak usahanya PT Pamapersada Nusantara juga mengalami kenaikan pada pengambilan batubara atau coal getting yang secara persentase naik sebesar 5,88% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnyaatau berada dilevel 120,5 juta ton per November 2019. Hal ini bisa dikatakan kinerja jasa pertambangan UNTR pada 2019 menunjukkan performa yang positif.
Kenaikan overburden removal dan coal getting ini didukung pula dengan cuaca sepanjang 2019 lalu cukup mendukung dan tidak adanya hambatan signifikan lainnya di area operasional pertambangan Pamapersada Nusantara. Untuk target overburden removal dan coal getting pada tahun 2020 ini, UNTR belum dapat menyebutkan besaran yang pasti, hanya diperkirakan untuk coal getting tidak jauh berbeda dengan tahun 2019 lalu yaitu berkisar 125 juta—127 juta ton.
Namun, untuk overburden removal besar kemungkinan akan lebih rendah dibandingkan dengan target tahun lalu dikarenakan pelemahan harga batubara yang nampaknya masih akan terjadi. Sedangkan untuk capital expenditure atau capex, UNTR pada tahun ini diproyeksikan sebesar US$ 450 juta. Dimana sekitar 80% akan dialokasikan untuk bisnis jasa pertambangan.
Penulis : Lia Ade Putri
Editor : Faris Primayudha
Sumber – https://duniatambang.co.id/
PT Adaro Energy Tbk (ADRO) belum memiliki rencana akuisisi lahan tambang batubara pada tahun ini. Kondisi pasar batubara yang belum stabil membuat emiten ini memilih memaksimalkan potensi tambang yang ada.
Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira menyampaikan, pihaknya akan fokus pada penerapan keunggulan operasional atau operational excellence pada bisnis inti agar dapat menghadapi tantangan industri batubara. “Kami juga akan tetap melakukan studi untuk pengembangan bisnis,” ujar dia, hari ini.
Strategi efisiensi juga diterapkan di seluruh rantai bisnis perusahaan agar dapat menghasilkan kinerja operasional yang solid dan sesuai dengan target yang diharapkan.
Saat ini, ADRO memiliki model bisnis terintegrasi yang terdiri dari delapan pilar. Di antaranya Adaro Mining, Adaro Services, Adaro Logistics, Adaro Power, Adaro Land, Adaro Water, Adaro Capital, dan Adaro Foundation.
Febriati menyebut, anak-anak usaha ADRO di pilar-pilar bisnis tersebut terlibat dalam setiap bagian rantai pasokan batubara. Dengan demikian, perusahaan dapat mengontrol biaya, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi risiko di pasar.
Terkait produksi batubara, ADRO belum mengumumkan target produksi pada tahun ini. Per akhir kuartal tiga tahun lalu, produksi batubara ADRO naik 13% (yoy) menjadi 44,13 juta ton. Sedangkan target produksi batubara perusahaan di tahun kemarin berada di kisaran 54 juta—56 juta ton.
Meski tidak ada rencana akuisisi, ADRO tetap fokus pada pengembangan bisnis pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola PT Adaro Power.
Salah satu proyek PLTU perusahaan, yakni PLTU Tanjung Power Indonesia kini sudah mulai beroperasi secara komersial. PLTU tersebut berkapasitas 2×100 megawatt (MW) dan akan mengalirkan listrik di kawasan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Sementara itu, proyek PLTU Bhimasena Power Indonesia ditargetkan manajemen ADRO akan selesai dan beroperasi pada tahun ini. “Kegiatan PLTU Bhimasena Power Indonesia telah mencapai tingkat penyelesaian sekitar 87% per akhir September 2019,” imbuh Febriati.
PLTU tersebut berlokasi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah dan memiliki kapasitas listrik sebesar 2×1.000 MW.