INSPEKSI RISIKO MAYOR bagi PENGAWAS
 Â
INSPEKSI RISIKO MAYOR bagi PENGAWAS
 Â
Amapar, 16-20 Mei 2012
    Â
DIKLAT HIRA PENGAWAS
(Hazard Identification and Risk Assessment)
   Â
 DIKLAT INVESTIGASI INSIDEN UNTUK PENGAWAS
DIKLAT KOMPETENSI K3 & LINGKUNGAN WAJIB
BAGI PENGAWAS PERTAMBANGAN TINGKAT DASAR
DIKLAT KOMPETENSI K3 & LINGKUNGAN WAJIB
BAGI PENGAWAS PERTAMBANGAN TINGKAT DASAR
 Â
Seringkali jatuh korban jiwa dalam peristiwa kebakaran dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bagaimana dan apa yang harus dilakukan apabila kita berada didalam bangunan/ gedung yang terbakar. Biasanya dalam kondisi tersebut orang-orang yang tidak terlatih dalam menghadapi kondisi kebakaran akan panik dan cenderung bertindak gegabah, dimana hal ini sangat merugikan karena dapat menyebabkan seseorang kehilangan nyawanya. Pendidikan tanggap darurat kebakaran pada dasarnya dapat kita kenalkan sejak dini terhadap anak-anak kita misalkan melalui permainan atau melalui pengarahan-pengarahan yang dapat kita berikan kepada anak-anak , yang tentunya haruslah dikemas dalam bahasa yang ringan dan mudah dimengerti oleh mereka. Orang tua bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan tanggap darurat kebakaran terhadap anak-anak mereka dengan harapan apabila suatu saat dia berada dalam kondisi darurat maka dia akan tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri sendiri dan orang lain. Dalam bahasan kali ini saya mencoba untuk membahas beberapa tips dalam mempersiapkan dan mengkomunikasikan tanggap darurat kebakaran kepada keluarga kita dirumah. Melalui metode bermain kita bisa mempraktekan bagaimana kita harus berjalan dalam ruangan yang penuh asap. Kita bisa menggunakan permainan âmerangkak dibawah asapâ, dalam permainan ini kita bisa memanfaatkan selimut sebagai simulasi asap, dimana anak-anak kita suruh untuk merangkak dibawah selimut dan barang siapa yang merankaknya terlalu tinggi dan menyentuh selimut, maka dialah yang kena hukuman. Dengan melakukan permainan ini bersama anak-anak, kita akan mengajarkan suatu tingkah laku yang dikehendaki yaitu merangkak serendah mungkin bila ada asap disekitar kita
Kita haruslah berbuat lebih banyak daripada sekedar memberikan informasi pada anggota keluarga tentang tindakan yang harus dilakukan jika pakaian mereka terbakar. Baik orang dewasa maupun anak-anak perlu dididik secara efektif mengenai hal ini. Peragakan bahwa jika pakaian mereka terbakar, mereka harus segera BERHENTI bergerak, MENJATUHKAN DIRI ke tanah (sambil menutup muka dengan kedua tangan ketika menjatuhkan diri), dan BERGULING-guling sampai api terpadamkan. Tekankan bahwa jika pakaian seseorang terbakar, orang yang melihatnya mungkin perlu membantu korban menjatuhkan diri dan berguling-guling untuk memadamkan apinya. Jaket, permadani, selimut, atau bahan-bahan kain yang tebal lain di dekatnya dapat dipakai untuk membantu memadamkan pakaian yang terbakar. Segera setelah api padam, dinginkan daerah itu dengan air (jika tersedia), dan jika memungkinkan, lepaskan serpihan-serpihan pakaian terbakar yang tidak melekat pada kulit korban. Segera panggil ahli medis untuk situasi darurat
Saya rasa itu saja yang bisa saya share kepada para pembaca, saya berharap tulisan singkat ini dapat memberikan sedikit tambahan wawasan kita mengenai sadar akan tanggap darurat kebakaran dalam lingkungan keluarga.
1. Apa yang harus dipersiapkan?
a. Lepaskan segel plastik dan cek cincin karet (seal) pengaman
b. Pasang regulator
c. Putar knopnya searah jarum jam
d. Pastikan selang tidak tertindih atau terlekuk.
2. Cara menggunakan kompor gas yank baik
3. Jika gas ELPIJI habis
Sumber : http://elpiji-aman.blogspot.com/2013/06/petunjuk-safety-keamanan-dalam.html?spref=fb
Bisnis tambang kerap diidentikkan sebagai bisnis yang high cost, high tech, dan high risk. Bahkan, raksasa pertambangan bermodal besar sekalipun tak bisa lepas dari ancaman risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Pertengahan Mei lalu, Indonesia dikejutkan dengan berita kecelakaan tragis yang menewaskan 28 pekerja tambang.
Jeritan minta tolong terdengar dari balik pintu yang tampak terkoyak dan hampir roboh. Kepanikan melanda sepanjang lorong, para karyawan yang berada di luar berusaha membuka paksa pintu itu dan mencari tahu keadaan rekan mereka yang terjebak di dalam terowongan Big Gossan.
Tanggal 14 Mei 2013, terowongan itu menjadi neraka bagi puluhan pekerja tambang PT Freeport Indonesia. Maksud hati ingin berlatih soal keselamatan bekerja, nahas justru menimpa mereka ketika longsor menghacurkan areal terowongan. Dari 38 pekerja yang terjebak, 10 di antaranya berhasil diselamatkan sementara 28 orang lainnya harus rela meregang nyawa.
Ini kali pertama bagi kecelakaan longsor menimpa PT Freeport Indonesia namun kecelakaan yang menimpa pekerja bukanlah satu-satunya yang pernah terjadi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan kecelakaan serupa yang terjadi di Chile, banyak pihak menilai pemerintah terlalu lambat sehingga menyebabkan banyak jatuh korban. Tragedi Big Gossan tentu merupakan pukulan telak bagi pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
PT Freeport Indonesia, perusahaan pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia tak sanggup menyelamatkan puluhan karyawannya yang tewas di tanah mereka mencari nafkah. Pemerintah Indonesia baru mengambil tindakan lima hari pasca kejadian. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan investigasi agar dapat mengetahui penyebab kecelakaan.
Serikat Pekerja Freeport Indonesia pun mengecam manajemen perusahaan yang dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap nasib pekerjanya di lapangan. Virgo Salosa, pemimpin serikat pekerja mendorong pekerja tambang untuk mogok beroperasi sampai hasil investigasi kecelakaan dapat diketahui. âKecelakaan terakhir ini menunjukkan bagaimana sombongnya manajemen Freeport. Itulah kenapa serikat buruh menyerukan agar seluruh pekerja berhenti bekerja di semua areal pertambangan Freeport,â ujar Salosa.
Pasca kecelakaan mengenaskan itu, ramai-ramai semua pihak membicarakan tentang pentingnya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Perusahaan di Indonesia terutama pertambangan dinilai lemah dalam melindungi pekerjanya dan pemerintah, sebagai pembuat kebijakan pun tidak memberikan jaminan yang pasti.
Jauh sebelum tragedi Big Gossan terjadi, di lingkungan Freeport Indonesia, pada Oktober hingga November 2011, ribuan pekerja tambang dan karyawan Freeport Indonesia melakukan mogok kerja dan unjuk rasa besar-besaran. Mereka menuntut kenaikan upah dan perbaikan sistem keselamatan kerja yang dinilai belum berpihak pada pekerja.
Sejatinya, tak perlu menunggu terjadinya kecelakaan untuk memperhatikan faktor kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Baik pemerintah, pengusaha, serta para pekerja sendiri punya peran penting yang harus dimainkan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Said Iqbal, mengatakan upah pekerja Freeport Indonesia sangat jauh lebih rendah daripada pekerja Freeport di Chili. Demikian juga dengan tingkat keselamatan kerjanya yang sangat memprihatinkan, sedangkan pekerja tambang di Chili terjamin hak-haknya atas keselamatan kerja yang tinggi.
Ironisnya, menurut Iqbal, pemerintah justru memperparah nasib buruh tambang, dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 15 Tahun 2005 tentang jam kerja pekerja tambang. Dalam regulasi itu disebutkan, pekerja tambang bisa bekerja selama 12 jam per hari selama 10 minggu berturut-turut.
âIni sangat membahayakan K3 pekerja tambang yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang K3 dan konvensi ILO Nomor 176/1995 tentang keselamatan pekerja tambang,â ujar Iqbal.
Iqbal menuding pemerintah melindungi perusahaan pertambangan `nakal` dengan tidak diratifikasinya Konvensi ILO Nomor 176. âFaktanya, konvensi ILO nomor 176 tidak pernah diratifikasi, padahal resiko pekerja tambang ini sangat besar. Konvensi mensyaratkan adanya jalur evakuasi alternatif. Karena begitu ratifikasi, berarti perusahaan tersebut harus keluar biaya,â tambah Iqbal.
Untuk perusahaan tambang sekelas Freeport yang mencapai kedalaman hingga 4.000 Km, biaya untuk membuat jalur evakuasi tersebut bisa menghabiskan dana hingga triliunan rupiah. Padahal adanya jalur evakuasi sangat penting utamanya jika terjadi kondisi yang tidak diinginkan.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bulan Oktober ini menjadi perhatian dunia internasional bersamaan dengan berlangsungnya konfrensi Asia Pacific Occupational Safety and Healt Organization (APOSHO). Indonesia kebetulan didaulat menjadi tuan rumah dalam acara yang rutin diselenggarakan tiap tahun itu.
Institution of Occupational Safety and Health (IOSH), yang merupakan organisasi profesional dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja terbesar di dunia, sangat mendukung konferensi ini serta berbagai upaya yang dilakukan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), yang secara aktif berusaha menekan tingkat kecelakaan, gangguan kesehatan, dan kematian yang diakibatkan pekerjaan.
Presiden IOSH, Gerard Hand mengatakan, ancaman kecelakaan kerja di negara berkembang seperti Indonesia masih sangat tinggi. Pekerja, pengusaha, dan pemerintah harus bekerja bersama untuk mengurangi tingkat kecelakaan, gangguan kesehatan, dan kematian akibat kerja, khususnya di industri-industri beresiko tinggi seperti konstruksi dan manufaktur.
Organisasi Tenaga Kerja Internasional (ILO) melaporkan setiap tahunnya rata-rata terjadi 317 juta kecelakaan kerja di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, 321 ribu diantaranya merupakan kecelakaan kerja yang bersifat fatal. Bahkan, setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta orang meninggal dunia akibat penyakit yang terkait dengan pekerjaan. Padahal, masalah kesehatan dan keselamatan kerja (K3) ini juga berkaitan dengan efisiensi bisnis.
Gerard mengingatkan kepada para pengusaha agar memberi perhatian lebih seksama pada penerapan K3 di lingkungan perusahaan mereka. âPengetahuan dan kecakapan para pengusaha sangat penting untuk memastikan kesehatan dan keselamatan para pekerjasebagai yang paling utama dan tidak dapat ditawar. Hal ini tidak saja menyelamatkan nyawa manusia, tetapi juga menjadikan bisnis lebih efisien,â kata Gerard.
Data ILO menunjukkan setiap tahun Indonesia menderita kerugian hingga 4% dari pendapatan domestik bruto (PDB) atau senilai Rp 280 triliun akibat kecelakaan kerja. Namun penanganan aspek K3, kesadaran maupun perilaku K3 masih sangat lemah.
Terkait kecelakaan yang sering menimpa pekerja tambang, Gerard pun berkomentar bahwa ada batasan dimana kemungkinan terjadinya sebuah kecelakaan dapat diterima. Namun yang paling penting adalah mengakui secara jujur resiko apa saja yang mungkin terjadi sehingga dapat mengelolanya sebaik mungkin.
Menurutnya, kejujuran merupakan bagian penting dari pengelolaan K3 karena tanpa itu hanya akan bersembunyi di balik kertas-kertas dokumen belaka. âHarus dibedakan antara organisasi yang benar-benar baik dalam pengelolaan K3-nya, dengan organisasi yang hanya di atas kertas dinyatakan baik,â tegasnya.
Ia juga melanjutkan bahwa masih ada budaya untuk menyalahkan faktor âhuman errorâ atau kesalahan pekerja, tanpa adanya kesadaran untuk secara terbuka mengakui akar permasalahan mulanya. Misalnya ketika seseorang jatuh saat hendak membuka jendela yang letaknya tinggi, pasti orang itu akan disalahkan karena memanjat tanpa menggunakan tangga yang aman.
Padahal, jika jujur diakui, mungkin akar permasalahan awalnya ada pada kondisi ruangan yang sirkulasi udaranya kurang baik sehingga memaksa orang itu untuk membuka jendela. Oleh karena itu, pemahaman akan resiko K3 yang sebenarnya dan bagaimana mengelolanya menjadi hal yang amat penting.
WhatsApp us