PT DNX Indonesia

Pelatihan Awareness dan Workshop
SMKP Minerba

PT DNX Indonesia

Berau, 21-23 Maret 2017

 

Anugrah Febrino BalwaTerima kasih kepada pihak management BAMA dan Pihak Indo SHE  telah memberikan fasilitas, untuk bisa menambah wawasan dan pandangan baru dengan sistem manajement pertambangan yang tak hanya diberlakukan   diberlakukan dengan konteks sendiri dan harapannya kedepan kami bisa mengimplementasikan di perusahaan PT BAMA sendiri agar bisa meningkatkan kapasitas kami sebagai perusahaan jasa pertambangan demi memuaskan klien maupun owner di bagian perusahaan pertambangan itu sendiri.

Anugrah Febrino Balwa
Environmental Officer
PT Bangun Arta Hutama

 

Djoko AsyantoAssalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah hari ini kita selesai training SMKP selama 5 hari dan terima kasih kepada manajemen telah dilakukannya development yaitu pengembangan karyawan khususnya dalam bidang keselamatan pertambangan, semoga hari ini bermanfaat untuk kita semua dan bisa memenuhi kebutuhuan owner untuk keselamatan kerja ditambang

 

Djoko Asyanto
Leader Maintenance Alat Berat
PT Bangun Arta Hutama

Hendrik WahyudiTerima kasih kepada Indo SHE selaku trainer dalam menyampaikan materi Diklat dan Konsultasi SMKP Minerba yang mana SMKP ini merupakan suatu regulasi pemerintah ESDM untuk dicanangkan dilakukan oleh para pengusaha tambang maupun jasa pertambangan dan kami terutama perusahaan yang bergerak  dibidang jasa pertambangan dengan adanya training ini akan mengacu kita dalam meregulasi tersebut terutama terhadap owner perusahaan-perusahaan yang kami ikuti terutama disektor pertambangan dan motivasi ini akan membantu kami untuk melakukan suatu pengelolaan terhadap komitmen pertambangan, Terima kasih

Hendrik Wahyudi
PJO PT BAMA – Site BIB

R Eka Putra ArasandyKami CV Hidup Hidayah Ilahi mengucapkan terima kasih kepada PT Indo SHE bekerjasama dengan PT BAMA dalam melaksanakan DIklat dan Konsultasi SMKP Minerba. Semoga dengan adanya diklat dan konsultasi ini kami dapat menjalankan dan menerapkan apa yang sudah kami dapat dipelatihan ini, sejauh ini apa yang disampaikan kami merasa sangat termotivasi, sangat terbantu, sangat memberi persepektif baru kepada kami khususnya perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan batubara. Demikian saya sampaikan, kami atas nama perusahaan CV Hidup Hidayah Ilahi mengucapkan terima kasih kepada PT BAMA selaku pemakrasa diklat ini dan PT Indo SHE selaku support untuk pelaksanaan DIklat dan Konsultasi SMKP Minerba ini.

R. Eka Putra Arasandy
Kepala Teknik Tambang
CV Hidup Hidayah Ilahi

 

 

PT BANGUN ARTA HUTAMA

 Diklat dan Konsultasi SMKP Minerba 

PT BANGUN ARTA HUTAMA

Tanah Bumbu, 13-17 Juni 2017

Perlukah dibuat JSA kalau Prosedur sudah ada?

Perlu disyukuri dalam menjalankan tugas menciptakan tempat kerja yang aman dewasa ini, telah disuguhkan di hadapan kita beraneka ragam perangkat pencegahan kecelakaan yang tinggal dipakai.  Baik perangkat pencegahan kecelakaan yang dilakukan saat pra kontak atau sebelum kecelakaan, saat kontak atau ketika terkena kecelakaan, maupun yang harus dijalankan paska kontak atau setelah kecelakaan. 

Jenisnya pun juga bermacam-macam, mulai dengan yang paling terkenal seperti inspeksi, observasi, investigasi, safety meeting, safety talk, induksi, refresher, prosedur, Job Safety Analysis (JSA), sampai dengan Training Need Analysis (TNA), matrix training, Alat Pelindund Diri (APD), keselamatan bahan kimia, P3K, tanggap darurat, fire protection, audit, kepemimpinan K3, psikologi keselamatan, dan masih banyak sekali macamnya.  Ini semua kembali kepada pilihan kita untuk mengkombinasikannya.

Setiap jenis perangkat tersebut memiliki filosofi, fungsi dan peran pencegahan kecelakaan masing-masing yang unik. Sehingga di dalam mengelola program pencegahan kecelakaan di organisasi perusahaan, kita ditantang untuk jeli meramu jenis-jenis perangkat tersebut menjadi sebuah resep yang paling tepat dibutuhkan perusahaan.  Selain itu, kita juga dituntut memakai daya kreativitas yang tinggi untuk tidak ragu atau merasa tabu memakai jurus ATM (amati, tiru, modifikasi) untuk mendapatkan khasiat maksimal dari program yang kita desain dan jalankan.

Kali ini penulis akan membahas perangkat pencegahan kecelakaan yang namanya JSA dan prosedur.

JSA vs Prosedur- R04-sesuai majalah. (2)Sejak pertama mengenal JSA pada tahun 1984-an, penulis  dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan memakai JSA adalah ketika belum ada prosedur.  Ditanamkan pengertian bahwa JSA dan prosedur itu perannya saling menggantikan.  Saat belum ada prosedur wajib dibuatkan JSA, setelah ada prosedur JSA tidak diperlukan lagi. 

Dalam perjalanannya, ketika semakin mendalami penerapan keduanya di lapangan, penulis  mulai melihat bahwa JSA dan prosedur masing-masing memiliki peran pencegahan kecelakaan yang berbeda dan  keduanya dibutuhkan.  Waktu kita sudah mulai memilah-milah risiko, rendah sekali, rendah, medium, tinggi dan tinggi sekali contohnya, semakin yakin bahwa kita memerlukan keduanya bila ingin program pencegahan kecelakaan kita mujarab.

Yang memprihatinkan, setelah 33 tahun berlalu, pesan normatif bahwa kalau sudah ada prosedur tidak perlu dibuatkan JSA, masih mendarah daging masuk ke dalam pikiran banyak insan K3. 

Mari kita urai satu persatu perbedaan JSA dan prosedur:

  1. Prosedur adalah standar kerja aman yang harus diikuti. Tidak mengikuti dianggap sub standard atau pelanggaran.  Sedangkan JSA adalah panduan pekerja untuk melakukan suatu tugas (task) yang risikonya tinggi, yang dengan teliti menguraikan tugas menjadi langkah-langkah sederhana, mengenali bahaya di setiap langkahnya, kemudian menetapkan cara mengendalikan setiap bahaya, untuk menyelesaikan suatu tugas dengan selamat.
  2. JSA vs Prosedur- R04-sesuai majalah. (3)Prosedur biasanya disusun berawal dari kebutuhan aturan yang diminta oleh elemen atau sub elemen dari suatu sistem keselamatan yang kita pakai, meskipun bisa juga prosedur lahir karena kebutuhan adanya kepastian hukum di lapangan.  Sedangkan kebutuhan membuat JSA lebih disebabkan karena kebutuhan panduan rinci  bagi pekerja untuk bisa mengerjakan suatu tugas yang berisiko tinggi atau sangat tinggi dengan benar dan selamat.  Apalagi tidak jarang suatu tugas terpapar beberapa risiko tinggi atau sangat tinggi sekaligus. 
  3. Sehingga penulisan prosedur biasanya dimulai dengan mempelajari daftar elemen dan sub elemen sebuah sistem yang harus dibuatkan prosedur, dengan urutan penulisan disesuaikan dengan kebutuhan tahapan penerapan sistem tersebut. Sebaliknya, penyusunan JSA biasanya diawali dengan pendataan tugas yang berisiko tinggi atau sangat tinggi yang dimiliki oleh setiap jabatan, dan prioritas penulisannya dimulai dari tugas yang akan dikerjakan terlebih dahulu.
  4. Penyusunan prosedur biasanya dilakukan oleh insan K3 dan atau level manajemen, karena berhubungan dengan kewenangan menetapkan standar aman yang tegas, yaitu batas hitam putih antara yang harus dipenuhi dan yang tidak boleh dilanggar. Sedangkan penyusunan JSA harus dilakukan oleh mereka yang menguasai detil cara mengerjakan tugas itu, sehingga mampu menguraikan langkah-langkah tahapan pengerjaan tugas itu dengan benar.  Karenanya yang paling tepat membuat JSA adalah pengawas garis depan yang bertanggung jawab pada bidang tugas itu, bahkan sering kali harus dibantu secara intensif oleh pekerja yang sehari-harinya rutin mengerjakan tugas itu.JSA vs Prosedur- R04-sesuai majalah. (4)
  5. Perbedaan posisinya di dalam hirarki kendali dimana posisi JSA berada di bawah prosedur, menyebabkan perbedaan tingkat approvalnya. Approval terhadap JSA bisa dilakukan oleh penjabat yang lebih rendah daripada pejabat yang memberikan approval terhadap prosedur, sehingga waktu yang dipergunakan untuk menyusun dan mendapatkan approval JSA biasanya jauh lebih cepat.  Bahkan dalam keadaan mendesak, JSA bisa dibuat dan diapprove dalam semalam.
  6. Hal yang lain, prosedur tidak mencantumkan potensi bahaya, sedangkan JSA mencantumkan potensi bahaya di setiap langkahnya. Tidak jarang dalam satu langkah mengandung lebih dari satu potensi bahaya.
  7. Karena sifatnya sebagai standar pemenuhan dan pelanggaran di suatu perusahaan, prosedur yang sama dapat berlaku di semua departemen dan tempat kerja. Setiap tempat kerja cukup mengidentifikasi bagian mana dari prosedur itu yang berlaku untuk areanya, hal ini berbeda dari JSA yang lebih menekankan pada tindakan nyata dan spesifik yang harus dilakukan khusus untuk mengerjakan tugas itu di tempat itu. Bahkan tidak jarang untuk jenis pekerjaan yang sama tetapi dilakukan di tempat yang berbeda, tidak bisa memakai JSA yang sama, karena tempat yang berbeda ada kemungkinan membutuhkan langkah kerja yang berbeda, sehingga potensi bahayanya berbeda, dan cara pengendaliannyapun juga berbeda.
  8. Secara umum bisa disimpulkan bahwa JSA merupakan perangkat pencegahan kecelakaan yang langsung bisa dipakai oleh pekerja. JSA lebih friendly bagi pekerja.  Berbeda dengan prosedur, di mana ada yang berlaku dan ada yang tidak bagi pekerja di tugasnya masing-masing sehingga memerlukan bantuan pengawas untuk memutuskan, JSA wajib diikuti secara penuh oleh pekerja dari awal sampai akhir.

Dari pembahasan di atas, saya menyimpulkan bahwa prosedur dan JSA keduanya sama-sama dibutuhkan.  Prosedur wajib dimiliki agar perusahaan memiliki aturan K3 yang pasti untuk seluruh kegiatan operasinya.  JSA pun wajib dibuat, untuk setiap tugas yang memiliki potensi bahaya sangat tinggi atau bahkan yang tinggipun, untuk memberikan panduan ketat bagi pekerja mengerjakan tugasnya langkah per langkah dengan benar dan aman.  Sesuai hirarki kendalinya yang berada di bawah prosedur, JSA harus ditinjau kembali isinya pada waktu prosedur di atasnya lahir atau direvisi, untuk memastikan tidak ada yang bertentangan.

JSA vs Prosedur- R04-sesuai majalah. (1)Bila prosedur dan JSA diimplementasikan secara berdampingan, kepastian di dalam mengendalikan risiko akan lebih besar daripada bila hanya mengandalkan prosedur saja.  Manfaat lain dari penerapan JSA adalah kesempatan untuk bisa melibatkan pekerja untuk ikut serta di dalam proses penyusunan salah satu aturan K3 di tempat kerja mereka.  Pelibatan (engagement) pekerja di dalam pengelolaan program K3 berkontribusi besar di dalam road map membangun budaya K3 di perusahaan kita, karena pekerja akan lebih mudah menerima aturan K3 yang mereka buat sendiri, dibandingkan sekedar mengikuti prosedur yang dibuatkan untuk mereka.

Saya meyakini bahwa JSA tidak tabu untuk di-ATM asal hal itu dilakukan untuk membuatnya lebih tajam menjadi panduan pekerja melakukan tugas di lapangan, dan tidak keluar dari filosofi dasar dari JSA itu sendiri sebagai salah satu perangkat pencegahan kecelakaan.  Sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan peran perangkat pencegahan kecelakaan yang lain. 

Kalau begitu, berapa banyak JSA yang harus dibuat di sebuah perusahaan?  Jawabannya, ya sebanyak tugas yang terpapar risiko sangat tinggi dan tinggi di perusahaan itu. Membiarkan pekerja menjalankan tugas berisiko sangat tinggi atau tinggi tanpa JSA adalah sama saja kita menjalan program K3 berbasis asumsi. Yaitu mengasumsikan bahwa pekerja sudah mengerti bagian mana dari prosedur yang berlaku untuk mengerjakan tugasnya, mengasumsikan bahwa pekerja sudah otomatis akan melakukan langkah-langkah kerja yang benar, berasumsi bahwa pekerja akan bisa mengenali potensi bahaya sangat tinggi dan tinggi, dan mengasumsi bahwa mereka sudah mengerti cara pengendaliannya. Pakai JSA untuk bisa mengendalikan risiko tinggi dengan pasti.

Nantikan beberapa artikel tentang JSA selanjutnya.

Dimuat dalam majalah KATIGA No. 62/Th.VIII/2016

Scan Majalah K3 Bag 1 Scan Majalah K3 Bag 2

Ini Daftar Perusahaan Peraih Penghargaan Indonesia Mining Services Awards 2022

Ini Daftar Perusahaan Peraih Penghargaan Indonesia Mining Services Awards 2022 Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo/IMSA)menggelar Indonesia »

Inspeksi The Leader Way

Inspeksi adalah salah satu program pencegahan kecelakaan yang paling populer.  Semua perusahaan industri besar kecil semua memakai pogram inspeksi.  »

Ketangguhan sistem K3 kita diuji

Delapan bulan sudah Covid 19 melanda dunia. Wabah yang bermula dari Wuhan sebuah kota kecil di China tersebut dengan kecepatan supersonik telah »

Cambuk bagi profesional safety

Dunia pertambangan di Indonesia kehabisan air mata. Kecelakaan yang merenggut nyawa karyawan terus terjadi. Begitu banyak karyawan tambang kembali »
PT Trubaindo Coal Mining & PT Bharinto Ekatama – Batch II

PELATIHAN KEWIRAUSAHAAN

PT Trubaindo Coal Mining & PT Bharinto Ekatama
Bunyut, 8-10 Mei 2017

Confined Space (Ruang Terbatas)

Confined Space atau ruang terbatas adalah ruang tertutup atau sebagian tertutup yang cukup besar untuk seorang pekerja masuk. Ruang terbatas dapat tertutup pada semua sisi (misal, tanki) atau terbuka pada dua sisi (misal, conveyor). Ruang terbatas tidak dirancang untuk suatu pekerjaan yang tetap. Ruang terbatas diakses pada kondisi yang diperlukan seperti pemeriksaan, pemeliharaan, perbaikan dan pembersihan. Ruang terbatas biasanya tidak memiliki ventilasi yang cukup, penerangan yang cukup, tidak ada akses jalan yang cukup (pintu masuk yang besar atau tangga) dan terbatas untuk pergerakan pekerja. Berikut adalah contoh dari ruang terbatas:

  • Bunker
  • Tangki air dan tangki
  • Terowongan
  • Pipa besar, dsb
Risiko bekerja di ruang terbatas antara lain:

  • Hazard udara (gas beracun, gas lemas (gas nitrogen), jumlah oksigen.)
  • Suhu ekstrim di dalam ruang terbatas
  • Biological hazard (bakteri, spora, alergen)
  • Peralatan mesin yang bergerak (mixer, tanki pengaduk)
 

Pekerja memasuki Ruang terbatas

Pekerja memasuki Ruang terbatas

Ruang terbatas dengan peringatan tanda bahaya

Ruang terbatas dengan peringatan tanda bahaya

Bekerja di ruang terbatas dengan aman

1.  Mengidentifikasi ruang terbatas

  • menentukan bahaya di setiap ruang terbatas.
  • membuat prosedur kerja di ruang terbatas.
  • pengujian udara dan area ruang terbatas sebelum pekerja masuk.
  • membuat prosedur APD khusus untuk kerja di ruang terbatas
  • membuat prosedur penyelamatan.
  • mendapatkan izin kerja masuk ruang terbatas sebelum memulai pekerjaan
  • hanya personil terlatih yang boleh bekerja di dalam ruang terbatas

2.    Membuat tanda bahaya ruang terbatas

  • tanda bahaya harus jelas, terlihat dan dapat dipahami pekerja
  • menyatakan dengan jelas bahwa area tersebut berbahaya dan hanya orang berwenang yang dapat masuk.

3.    Memberikan informasi kepada pekerja

  • Menjelaskan kepada pekerja tentang ruang terbatas di area kerja dan bahanyanya.
  • Menjelaskan tanda peringatan bahaya  dan memasuki ruang terbatas harus dengan ijin.
  • Mendorong karyawan untuk memberikan informasi terkait area terbatas untuk karyawan lainnya.
Praktek 1.  Identifikasi apakah di tempat kerja anda terdapat area kerja ruang terbatas? Dimana saja? Apakah rambu-rambu sudah terpasang?

2.  Siapa saja yang berwenang memasuki area kerja ruang terbatas? Tindakan pencegahan apa yang dilakukan sebelum memulai bekerja di area ruang terbatas?

3.  Apa yang anda lakukan jika rekan Anda memasuki area kerja ruang terbatas tanpa izin kerja?

Jika dipasang dan digunakan dengan benar, pengelasan dengan busur listrik (las listrik) dapat beroperasi dengan aman. Namun, apabila digunakan dengan cara yang  tidak sesuai, maka dapat menyebabkan risiko kebakaran, ledakan, dan cedera pada retina mata.

STUDI KASUS
Parjo bekerja pada aerial lift di pabrik, mengelas besi siku untuk mendukung balok anak baja. Area yang berada langsung di bawah Parjo mengandung serutan dan potongan magnesium. Suatu ketika, percikan bunga api dan ampas dari pengelasan mendarat di area tersebut dan menyebabkan kebakaran besar yang melanda Parjo. Ia menderita luka bakar parah, menghirup banyak asap kebakaran, asfiksia, hingga akhirnya meninggal dunia.

Lanjut baca ⇒

Sebagaimana pada industri kesehatan, pekerja konstruksi harus beranggapan bahwa pada setiap permukaan benda terdapat potensi terkontaminasi material yang infeksius dan harus selalu waspada saat bekerja di dalam area air limbah atau saluran pembuangan.

STUDI KASUS

Agus, seorang pekerja konstruksi yang sedang mengemudikan loader-nya, tiba-tiba terperosok ke dalam sebuah danau. Walaupun Agus selamat dari kecelakaan itu, perusahaan didesak untuk melakukan pemeriksaan air danau tersebut yang sudah terkontaminasi oleh limbah mentah.

Lanjut baca ⇒

Sering kali terdapat bahaya mematikan mengintai dari bawah tanah di lokasi penggalian. Mari diskusikan bagaimana melakukan pekerjaan agar tidak merusak penanaman utilitas seperti kabel listrik atau saluran pipa.

CONTOH

Seorang pekerja konstruksi menggunakan sebuah bor untuk menggali sebuah lubang untuk menanam kabel dukungan tiang listrik, secara tidak sengaja menggores saluran pipa gas. Bocoran gas serentak menyebar hingga ke bangunan-bangunan di sekitarnya dan terjadi kebakaran selama 20 menit setelah pipa tersebut rusak. Empat orang meninggal dan 15 lainnya cedera. Tiga bangunan hancur dan lebih dari selusin lainnya rusak parah.

Lanjut baca ⇒