Mandala

  1. Training TSAP disampaikan secara cukup detail
  2. Training TSAP disampaikan secara cukup sistematis
  3. Materi yang disampaikan mengunakan bahasa yang mudah dan dimengerti
  4. Pokok pembahasan dapat mudah di cerna dengan baik
  5. Pokok pembahasan mayoritas sudah dapat dan telah atau pernah dilaksanakan di PT MSM dan PT TTN
  6. Pembicara atau Instruktur membantu dengan bak dalam penyampaian untuk peserta yang belum paham
  7. Waktu atau masa training 3 hari adalah sangat cukup untuk pemahaman materi
  8. Interaksi selama training berjalan dengan baik atau responsif

Mandala
PT Meares Soputan Mining

Quote Safety 019 “No one should have to sacrifice their life for
their livelihood, because a nation built on the
dignity of work must provide safe working
conditions for its people.”

– Thomas E. Perez

Quote Safety 018 R01 “Hi sahabat profesional safety,
mari kita berperan sebagai seorang
pembawa pengaruh (influencer) bukan hanya
seorang pembawa berita (messenger)”

– Dwi Pudjiarso

Toka Safe Accountability Program (TSAP) untuk Pengawas  Batch 1-4

Toka Safe Accountability Program
(TSAP) untuk Pengawas
Batch 1-4

PT MSM dan PT TTN

Manado, 28 Jan – 9 Feb 2019

Penyaluran B20 Belum 100 Persen Target per Februari 2019

Penyaluran B20 Belum 100 Persen Target per Februari 2019Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penyaluran mandatori campuran biodiesel 20 persen ke minyak Solar (B20) hingga pekan pertama bulan ini belum berjalan 100 persen. Padahal, pemerintah menargetkan penyaluran mandatori B20 yang berlaku sejak 1 September 2018 bisa berjalan sepenuhnya pada awal 2019.

“Di catatan kami, per 7 Februari 2019, (penyaluran B20) 92 persen (dari target). Per akhir Januari 89 persen,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana usai menghadiri rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (7/2).

Rida mengungkapkan salah satu penyebab belum optimalnya penyaluran B20 adalah penyediaan kapal penampungan terapung (floating storage) yang belum rampung. Rencananya, floating storage akan disediakan di Balikpapan dan Tuban sebagai tempat penyimpanan B20 ke daerah-daerah industri. 

Penyediaan floating storage itu biayanya ditanggung oleh produsen Bahan Bakar Nabati (BBN), penyalur Bahan Bakar Minyak (BBM), dan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. 

Namun, penyediaan floating storage di Tuban yang menjadi hub penyalur B20 di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya masih belum berjalan. Pasalnya, kondisi perairan yang tidak memungkinkan.

“Ternyata, di situ (Tuban) daerah ranjau,” ujarnya.

Guna mengatasi hal itu, pemerintah akan kembali menggelar rapat koordinasi pada pekan depan untuk membahas kelanjutan dari penyediaan floating storage di Tuban, termasuk survei lokasi dan biaya yang dibutuhkan.

Selain itu, lanjut Rida, belum optimalnya penyaluran B20 juga karena penyesuaian titik serah penyaluran BBN pencampur B20 fatty acid methyl esters (fame) ke PT Pertamina (Persero) dari 112 titik menjadi 29 titik yang memerlukan waktu. Sebagai catatan, penyederhanaan titik serah mulai berlaku pada awal Januari 2019.

Secara terpisah, Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan menambahkan belum optimalnya penyaluran B20 juga disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca di laut. Hal itu menyebabkan kapal tidak bisa berlayar selama beberapa waktu.

“Kalau nanti cuaca membaik saya percaya bahwa ini (penyaluran B20) akan naik mendekati 100 persen,” ujarnya.

Lebih lanjut, pergantian pemasok fame ke badan usaha penyalur BBM di awal tahun juga mempengaruhi pasokan B20. Pasalnya, penyediaan fame ke satu titik serah membutuhkan waktu. 

“Harapan saya bulan-bulan ini bisa 100 persen (penyaluran B20),” ujarnya.

Sebagai informasi, pemerintah menargetkan alokasi fame sebagai biodiesel pada 2019 mencapai 6,2 juta kiloliter (kl). Pemerintah telah menunjuk 19 Badan Usaha BBN penyalur fame dan 18 badan usaha bahan bakar minyak (BBM) yang akan menyalurkan B20.

Sumber – www.cnnindonesia.com

Meski Harga Batubara Merosot, Penjualan Truk Tetap Positif

New Dutro 130 HD, Truk Ringan terlaris Hino 2018 - dok PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI) Hino Berhasil Capai target di 2018

Pelemahan harga batubara selama beberapa bulan terakhir tidak menyurutkan permintaan mobil truk. Meski prospek penjualan pada tahun ini tidak terlalu tinggi dibandingkan tahun lalu, sejumlah agen pemegang merek (APM) masih memasang target pertumbuhan.

Manajemen PT Hino Motors Sales Indonesia (HMSI), misalnya, tidak mau mematok target tinggi seperti tahun 2018. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) selama periode Januari hingga Desember 2018, tercatat Hino mampu menjual truk ke pasaran sebanyak 40.072 unit.

Direktur Penjualan dan Promosi PT Hino Motors Sales Indonesia, Santiko Wardoyo, memproyeksikan harga komoditas batubara akan bergerak fluktuatif pada tahun ini. Alhasil, Hino belum bisa memastikan apakah volume penjualan bisa menanjak pada 2019. “Target memang turun karena kondisi tambang masih melambat. Tapi kami lihat sektor lain seperti konstruksi dan logistik masih baik,” ungkap Santiko kepada KONTAN, Senin (11/2).

Hino memasang target penjualan tumbuh 12% menjadi 45.000 unit. Dari proyeksi tersebut, porsi produk light duty truckmenyumbang penjualan 20.000 unit dan medium duty truck 25.000 unit.

Adapun di segmen heavy duty, kontribusi penjualannya terbilang lebih rendah. Santiko menjelaskan, jumlah medium truck tergabung dalam kelas medium duty truck. “Penjualan pada 2018 hanya 225 unit atau sama seperti tahun 2017. Kami melihat tahun ini akan sama karena pasarnya kecil,” jelas Santiko.

Di tahun ini pula, produk Hino khususnya untuk segmen kargo atau transportasi logistik, baik Hino New Generation Ranger dan Hino New Dutro akan ada penambahan fitur terbaru yaitu rear camera, yang menambah keselamatan pengemudi ketika mundur atau parkir di area yang sulit dilihat.

Wait and see

Sementara PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB), distributor truk Fuso di Indonesia pada tahun lalu berhasil meraih pangsa pasar 43,9% di pasar komersial dengan volume penjualan sebanyak 51.132 unit. Jumlah itu naik 20,83% dibandingkan realisasi 2017 yang sebesar 42.319 unit.

Duljatmono, Direktur Krama Yudha Tiga Berlian Motors mengatakan, penjualan komersial tahun ini akan tetap naik, meski pertumbuhannya tidak sebesar tahun lalu. Hal ini karena ada faktor ekonomi yang diprediksikan sama seperti 2018. Momentum tahun politik juga mempengaruhi rencana ekspansi para pebisnis. Umumnya pengusaha wait and see. “Kami harap lewat model baru yakni Fighter, dapat meningkatkan penjualan di segmen medium duty truck,” ujar dia.

Sedangkan PT Isuzu Astra Motor Indonesia menargetkan pertumbuhan penjualan sekitar 21,6% pada tahun 2019. Pada tahun lalu, Isuzu Astra Motor mengalami pertumbuhan positif. Total penjualan dari seluruh modelnya mencapai 25.286 unit, atau tumbuh 23,33% dibandingkan 2017 yang sebanyak 20.502 unit.

Isuzu Elf berkontribusi sebanyak 14.966 unit untuk penjualan total Isuzu di 2018. Angka itu naik 18,6% dibandingkan penjualan 2017. “Januari masih lumayan banyak untuk tambang. Tapi kami lihat sektor logistik jadi perhatian kami,” jelas Attias kepada KONTAN, kemarin. Adapun faktor pendorong tahun ini adalah infrastruktur seperti jalan tol dan bandara.

Sumber – www.cnnindonesia.com

Lagi-lagi, Kementerian ESDM bikin aturan soal smelter, manjurkah?

Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot (kiri) bersama CEO Freeport McMoRan Richard Adkerson (kanan) memberikan keterangan pers seusai penyerahan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia di KemKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan peraturan untuk menjamin komitmen perusahaan dalam membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) di dalam negeri. Beleid yang berbentuk Keputusan Menteri (Kepmen) tersebut, rencananya akan mengatur tentang tata cara pemberian sanksi berupa denda, serta jaminan kesungguhan pembangunan smelter.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, poin penting yang tengah dibahas ialah soal pemberian sanksi denda sebesar 20% dari total penjualan jika dalam waktu enam bulan, perusahaan tidak mencapai progres 90% dari rencana yang telah disampaikan. Menurut Yunus, sanksi tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Hanya saja, lanjut Yunus, Permen tersebut baru menyebut soal pengenaan sanksi, tapi belum mengatur tata cara pemberlakuannya. “Jadi misalnya, kapan dia (perusahaan) harus mulai bayarnya? terus nanti setelah bayar, setelah mengejar ketertinggalan, apakah dihidupkan lagi ekspornya, bagaimana penghentian itu dibuka lagi? Itu nanti diatur lah di (Kepmen) yang baru ini” ungkap Yunus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (4/2).

Asal tahu saja, sanksi denda adminisratif sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri tersebut diatur dalam Pasal 55 ayat (8) Permen Nomor 50 Tahun 2018. Selain itu, pasal yang sama mengaatur juga bahwa pengawasan berkala dilakukan setiap enam bulan dan harus mencapai kemajuan paling sedikit 90% dari rencana yang dihitung kumulatif sampai satu bulan terakhir oleh verifikator independen.

Jika dalam enam bulan progres pembangunannya tidak mencapai 90%, maka rekomendasi ekspor akan dicabut sementara hingga perusahaan yang bersangkuta melaporkan progres yang telah diverfikasi oleh verifikator independen. Sayang, Yunus masih enggan untuk membeberkan detail progres pembangunan smelter dalam periode enam bulan terakhir.

Yang jelas, kata Yunus, masih ada dua perusahaan yang sampai saat ini masih dikenai sanksi pencabutan sementara rekomendasi ekspor. Yakni perusahaan nikel PT Surya Saga Utama serta perusahaan bauksit PT Lobindo Nusa Persada.

Yunus bilang, pihaknya masih menunggu laporan yang telah diverifikasi oleh verifikator independen dari kedua perusahaan tersebut. Yunus pun mengatakan, kewajiban keduanya untuk mengejar rencana pembangunan enam bulan sebelumnya dan mengajukan rencana pembangunan periode selanjutnya, harus tetap dilakukan. “Karena mereka belum mengajukan kembali dan memverifikasi lagi. Selama itu tidak ada, kita nggak bisa keluarkan lagi (rekomendasi ekspor),” jelasnya.

Dalam hal ini, Yunus menjelaskan bahwa meski bermasalahan dengan progres pembangunan smelter, namun PT Surya Saga Utama dan PT Lobindo Nusa Persada tidak serta merta akan dikenakan sanksi denda 20% sesuai Kepmen yang saat ini sedang disusun. “Yang jelas, (Kepmen) ini kan pemberlakukannya ke depan, setelah diterbitkan,” ujarnya.

Jaminan Kesungguhan

Lebih lanjut, Yunus mengatakan bahwa selain denda 20% dari penjualan ekspor, Kepmen itu juga akan mengatur tentang dana jaminan kesungguhan pembangunan smelter. Ini juga ditujukan untuk melengkapi kebijakan yang telah diatur dalam Permen Nomor 25 Tahun 2018 tersebut.

Hanya saja, Yunus menjelaskan bahwa dana jaminan kesungguhan ini akan disetorkan oleh perusahaan per enam bulan, sama dengan periode evaluasi smelter. Dari segi waktu, ini berbeda dengan aturan sebelumnya, dimana dana jaminan ini disetorkan pada awal pembangunan smelter.

Yunus bilang, besaran jaminan tersebut akan diperhitungkan dengan mengacu pada penjualan ekspor. “Jadi setiap dia (perusahaan) ekspor, menyisakan untuk dijaminkan, yang besarannya nanti ditentukan,” jelasnya.

Apabila pembangunan smelter sudah mencapai progres tertentu yang diakumulasi secara total, maka dana tersebut akan dikembalikan kepada perusahaan. “Jaminan kesungguhan itu nanti balik, setelah misalnya, 75% pembangunan secara total selesai, karena berarti kan itu sudah sangat serius (untuk membangun smelter),” imbuhnya.

Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, jika dalam jangka waktu tertentu progres pembangunan tidak juga selesai sesuai dengan yang dijanjikan, maka dana jaminan kesungguhan itu akan menjadi milik negara. Hanya saja, Bambang belum bisa menjelaskan lebih detail mengenai kebijakan ini karena masih dalam proses kajian dan pembahasan. “Nanti di atur, tapi ini masih dikaji,” kata Bambang.

Menurut Yunus Saefulhak, saat ini Kepmen tersebut dalam proses legal drafting di Biro Hukum Kementerian ESDM, yang ditargetkan bisa terbit dalam bulan Februari ini.

Yunus pun bilang, penegasan sanksi dan komitmen terhadap pembangunan smelter ini telah memperhatikan nilai keekonomian bagi juga kesiapan dari para pelaku usaha. “Insha Allah (terbit bulan ini). Tapi kan harus ada kesempatan, regulasi tidak langsung besok berlaku. Artinya kita juga harus fairness terhadap badan usaha,” tandasnya.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Toka Safe Accountability Program (TSAP) for Management

Toka Safe Accountability Program (TSAP)
for Management

PT MSM dan PT TTN

Manado, 5 December 2018

Safety Leadership untuk Pengawas

Safety Leadership untuk Pengawas

PT Berau Coal

30 Nov – 1 Des 2018