Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan peraturan untuk menjamin komitmen perusahaan dalam membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) di dalam negeri. Beleid yang berbentuk Keputusan Menteri (Kepmen) tersebut, rencananya akan mengatur tentang tata cara pemberian sanksi berupa denda, serta jaminan kesungguhan pembangunan smelter.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, poin penting yang tengah dibahas ialah soal pemberian sanksi denda sebesar 20% dari total penjualan jika dalam waktu enam bulan, perusahaan tidak mencapai progres 90% dari rencana yang telah disampaikan. Menurut Yunus, sanksi tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 25 tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Hanya saja, lanjut Yunus, Permen tersebut baru menyebut soal pengenaan sanksi, tapi belum mengatur tata cara pemberlakuannya. “Jadi misalnya, kapan dia (perusahaan) harus mulai bayarnya? terus nanti setelah bayar, setelah mengejar ketertinggalan, apakah dihidupkan lagi ekspornya, bagaimana penghentian itu dibuka lagi? Itu nanti diatur lah di (Kepmen) yang baru ini” ungkap Yunus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (4/2).
Asal tahu saja, sanksi denda adminisratif sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri tersebut diatur dalam Pasal 55 ayat (8) Permen Nomor 50 Tahun 2018. Selain itu, pasal yang sama mengaatur juga bahwa pengawasan berkala dilakukan setiap enam bulan dan harus mencapai kemajuan paling sedikit 90% dari rencana yang dihitung kumulatif sampai satu bulan terakhir oleh verifikator independen.
Jika dalam enam bulan progres pembangunannya tidak mencapai 90%, maka rekomendasi ekspor akan dicabut sementara hingga perusahaan yang bersangkuta melaporkan progres yang telah diverfikasi oleh verifikator independen. Sayang, Yunus masih enggan untuk membeberkan detail progres pembangunan smelter dalam periode enam bulan terakhir.
Yang jelas, kata Yunus, masih ada dua perusahaan yang sampai saat ini masih dikenai sanksi pencabutan sementara rekomendasi ekspor. Yakni perusahaan nikel PT Surya Saga Utama serta perusahaan bauksit PT Lobindo Nusa Persada.
Yunus bilang, pihaknya masih menunggu laporan yang telah diverifikasi oleh verifikator independen dari kedua perusahaan tersebut. Yunus pun mengatakan, kewajiban keduanya untuk mengejar rencana pembangunan enam bulan sebelumnya dan mengajukan rencana pembangunan periode selanjutnya, harus tetap dilakukan. “Karena mereka belum mengajukan kembali dan memverifikasi lagi. Selama itu tidak ada, kita nggak bisa keluarkan lagi (rekomendasi ekspor),” jelasnya.
Dalam hal ini, Yunus menjelaskan bahwa meski bermasalahan dengan progres pembangunan smelter, namun PT Surya Saga Utama dan PT Lobindo Nusa Persada tidak serta merta akan dikenakan sanksi denda 20% sesuai Kepmen yang saat ini sedang disusun. “Yang jelas, (Kepmen) ini kan pemberlakukannya ke depan, setelah diterbitkan,” ujarnya.
Jaminan Kesungguhan
Lebih lanjut, Yunus mengatakan bahwa selain denda 20% dari penjualan ekspor, Kepmen itu juga akan mengatur tentang dana jaminan kesungguhan pembangunan smelter. Ini juga ditujukan untuk melengkapi kebijakan yang telah diatur dalam Permen Nomor 25 Tahun 2018 tersebut.
Hanya saja, Yunus menjelaskan bahwa dana jaminan kesungguhan ini akan disetorkan oleh perusahaan per enam bulan, sama dengan periode evaluasi smelter. Dari segi waktu, ini berbeda dengan aturan sebelumnya, dimana dana jaminan ini disetorkan pada awal pembangunan smelter.
Yunus bilang, besaran jaminan tersebut akan diperhitungkan dengan mengacu pada penjualan ekspor. “Jadi setiap dia (perusahaan) ekspor, menyisakan untuk dijaminkan, yang besarannya nanti ditentukan,” jelasnya.
Apabila pembangunan smelter sudah mencapai progres tertentu yang diakumulasi secara total, maka dana tersebut akan dikembalikan kepada perusahaan. “Jaminan kesungguhan itu nanti balik, setelah misalnya, 75% pembangunan secara total selesai, karena berarti kan itu sudah sangat serius (untuk membangun smelter),” imbuhnya.
Namun, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, jika dalam jangka waktu tertentu progres pembangunan tidak juga selesai sesuai dengan yang dijanjikan, maka dana jaminan kesungguhan itu akan menjadi milik negara. Hanya saja, Bambang belum bisa menjelaskan lebih detail mengenai kebijakan ini karena masih dalam proses kajian dan pembahasan. “Nanti di atur, tapi ini masih dikaji,” kata Bambang.
Menurut Yunus Saefulhak, saat ini Kepmen tersebut dalam proses legal drafting di Biro Hukum Kementerian ESDM, yang ditargetkan bisa terbit dalam bulan Februari ini.
Yunus pun bilang, penegasan sanksi dan komitmen terhadap pembangunan smelter ini telah memperhatikan nilai keekonomian bagi juga kesiapan dari para pelaku usaha. “Insha Allah (terbit bulan ini). Tapi kan harus ada kesempatan, regulasi tidak langsung besok berlaku. Artinya kita juga harus fairness terhadap badan usaha,” tandasnya.
Sumber – https://industri.kontan.co.id