Semangat Pagi…!!!
Pada kesempatan ini, kita akan membahas hal yang selama ini masih jadi bahan pembicaraan yang gak ada habis-habis. Mari kita pendapat cak lontong mengenai ini… ?
Peraturan yang menjadi dasar pembahasan kita pada kesempatan ini terkait izin mengemudi dan izin mengoperasikan peralatan pertambangan adalah:
- UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang kemudian dicabut dan diyatakan tidak berlaku dengan terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
- UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
- PP No. 19 Tahun 1973 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja dibidang Pertambangan
- Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 Tentang Tatacara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
- Kep. Dirjen Minerba No. 185.K/37.04/DJB/2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan Pelaksanaan, Penilaian, dan Pelaporan SMKP Mineral Dan Batubara, yang selanjutnya pada artikel ini kita sebut sebagai Kepdirjen 185
Sebagaimana yang sudah kita bahas pada Seri II – P2H dan Pengujian Peralatan, tujuan dari pengujian ini adalah untuk menilai kelengkapan, kesesuaian, kelaikan, kesiapan dan kehandalan sebuah peralatan, sehingga peralatan dapat dioperasikan dengan aman.
Maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan pengujian peralatan termasuk bagian dari Pengelolaan Keselamatan.
Pertanyaan yang selalu muncul adalah, sebagai pemegang IUP, Sertifikasi Peralatan sebagai salah satu bentuk dari pengelolaan keselamatan kerja harus dikoordinasi atau diterbitkan oleh siapa? Apakah oleh disnaker atau oleh ESDM sebagai instansi teknis pembina?
Mari kita lihat Ketentuan – ketentuan/ Dasar Hukum berikut:
a. UU No. 11 Tahun 1967 Pasal 29
- Tata Usaha, pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
- Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum
Dan berdasarkan Pasal 2 huruf (j), yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan yang saat ini kita kenal sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, atau disingkat Menteri ESDM
Dari ketentuan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengawasan pengelolaan keselamatan kerja adalah urusan Menteri ESDM
b. UU No. 1 Tahun 1970
Dari sekian banyak pasal dalam UU ini, dan kalau kita lihat di bagian “menimbang” huruf (b) PP 19 Tahun 1973 disimpulkan bahwa pengaturan keselamatan kerja secara umum termasuk bidang pertambangan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
Pengaturan pada 2 UU di atas, yaitu:
- UU No. 11 Tahun 1967 yang mengatur bahwa pengawasan pengelolaan keselamatan kerja pada kegiatan pertambangan adalah Menteri ESDM
- UU No. 1 Tahun 1970 yang mengatur bahwa pengawasan pengelolaan keselamatan kerja termasuk kegiatan pertambangan adalah Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
Pengaturan yang berbeda dengan level peraturan yang sama membuat bingung teman-temannya James (baca: Ja-mes). Yang mananya yang harus diikuti? Apakah dua – duanya berarti melakukan pengawasan pengelolaan keselamatan di Pertambangan?
Tapi tidak begitu dengan Ja-mes…. dia gak bingung sama sekali… dia lagi…. mana dia….
c. PP No. 19 Tahun 1973
c.1. Bagian Menimbang
c.1.b. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengatur keselamatan kerja secara umum termasuk bidang pertambangan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
c.1.d bahwa Departemen Pertambangan telah mempunyai personil dan peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan
c.1.e bahwa karenanya perlu diadakan ketentuan tentang pengaturan, dan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan antara Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi dan Menteri Pertambangan
Dari bagian menimbang ini dapat kita lihat bahwa yang menjadi pertimbangan terbitnya PP No. 19 Tahun 1973 ini adalah peran industri pertambangan yang sangat besar terhadap pembangunan nasional dan pertahanan negara serta karakteristik industri pertambangan yang sarat dengan potensi bahaya dan tingginya risiko terjadinya kecelakaan, maka diperlukan pengaturan yang lebih khusus dan kompetensi yang tinggi untuk melakukan pengawasan pengelolaan keselamatan kerja.
c.2. Pasal 1
Peraturan keselamatan kerja dibidang pertambangan bermaksud dalam Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970Â dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
Dan dari pasal 1 di atas, dapat kita lihat bahwa yang membuat pengaturan yang lebih spesifik tersebut adalah Menteri Pertambangan
c.3. Pasal 2
Menteri Pertambangan melakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang Pertambangan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970
c.4. Pasal 3 ayat 1
Untuk pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan Menteri Pertambangan mengangkat pejabat-pejabat yang akan melakukan tugas tersebut setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi
Pejabat-pejabat pada Pasal 3 ayat 1 di atas, yaitu pejabat-pejabat yang akan melaksanakan pengawasan pengelolaan keselamatan kerja, saat ini kita kenal sebagai Inspektur Tambang (IT).
c.5. Pasal 5
Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi pengaturan dan pengawasan terhadap Ketel Uap sebagaimana termaksud dalam Stoom Ordonnantie 1930
Maka, jelaslah bahwa dengan terbitnya PP No. 19 Tahun 1973, dapat kita simpulkan bahwa:
- Pengawasan pengelolaan keselamatan kerja pada kegiatan pertambangan dilaksanakan oleh Menteri ESDM melalui IT. Maka, pengujian atau sertifikasi peralatan yang merupakan bagian dari pengelolaan keselamatan juga menjadi kewenangan Menteri ESDM.
- Pengujian peralatan yang disebutkan diatas dikecualikan untuk Ketel Uap. Sertifikasi ketel uap tetap menjadi kewenangan Menteri ketenagakerjaan.
Kenapa begitu?
Karena kalau kita lihat bagian menimbang pada PP No. 19 Tahun 1973, salah satu alasan pengawasan pengelolaan keselamatan pada kegiatan pertambangan diatur secara khusus oleh Menteri Pertambangan, bukan oleh Menteri ketenagakerjaan adalah Kompetensi Pengawas. Dimana pada kegiatan pertambangan sangan minim penggunaan Ketel Uap dibanding dengan industri lain, maka pembinaan kompetensi pengawasan ketel uap lebih mumpuni di Kementerian ketenagakerjaan.
Bagaimana dengan fakta, bahwa dengan alasan memelihara hubungan baik dengan Disnaker, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan sertifikasi peralatan selain dengan ESDM tapi juga dengan Disnaker?
Saya melihat ini sebagai hal yang kurang bijak, karena membina hubungan baik dapat dilakukan dilakukan dengan pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam peraturan, bukan dengan justru menciderai peraturan itu sendiri.
Disamping itu, dengan mensertifikasi peralatan sampai 2 kali, maka biaya pun akan meningkat, keuntungan perusahaan turun, maka potensi pendapatan negara juga akan turun, yang kalau praktek ini terus berlangsung dengan skala besar, maka juga akan memperlambat terciptanya kemakmuran rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini… (sudah cocok jadi politikus kata si Ja-mes….. J kau ngejek ya Ja-mes…)
Bagaimana Sertifikasi Peralatan di Minerba (ESDM)?
Sebelum terbitnya Permen ESDM No. 11 Tahun 2018, Kepala Inspektur Tambang (KaIT) menerbitkan beberapa sertifikat untuk peralatan seperti:
- Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan (SKPP)
- Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi (SKPI)
- Surat Izin Layak Operasi (SILO)
..sebagai tindak lanjut pengujian yang dilakukan oleh KTT dan pihak ke-3 dan yang disaksikan oleh IT.
Akan tetapi dengan terbitnya Permen ESDM No, 11 Tahun 2018 dengan semangat penyederhanaan, maka KaIT tidak lagi menerbitkan sertifikat untuk peralatan. Dengan kata lain, peralatan silahkan diuji sendiri oleh KTT, atau kalau tidak mampu baik dari sisi alat uji maupun tenaga penguji, silahkan bekerjasama dengan pihak ke-3 yang sudah memiliki perizinan yang sesuai. Kemudian lakukan pengujian dan nyatakan sendiri perlatan tersebut lulus uji atau tidak.
Dan, mohon diingat karena pengujian peralatan masuk dalam kategori kegiatan jasa inti, maka pihak ke-3 yang bekerjasama dengan KTT dalam hal pengujian alat harus memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang sesuai.
Sampai disini dulu… sudah capek ngetiknya…. dan si Ja-mes minta dianterin ke temat kursus….. ha..ha… gaya si Ja-mes… paling juga tidur dia disana…. ? “-) suka-suka kau lah Ja-mes….
Semangat Pagi…. dan selamat memberikan yang terbaik
Horas Pasaribu
www.horaspasaribu.com