Ignasius Jonan bakal larang penuh ekspor ore nikel, investasi 57 smelter berhenti?
FILE PHOTO: A worker displays nickel ore in a ferronickel smelter owned by state miner Aneka Tambang Tbk at Pomala district, Indonesia, March 30, 2011. REUTERS/Yusuf Ahmad/File Photo

FILE PHOTO: A worker displays nickel ore in a ferronickel smelter owned by state miner Aneka Tambang Tbk at Pomala district, Indonesia, March 30, 2011. REUTERS/Yusuf Ahmad/File Photo

Produsen nikel yang sedang membangun smelter kini dibuat cemas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun beleid berkenaan dengan percepatan peghentian ekspor bijih nikel (ore) secara total.

Sejatinya, pemerintah sudah memiliki rencana untuk menutup ekspor nikel ore pada tahun 2022. Hal ini bersamaan dengan target penyelesaian pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter).

Rencana penyetopan yang dipercepat itu dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin. Ia bilang, pihaknya sudah diajak berdialog dengan pemerintah dalam rencana penerbitan aturan baru untuk mempercepat penyetopan ekspor bijih nikel itu.

Hanya saja ia enggan membeberkan isi dari aturan yang pernah dibicarakan. “Iya sedang dibuat aturan. Poinnya revisi, stop ekspor,” terangnya kepada KONTAN.

Baginya, pemerintah harus konsisten dengan PP 01/2019, bahwa pemberlakuan penghentian ekspor baru bisa dilakukan pada tahun 2022. Sebab ia takut, jika keputusan pemberhentian ekspor dikeluarkan dalam waktu cepat, maka akan banyak kerugian yang dialami penambang maupun pembuat smelter.

Seperti misalnya, akan ada banyak tambang nikel yang tutup karena tidak bisa diekspor, berimbas pada harga yang tidak balancing. “Harga ekspor dan harga lokal kan mati. Nanti terjadi kartel, ada yang menguasai harga dan kita tidak sanggup,” terangnya. Terlebih lagi, banyak yang tengah mengembangkan smelter, namun tidak ada pemasukan dana melalui penjualan bijih nikel yang diekspor. Alhasil, pembangunannya mangkrak.

Seperti diketahui, pengaturan dan pelarangan ekspor mineral mentah sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 atau UU Minerba. Pasal 103 ayat (1) dalam beleid tersebut mewajibkan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

Simak strategi produsen batubara di tengah harga anjlok

Sejumlah alat berat memuat batu bara ke dalam truk di pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Kamis (13/6/2019).Harga Batubara Acuan (HBA) September tahun ini dipatok US$ 65,79 per metrik ton nilai ini menyusut 9,47% dari HBA Agustus US$ 72,67 per ton, harga batubara terus berada dalam tren penurunan. Meski begitu hal ini tak membuat produsen memangkas target produksi ataupun menahan kegiatan eksplorasi.

Direktur PT ABM Investama Tbk, Adrian Erlangga menyampaikan perusahaan terus melanjutkan kegiatan eksplorasi. Sebagai infrormasi sekarang cadangan batubara milik emiten berkode saham ABMM ini sekitar 250 juta ton batubara.

Pada tahun ini ABMM membidik produksi batubara sebesar 12 juta ton batubara, hingga semester 1 2019 produksi batubara mereka sebesar 6 juta ton batubara.

Perusahaan memasarkan batuabara ke pasar domestik ataupun pasar ekspor, adapun pasar ekspor mereka meliputi India, penjualan ke India sebesar 60% dari total penjualan kemudian mereka juga menjual ke beberapa negara lain seperti China.

Sebagai informasi ABMM memiliki tiga konsesi batubara dengan total luas 7.714 hektare dengan kalori batubara sebesar 3.400 hingga 4.200 kcal/kg.

Sebagai strategi di tengah penurunan harga batubara, ABMM melanjutkan efisiensi biaya dan menjalankan strategi end-to-end services yang berfokus pada value chain batubara. “Target produksi dan kegiatan eksplorasi masih jalan terus,” ungkapnya pada Kontan, Kamis (12/9).

Begitu juga Direktur dan Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk (BUMI), Dileep Srivastava menyampaikan meski di tengah penurunan harga batubara mereka tak mengubah target produksi untuk tahun ini. “Tidak ada perubahan target volume produksi tahun ini sekitar 87 juta ton hingga 90 juta ton,” katanya.
Ia menyebut selain penjualan dalam negeri juga akan memaksimalkan penjualan ekspor. Dileep mengaku perusahaan memiliki cadangan yang cukup.

Dalam catatan Kontan, emiten milik Grup Bakrie itu memiliki cadangan batubara 2,7 miliar ton. Dari sisi sumber daya, BUMI masih mempunyai total sumber daya sangat besar, yakni mencapai 12,6 miliar ton.

Sedangkan, PT Indo Tambangraya Megah Tbk terus menerapkan strategi efiesiensi. Wakil Direktur Utama Indo Tambangraya Megah A.H. Bramantya Putra menyampaikan sebagai salah satu strategi perusahaan di tengah menurunnya harga batubara yakni menerapkan efisiensi biaya di semua pos pengeluaran.

Ia menambahkan walaupun harga batubara berada dalam tren penurunan, ITMG terus melanjutkan kegiatan eksplorasi. “Kegiatan eksplorasi tidak dihentikan karena tujuan eksplorasi untuk mendapatkan data cadangan untuk kebutuhan perencanaan jangka panjang,” tambahnya.

Per akhir 2018, ITMG mencatat cadangan sebanyak 355 juta ton dengan sumber daya sebesar 1486 juta ton. Sebelumnya, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk Febriati Nadira mengungkapkan perusahaan terus menjalankan efisiensi dan mengoptimalkan operasional di seluruh rantai bisnis.

Sampai semester pertama tahun ini ADRO sudah berhasil mengeduk emas hitam mencapai 28,48 juta ton batubara, angka ini naik 18% dari periode yang sama tahun lalu seiring dengan dukungan tingginya pertmintaan maupun kinerja operasional.

Pada tahun ini ADRO membidik produksi batubara sebesar 56 juta ton batubara. Perusahaan optimis menjaga kinerja pada 2019 sesuai dengan target yang ditetapkan.

Reporter: Ika Puspitasari
Editor: Azis Husaini

Sumber: https://industri.kontan.co.id

KIM & KPP – Pertambangan Mineral dan Batubara

Semangat Pagi…!!!

Topik pembahasan kita hari ini tidak berhubungan dengan KK / KTP / Buku tabungan /surat nikah dan lain sebagainya…. karena kita tidak sedang mengurus kredit sepeda.. ? Hari ini kita akan berdiskusi terkait dengan pelaksana peledakan pada kegiatan pertambangan mineral dan batubara.

Peraturan yang menjadi dasar pembahasan kita pada kesempatan ini terkait dengan pelaksana peledakan adalah:

  1. Kepmen PE No. 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum, yang selanjutnya kita sebut sebagai Kepmen 555. Kepmen ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 (perizinan) dan Permen No. 26 Tahun 2018 (Pengawasan)
  2. Kepmen ESDM No. 1827K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik, yang selanjutnya pada artikel ini kita sebut sebagai Kepmen 1827
  3. Kep. Dirjen Minerba No. 309.K/37.04/DJB/2018 tentang Petunjuk Teknis Keselamatan Bahan Peledak dan Peledakan Serta Keselamatan Fasilitas Penimbunan Bahan Bakar Cair Pada Kegiatan Usaha Petambangan Mineral dan Batubara, yang selanjutnya pada artikel ini kita sebut sebagai Kepdirjen 309

Kegiatan peledakan pada pertambangan mineral dan batubata memiliki potensi bahaya yang besar dan risiko terjadinya kecelakaan yang sangat tinggi, seperti:

  • Flying rock
  • Air Blast
  • Smokes and Fumes
  • Vibration
  • Miss Fire
  • Premature Blasting, dll

sehingga perlu dipastikan kompetensi petugas-petugas pelaksana peledakan, sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan risiko atau mencegah terjadinya kecelakaan.

Saya diingatkan si Ja-mes… bahwa salah satu dari 5 faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan yang sering kita sebut sebagai “5M” adalah “Man”, yang termasuk di dalamnya adalah masalah kompetensi. Kesimpulannya adalah, kompetensi salah satu faktor penting yang perlu kita cermati atau pastikan untuk keselamatan kegiatan peledakan.

Pertanyaan yang sering muncul adalah, dalam hal kompetensi, apa saja syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana peledakan atau yang sering disebut sebagai kru peledakan?

Mari kita lihat Ketentuan – ketentuan/ Dasar Hukum berikut:

A. Kepmen 555

  1. Pasal 1 ayat 17, Juru ledak adalah seseorang yang diangkat oleh perusahaan pertambangan atau Kepala Teknik Tambang untuk melaksanakan pekerjaan peledakan dan orang tersebut harus memiliki Kartu Izin Meledakkan (KIM)
  2. Pasal 1 ayat 18, Pekerjaan Peledakan adalah pekerjaan yang terdiri dari meramu bahan peledak, membuat primer, mengisi dan menyumbat lubang ledak, merangkai dan menyambung suatu pola peledakan, menyambung suatu sirkit alat penguji atau mesin peledak, menetapkan daerah bahaya, menyuruh orang menyingkir, dan berlindung, menguji sirkit peledakan, meledakkan lubang ledak, menangani kegagalan peledakan, dan mengendalikan akibat peledakan yang merugikan seperti lontaran batu, getaran tanah, kebisingan, dan tertekannya udara yang mengakibatkan efek ledakan (air blast)

Berdasarkan Pasal 1 ayat 17 dapat kita lihat bahwa Pekerjaan Peledakan harus dilakukan oleh Juru Ledak yang sudah memiliki KIM.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 18 Pekerjaan peledakan yang dimaksud pada Pasal 1 ayat 17 terdiri dari:

  • meramu bahan peledak
  • membuat primer
  • mengisi dan menyumbat lubang ledak
  • merangkai dan menyambung suatu pola peledakan
  • menyambung suatu sirkit alat penguji atau mesin peledak
  • menetapkan daerah bahaya
  • menyuruh orang menyingkir, dan berlindung
  • menguji sirkit peledakan
  • meledakkan lubang ledak
  • menangani kegagalan peledakan
  • mengendalikan akibat peledakan

Dengan kata lain, untuk diizinkan melakukan aktivitas – aktivitas di atas, harus terlebih dahulu memiliki KIM, atau untuk diizinkan melaksanakan kegiatan “menyumbat lubang ledak” atau stemming sekalipun dipersyaratkan harus memiliki kompetensi yang sama dengan orang yang melakukan penanganan misfire, karena sama – sama dipersyaratkan memiliki KIM, seolah – olah tidak fair bukan…??? tapi jangan langsung sedih dulu, jadilah optimis, semua akan ada jalan keluarnya… jangan menyerah… jangan bersungut – sungut.. semangat yang patah sumber penyakit… ?

Pengaturan seperti ini (Kepmen 555), dimana semua orang yang terlibat dalam kegiatan peledakan (melaksanakan kegiatan peledakan) harus memiliki KIM, sangat menyulitkan perusahaan, karena:

  1. Banyak kru peledakan yang tugasnya hanya untuk melakukan stemming (stemming) dan hanya memiliki ijazah SD atau SMP tidak memungkinkan untuk mendapat KIM, karena syarat utama mendapat KIM harus lulus uji kompetensi Juru Ledak Kelas II, dan syarat untuk bisa ikut uji kompetensi Juru Ledak Kelas II, minimal SMA atau sederajat, tentunya yang saat ini masih berlaku… J
  2. Sampai dicabutnya Kepmen 555 terkait dengan perizinan dengan terbitnya Permen ESDM No. 11 Tahun 2018, hanya LSP BPSDM yang sudah mendapatkan lisensi BNSP untuk melaksanakan uji kompetensi Juru Ledak. Jadi, apabila semua perusahaan pertambangan mineral dan batubara pengguna bahan peledak mengirimkan kru peledakannya, maka tidak mungkin juga terlayani di waktu yang sama.

Pengaturan seperti di Kepmen 555 sempat membuat banyak KTT kebingungan dan memilih tetap menggunakan tenaga kerja yang disebut sebagai “helper” untuk melaksanakan tugas – tugas yang tidak menuntut kompetensi tinggi, akan tetapi dibekali terlebih dahulu tentang bahaya dan risiko kegiatan peledakan, dan segera melaporkan ke pengawas apabila menemukan bahaya. Walaupun sebenarnya mereka belum punya KIM, dan dengan persyaratan uji kompetensi Juru Ledak saat ini, akan sangat sulit buat mereka (helper) untuk memenuhi persyaratan tersebut.

Akan tetapi, di lain pihak kalau Inspektur Tambang (IT) tidak bertindak maka akan disebut sebagai pembiaran. Maka, jalan keluarnya adalah mari kita identifikasi lagi seluruh kegiatan peledakan, termasuk potensi bahaya dan pengendaliannya, untuk kemudian kita buat cluster atau pegelompokan bahaya dan risiko sesuai dengan kebutuhan spesifik masing-masing sub-kegiatan peledakan.

Sehingga, dengan semangat penyederhanaan, maka terbitlah Kepmen 1827 dengan beberapa kemudahan yang diberikan, salah satunya di bidang peledakan.

B. Kepmen ESDM No. 1827

Salah satu bentuk penyederhanaan yang ditawarkan oleh Kepmen 1827 adalah Kartu Pekerja Peledakan (KPP). Kartu Pekerja Peledakan dimaksudkan untuk menggantikan KIM padabeberapa sub kegiatan peledakan, dan muncullah KPP Pertama, KPP Madya, dan KIM (tidak berubah)

Sesuai dengan tingkatannya (mulai dari paling rendah), maka Ruang Lingkup Tugas untuk masing jabatan tersebut di atas adalah:

KPP Pertama, tugasnya mencakup :

  • Pengamanan bahan peledak
  • Menyumbat lubang ledak

KPP Madya, tugasnya mencakup :

  • mengangkut bahan peledak
  • administrasi gudang bahan peledak
  • meramu bahan peledak, membuat primer
  • mengisi bahan peledak ke lubang ledak
  • merangkai dan menyambung bahan peledak

Pemegang KIM, tugasnya mencakup :

  • menguji pola peledakan
  • menetapkan daerah bahaya peledakan
  • menyuruh orang menyingkir dan berlindung
  • meledakkan lubang ledak
  • menangani kegagalan peledakan
  • menyambung sirkit peledakan ke sirkit detonator
  • mengendalikan akibat peledakan
  • memastikan hasil peledakan.

PERSYARATAN & DITERBITKAN OLEH :

KPP Pertama, Syarat :

  • Pendidikan dan pelatihan pengelola peledakan yang diselenggarakan secara internal oleh KTT
  • Diterbitkan oleh KTT

KPP Madya, Syarat :

  • Telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan juru ledak (kelas II) yang diselenggarakan oleh instansi terkait, dengan kata lain “bukan sertifikat kompetensi”
  • Diterbitkan oleh KaIT

Pemegang KIM, Syarat :

  • Sertifikat Kompetesi Juru Ledak kelas II
  • Diterbitkan oleh KaIT

Sehingga tidak perlu seluruh personil yang terlibat dalam kegiatan peledakan harus memiliki:

  1. Sertifikat kompetensi Juru Ledak Kelas II
  2. Kartu Izin Meledakkan (KIM)        

akan tetapi, menyesuaikan tugas, potensi bahaya dan risiko, dengan jenjang perizinan yang dibutuhkan (KPP atau KIM)

Koq… gak berhenti-berhenti ketawanya si James ini….. #$%$&*!!!

Wokelah kalau begitu…. paling capek sendiri dia nanti……

Semangat Pagi…. dan selamat memberikan yang terbaik

Horas Pasaribu

https://www.horaspasaribu.com

 

Safety Leadership Workshop For Safety Managers

Safety Leadership Workshop For Safety Managers

PT Sinarmas Mining

Bogor, 10-11 Sep 2019

Semangat Pagi…!!!

Pada kesempatan ini, kita akan membahas hal yang selama ini masih jadi bahan pembicaraan yang gak ada habis-habis. Mari kita pendapat cak lontong mengenai ini… ?

Pengujian Peralatan – KESDM atau Kemnaker 2

Peraturan yang menjadi dasar pembahasan kita pada kesempatan ini terkait izin mengemudi dan izin mengoperasikan peralatan pertambangan adalah:

  1. UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan yang kemudian dicabut dan diyatakan tidak berlaku dengan terbitnya UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  2. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
  3. PP No. 19 Tahun 1973 Tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja dibidang Pertambangan
  4. Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 Tentang Tatacara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
  5. Kep. Dirjen Minerba No. 185.K/37.04/DJB/2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keselamatan Pertambangan dan Pelaksanaan, Penilaian, dan Pelaporan SMKP Mineral Dan Batubara, yang selanjutnya pada artikel ini kita sebut sebagai Kepdirjen 185

Pengujian Peralatan – KESDM atau Kemnaker 3

Sebagaimana yang sudah kita bahas pada Seri II – P2H dan Pengujian Peralatan, tujuan dari pengujian ini adalah untuk menilai kelengkapan, kesesuaian, kelaikan, kesiapan dan kehandalan sebuah peralatan, sehingga peralatan dapat dioperasikan dengan aman.

Maka dapat kita simpulkan bahwa kegiatan pengujian peralatan termasuk bagian dari Pengelolaan Keselamatan.

Pertanyaan yang selalu muncul adalah, sebagai pemegang IUP, Sertifikasi Peralatan sebagai salah satu bentuk dari pengelolaan keselamatan kerja harus dikoordinasi atau diterbitkan oleh siapa? Apakah oleh disnaker atau oleh ESDM sebagai instansi teknis pembina?

Mari kita lihat Ketentuan – ketentuan/ Dasar Hukum berikut:

a. UU No. 11 Tahun 1967 Pasal 29

  1. Tata Usaha, pengawasan pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan dipusatkan kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
  2. Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan umum

Dan berdasarkan Pasal 2 huruf (j), yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang lapangan tugasnya meliputi urusan pertambangan yang saat ini kita kenal sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, atau disingkat Menteri ESDM

Dari ketentuan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengawasan pengelolaan keselamatan kerja adalah urusan Menteri ESDM

b. UU No. 1 Tahun 1970

Dari sekian banyak pasal dalam UU ini, dan kalau kita lihat di bagian “menimbang” huruf (b) PP 19 Tahun 1973 disimpulkan bahwa pengaturan keselamatan kerja secara umum termasuk bidang pertambangan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi

Pengaturan pada 2 UU di atas, yaitu:

  1. UU No. 11 Tahun 1967 yang mengatur bahwa pengawasan pengelolaan keselamatan kerja pada kegiatan pertambangan adalah Menteri ESDM
  2. UU No. 1 Tahun 1970 yang mengatur bahwa pengawasan pengelolaan keselamatan kerja termasuk kegiatan pertambangan adalah Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi

Pengaturan yang berbeda dengan level peraturan yang sama membuat bingung teman-temannya James (baca: Ja-mes). Yang mananya yang harus diikuti? Apakah dua – duanya berarti melakukan pengawasan pengelolaan keselamatan di Pertambangan?

Pengujian Peralatan – KESDM atau Kemnaker 4

Tapi tidak begitu dengan Ja-mes…. dia gak bingung sama sekali… dia lagi…. mana dia….

Pengujian Peralatan – KESDM atau Kemnaker 5

c. PP No. 19 Tahun 1973

c.1. Bagian Menimbang

c.1.b. bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengatur keselamatan kerja secara umum termasuk bidang pertambangan yang menjadi tugas dan tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi

c.1.d bahwa Departemen Pertambangan telah mempunyai personil dan peralatan yang khusus untuk menyelenggarakan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan

c.1.e bahwa karenanya perlu diadakan ketentuan tentang pengaturan, dan pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan antara Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi dan Menteri Pertambangan

Dari bagian menimbang ini dapat kita lihat bahwa yang menjadi pertimbangan terbitnya PP No. 19 Tahun 1973 ini adalah peran industri pertambangan yang sangat besar terhadap pembangunan nasional dan pertahanan negara serta karakteristik industri pertambangan yang sarat dengan potensi bahaya dan tingginya risiko terjadinya kecelakaan, maka diperlukan pengaturan yang lebih khusus dan kompetensi yang tinggi untuk melakukan pengawasan pengelolaan keselamatan kerja.

c.2. Pasal 1

Peraturan keselamatan kerja dibidang pertambangan bermaksud dalam Undang-undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 dilakukan oleh Menteri Pertambangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi

Dan dari pasal 1 di atas, dapat kita lihat bahwa yang membuat pengaturan yang lebih spesifik tersebut adalah Menteri Pertambangan

c.3. Pasal 2

Menteri Pertambangan melakukan pengawasan atas keselamatan kerja dalam bidang Pertambangan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970

c.4. Pasal 3 ayat 1

Untuk pengawasan keselamatan kerja dibidang pertambangan Menteri Pertambangan mengangkat pejabat-pejabat yang akan melakukan tugas tersebut setelah mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi

Pejabat-pejabat pada Pasal 3 ayat 1 di atas, yaitu pejabat-pejabat yang akan melaksanakan pengawasan pengelolaan keselamatan kerja, saat ini kita kenal sebagai Inspektur Tambang (IT).

c.5. Pasal 5

Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi pengaturan dan pengawasan terhadap Ketel Uap sebagaimana termaksud dalam Stoom Ordonnantie 1930

Maka, jelaslah bahwa dengan terbitnya PP No. 19 Tahun 1973, dapat kita simpulkan bahwa:

  1. Pengawasan pengelolaan keselamatan kerja pada kegiatan pertambangan dilaksanakan oleh Menteri ESDM melalui IT. Maka, pengujian atau sertifikasi peralatan yang merupakan bagian dari pengelolaan keselamatan juga menjadi kewenangan Menteri ESDM.
  2. Pengujian peralatan yang disebutkan diatas dikecualikan untuk Ketel Uap. Sertifikasi ketel uap tetap menjadi kewenangan Menteri ketenagakerjaan.

Kenapa begitu?

Karena kalau kita lihat bagian menimbang pada PP No. 19 Tahun 1973, salah satu alasan pengawasan pengelolaan keselamatan pada kegiatan pertambangan diatur secara khusus oleh Menteri Pertambangan, bukan oleh Menteri ketenagakerjaan adalah Kompetensi Pengawas. Dimana pada kegiatan pertambangan sangan minim penggunaan Ketel Uap dibanding dengan industri lain, maka pembinaan kompetensi pengawasan ketel uap lebih mumpuni di Kementerian ketenagakerjaan.

Bagaimana dengan fakta, bahwa dengan alasan memelihara hubungan baik dengan Disnaker, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan sertifikasi peralatan selain dengan ESDM tapi juga dengan Disnaker?

Saya melihat ini sebagai hal yang kurang bijak, karena membina hubungan baik dapat dilakukan dilakukan dengan pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam peraturan, bukan dengan justru menciderai peraturan itu sendiri.

Disamping itu, dengan mensertifikasi peralatan sampai 2 kali, maka biaya pun akan meningkat, keuntungan perusahaan turun, maka potensi pendapatan negara juga akan turun, yang kalau praktek ini terus berlangsung dengan skala besar, maka juga akan memperlambat terciptanya kemakmuran rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini… (sudah cocok jadi politikus kata si Ja-mes….. J kau ngejek ya Ja-mes…)

Bagaimana Sertifikasi Peralatan di Minerba (ESDM)?

Sebelum terbitnya Permen ESDM No. 11 Tahun 2018, Kepala Inspektur Tambang (KaIT) menerbitkan beberapa sertifikat untuk peralatan seperti:

  1. Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan (SKPP)
  2. Sertifikat Kelayakan Penggunaan Instalasi (SKPI)
  3. Surat Izin Layak Operasi (SILO)

..sebagai tindak lanjut pengujian yang dilakukan oleh KTT dan pihak ke-3 dan yang disaksikan oleh IT.

Akan tetapi dengan terbitnya Permen ESDM No, 11 Tahun 2018 dengan semangat penyederhanaan, maka KaIT tidak lagi menerbitkan sertifikat untuk peralatan. Dengan kata lain, peralatan silahkan diuji sendiri oleh KTT, atau kalau tidak mampu baik dari sisi alat uji maupun tenaga penguji, silahkan bekerjasama dengan pihak ke-3 yang sudah memiliki perizinan yang sesuai. Kemudian lakukan pengujian dan nyatakan sendiri perlatan tersebut lulus uji atau tidak.

Dan, mohon diingat karena pengujian peralatan masuk dalam kategori kegiatan jasa inti, maka pihak ke-3 yang bekerjasama dengan KTT dalam hal pengujian alat harus memiliki Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang sesuai.

Sampai disini dulu… sudah capek ngetiknya…. dan si Ja-mes minta dianterin ke temat kursus….. ha..ha… gaya si Ja-mes… paling juga tidur dia disana…. ? “-) suka-suka kau lah Ja-mes….

Semangat Pagi…. dan selamat memberikan yang terbaik

Horas Pasaribu

www.horaspasaribu.com

Freeport dapat tambahan kuota produksi, ekspor konsentrat segera digenjot
Terowongan pertambangan tembaga underground Freeport Indonesia di Grasberg Papua

Terowongan pertambangan tembaga underground Freeport Indonesia di Grasberg Papua

PT Freeport Indonesia (PTFI) kembali bisa menggenjot produksi konsentrat tembaga. Pasalnya, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) telah menyetujui revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan PTFI.

Dalam revisi RKAB tersebut, PTFI mendapatkan tambahan kuota produksi. Sehingga dengan persetujuan tersebut, selangkah lagi, perusahaan yang menambang mineral emas dan tembaga di tanah Papua itu juga bisa kembali menggenjot ekspor konsentrat tembaganya.

Menurut Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak, persetujuan revisi RKAB merupakan syarat apabila PTFI ingin mengajukan tambahan kuota ekspor. Sebab, kuota ekspor yang diberikan menyesuaikan dengan besaran produksi yang direncanakan perusahaan.

Setelah revisi RKAB disetujui, PTFI harus kembali mengajukan tambahan kuota ekspor konsentrat tembaga. “Pengajuan kuota ekspor-nya kan belum. Itu aturannya, revisi RKAB harus selesai dulu, karena kalau rencana kerjanya kecil nanti yang diberikan (kuota ekspor) juga kecil.” kata Yunus ke Kontan.co.id, Minggu (1/9).

Sedangkan terkait kuota ekspor ini, Yunus menjelaskan bahwa pihaknya memiliki sejumlah pertimbangan untuk memutuskan apakah akan memberikan persetujuan atas kuota tambahan yang diajukan, atau tidak.

Adapun, pertimbangan yang dimaksudkan Yunus adalah cadangan mineral yang bisa ditambang, kapasitas input pabrik pengolahan yang dimiliki, serta kesesuaian volume berdasarkan RKAB.

“Termasuk juga progres pembangunan smelter yang sedang dibangun. Hitungan-hitungan itu yang nanti akan kita pertimbangkan,” terangnya.

Sayangnya, Yunus masih enggan untuk menyebutkan detail besaran tambahan produksi PTFI yang disetujui. “Saya nggak hafal, nanti kita lihat. Karena akhir Agustus ini kan ada banyak revisi RKAB yang kita proses,” ungkap Yunus.

Yang jelas, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono sebelumnya mengatakan, tambahan kuota produksi yang diajukan oleh PTFI berkisar di angka 300.000 ton konsentrat. Bambang bilang, penambahan kuota tersebut lantaran adanya optimalisasi produksi di tambang terbuka Grasberg, yang sekarang tengah mengalami periode transisi ke tambang bawah tanah.

“Tambahannya sekitar 300.000 ton produksi konsentrat, itu karena ada optimalisasi di tambang Grasberg,” katanya beberapa waktu lalu.

Vice President Corporate Communication PTFI Riza Pratama masih enggan memberikan banyak jawaban atas hal ini. Sebab, Riza mengaku bahwa pihaknya belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari Kementerian ESDM.

“Kami belum menerima surat persetujuan dari Kementerian ESDM. Jadi saya belum bisa memberikan detailnya,” kata Riza ke Kontan.co.id, Minggu (1/9).

Riza berharap, pihaknya bisa mendapatkan surat persetujuan tersebut pada pekan ini, lantaran PTFI ingin segera mengajukan tambahan kuota ekspor. “Semoga bisa segera dapat persetujuan revisi RKAB, sehingga tambahan kuota (ekspor) bisa diajukan,” ungkapnya.

Adapun, PTFI percaya diri untuk meminta kuota ekspor tambahan lantaran masih memiliki persediaan atau stockpile pada tambang terbuka Grasberg. Selain itu, Riza mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan open pit Grasberg bisa ditambang hingga akhir tahun ini.

“Diperkirakan akhir tahun ini (open pit Grasberg masih bisa berproduksi),” imbuh Riza.

Sebagai informasi, pada tahun ini PTFI telah mengantongi kuota produksi sekitar 1,3 juta ton konsentrat tembaga. Dari jumlah tersebut, sekitar 1 juta ton akan dipasok ke dalam negeri, yakni PT Smelting Gresik.

Sedangkan izin ekspor telah diberikan pada 8 Maret 2019 dengan kuota ekspor sebesar 198.282 ton. Adapun, selama paruh pertama tahun 2019, PTFI sudah menggunakan kuota ekspor yang disetujui sekitar 180.000 metrik ton konsentrat untuk periode ekspor saat ini yang berakhir pada 8 Maret 2020.

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana 
Editor: Azis Husaini

Sumber: https://industri.kontan.co.id

Kementerian ESDM kembali keluarkan aturan soal smelter, apa saja isinya…

FILE PHOTO: A worker displays nickel ore in a ferronickel smelter owned by state miner Aneka Tambang Tbk at Pomala district, Indonesia, March 30, 2011. REUTERS/Yusuf Ahmad/File Photo

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sanksi berupa denda finansial hingga pencabutan izin ekspor mineral mentah bagi perusahaan yang lambat dalam membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).

Sanksi tersebut dipertegas dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 154 K/30/MEM/2019 tentang pedoman pengenaan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian, yang baru diteken Menteri ESDM Ignatius Jonan pada 26 Agustus 2019 lalu.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, beleid tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesungguhan perusahaan pemegang izin ekspor mineral mentah yang saat ini tengah membangun smelter.

“Kan perusahaan-perusahaan itu menikmati ekspor, dan kita ingin memastikan mereka nggak main-main untuk bangun smelter. Itu untuk jaminan agar (pembangunan smelter) tidak mangkrak,” kata Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Jum’at (30/8).

Pemerintah sebenarnya telah memiliki Permen (Permen) ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun, implementasi Permen tersebut dinilai belum efektif, apalagi pengenaan denda finansial dan pencabutan izin ekspor belum diatur secara rinci.

Adapun, sejumlah poin yang diatur dalam Kempen ESDM Nomor 154 K/30/MEM/2019 ini, antara lain meliputi: Pertama, perusahaan tambang yang mengekspor mineral mentah wajib memenuhi persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian paling sedikit 90% dari rencana setiap enam bulan berdasarkan laporan hasil verifikasi dari Verifikator Independen.

Kedua, jika persentase kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian tidak mencapai paling sedikit 90% dari rencana, maka Direktorat Jenderal Minerba menerbitkan rekomendasi penghentian sementara persetujuan ekspor dari perusahaan tersebut.

Ketiga, perusahaan yang bersangkutan wajib membayar denda administratif sebesar 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri selama enam bulan terakhir.

Keempat, perusahaan tersebut wajib melakukan penyetoran langsung ke kas negara melalui bank persepsi dalam jangka waktu paling lambat satu bulan setelah terbitnya surat perintah pembayaran denda administratif.

Kelima, Direktorat Minerba menerbitkan rekomendasi pencabutan penghentian ekspor sementara jika perusahaan tersebut telah memberikan bukti setoran denda administratif dan laporan hasil verifikasi kemajuan fisik dari verifikator independen yang menyatakan telah terpenuhinya pembangunan fasilitas pemurnian paling sedikit 90% dalam periode enam bulan terakhir.

Keenam, apabila perusahaan yang dikenai sanksi tersebut tidak melakukan pembayaran denda adminsitratif, maka akan dikenakan sanksi berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha paling lama 60 hari.

Jika tidak memenuhi kewajiban pembayaran denda administratif sampai dengan berakhirnya jangka waktu penghentian sementara, maka perusahaan tersebut akan dikenai sanksi berupa pencabuta izin.

Selain pengaturan soal sanksi, beleid baru ini juga mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi mineral logam, IUP Operasi Produksi (OP) mineral logam, dan IUP OP khusus pengolahan/pemurnian, untuk menempatkan jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian sebesar 5% dari volume produk pertambangan yang dijual ke luar negeri dalam setiap pengapalan dikalikan harga Patokan Ekspor (HPE).

Jaminan 5% tersebut dapat dicairkan persentase jika kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian telah mencapai paling sedikit 75% dari seluruh rencana pembangunan fasilitas Pemurnian di dalam negeri yang telah diverifikasi oleh verifikator.

Yunus menyebut, pihaknya telah mempertimbangkan nilai keekonomian dalam besaran denda dan jaminan tersebut. Sehingga, ia menilai hal itu tidak akan memberatkan perusahaan.

Terlebih, kata Yunus, jaminan tersebut tidak akan hangus jika perusahaan yang bersangkutan benar-benar serius untuk membangun smelter sesuai rencana dan jadwal. “Sudah diperhitungkan, tidak akan mengurangi keuntungan. Toh tidak akan hilang (dana jaminan), kalau sesuai ya bisa dibalikan, kalau bandel, baru hilang,” terang Yunus.

Yunus pun menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus mengejar target hilirisasi mineral. Termasuk dengan menindak tegas perusahaan yang tidak patuh terhadap ketentuan dengan memberikan teguran, peringatan, penghentian sementara, hingga pencabutan izin ekspor.

Yunus bilang, hingga saat ini posisi perusahaan yang diberikan sanksi masih belum ada perubahan. Yunus memaparkan, ada lima perusahaan yang diganjar sanksi penghentian izin ekspor sementara, yakni PT Surya Saga Utama (Nikel), PT Genba Multi Mineral (Nikel), PT Modern Cahaya Makmur (Nikel), PT Integra Mining Nusantara (Nikel) dan PT Lobindo Nusa Persada (Bauksit).

Selain itu, meski tak menyebtu secara detail, namun Yunus mangatakan bahwa saat ini ada sejumlah perusahaan yang dikenai peringatan lantaran progres pembangunan smelter yang tak sesuai target. “Masih sama (yang dikenai sanksi pencabutan), mereka belum mengajukan kembali (progres pembangunan smelter), yang lain ada yang tambah peringatan,” jelasnya.

Dengan adanya beleid baru ini, Yunus berharap target hilirisasi mineral bisa tercapai. Sehingga pada Januari 2022 saat ekspor mineral mentah dihentikan, produksi mineral mentah bisa diolah oleh smelter di dalam negeri.

Adapun, untuk kepastian penghentian ekspor mineral mentah, Yunus enggan banyak berkomentar. Ia hanya bilang, selama belum ada keputusan resmi yang mengubah kebijakan lama, maka ekspor mineral mentah hingga Januari 2022 masih berlaku.

“Apakah akan dipercepat atau tidak, kalau soal itu saya no comment. Yang jelas sebelum ada keputusan resmi yang baru, kebijakan yang lama masih berlaku,” tandas Yunus.

Reporter: Ridwan Nanda Mulyana 
Editor: Azis Husaini

Sumber: https://industri.kontan.co.id

Quote Leadership 032 “Perilaku adalah akibat dari suatu sebab. Prinsip itu
berlaku juga di safety. Seperti apapun perilaku safety
anak buah, itu adalah akibat dari program, leadership,
serta iklim yang anda tampilkan di hadapan mereka.”

– Dwi Pudjiarso

Adaro Energy (ADRO) anggarkan capex hingga US$ 600 juta
pertambangan batubara ADARO Indonesia PT Adaro Energy Tbk ADRO

pertambangan batubara ADARO Indonesia PT Adaro Energy Tbk ADRO

Tahun ini, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar US$ 450 juta – US$ 600 juta. Nilai ini lebih rendah dibanding alokasi capex tahun lalu.

Pada tahun 2018 ADRO mengalokasikan capex senilai US$ 750 juta – US$ 900 juta. Lantas, bagaimana alokasi capex emiten tambang batubara ini?

Chief Financial Officer Adaro Energy Lie Luckman mengatakan, capex tersebut akan dialokasikan untuk kegiatan operasional, perawatan alat, hingga pengembangan Adaro Group.

Dari US$ 600 juta, sebanyak US$ 200 juta akan dialokasikan untuk peremajaan dan perawatan alat berat di PT Saptaindra Sejati (SIS). SIS merupakan kontraktor pertambangan modern di bawah naungan ADRO yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur.

Selanjutnya, dana capex juga akan digunakan untuk pengembangan tambang Adaro Metcoal Companies (AMC). Adapun pengembangan AMC nantinya berupa pengembangan infrastruktur, pembangunan jalur pengangkutan batubara, hingga penyiapan processing plant batubara.

Nantinya, pengembangan tambang AMC akan menghabiskan US$ 200 juta dana capex.

Sementara sisanya, akan digunakan untuk pemeliharaan dan pegembangan di lingkup Adaro Indonesia maupun PT Maritim Barito Perkasa (MBP).
“MBP merupakan shipping company milik kami,” ujar Luckman saat Public Expose Live 2019 di Bursa Efek Indonesia. 

Luckman menambahkan, saat ini pendanaan capex seluruhnya berasal dari kas internal. ADRO pun belum membuka pintu untuk menggalang dana dari pihak eksternal termasuk pihak perbankan.

“Internal kas kami masih cukup untuk pembiayaan capex 2019,” pungkas Luckman.

 
Reporter: Akhmad Suryahadi 
Editor: Noverius Laoli

Sumber: https://www.kontan.co.id/

Ibukota di Kaltim ancam penambangan batubara, Indika: Kami punya tambang di Paser

PT Indika Energy Tbk (INDY)

Perusahaan tambang batubara PKP2B atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang masuk ke dalam wilayah Paser dan Kutai Kartanegara bisa saja berhenti operasi. Sebab, ada wacana mereka tidak boleh lagi menambang di sana karena akan berdiri Ibukota baru dengan konsep Green City.

Menurut Ahmad Redi Pengamat Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara mengatakan, bila memang konsep Go Green dalam pengembangan Ibukota baru, maka seluruh PKP2B yang ada di Kaltim tidak diperpanjang operasinya.

Namun demikian, alasan itu belum cukup kuat untuk mengakhiri PKP2B dan IUP yang sedang beroperasi di sana. “Sehingga alasan pemidahan Ibukota ke Kaltim bukan menjadi alasan hukum pengakhiran PKP2B dan IUP,” kata Redi ke Kontan.co.id, Selasa (27/8).

Dia menjelaskan, kajian lingkungan hidup, seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) perlu dilakukan karena terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Kaltim.

Redi juga bilang pemerintah akan serba salah soal adanya kegiatan penambangan di sana dan pembangunan Ibukota baru. Meski akan berdalih tidak akan terganggu, tapi tetap saja kegiatan tambang batubara di Paser dan Kutai akan mempengaruhi aktifitas dan akan ada pergesekan kegiatan baik di darat dan laut yang berkaitan, termasuk daerah aliran sungai.

“Bisa saja alasan Pemerintah dan pemegang PKP2B beralibi bahwa tambang tidak banyak di Paser dan Kukar, sehingga tidak terganggu dengan aktifitas tambang di kab lain,” ungkap dia.

CEO Indika Energy Azis Armand mengatakan, tambang Indika (Kideco) ada di kabupaten Paser. Namun demikian, kabar tentang tidak boleh menambang berkaitan dengan rencana pemindahan Ibukota, pihaknhya belum ada perkembangan apa-apa. “Karena semua pihak kan baru saja memperoleh info kemaren. Jadi kami tidak bisa komentar apa-apa,” ungkap dia.

Head Of Corporate Communication INDY Leonardus Herwindo mengatakan, produksi batubara Kideco mencapai 34 juta ton berada di Kabupaten Paser dengan status PKP2B. “Benar, PKP2B sampai 2023. Kami belum dengar kabar mengenai hal itu (penghentian penambangan) dan sampai saat ini, perusahaan masih beroperasi seperti biasa,” ujar dia.

Leo juga bilang belum ada diskuisi dengan Kementerian ESDM soal masalah ini.

 
Reporter: Azis Husaini 
Editor: Azis Husaini