Berikut sederet pekerjaan rumah untuk Menteri ESDM baru di sektor minerba

Operator mengoperasikan alat berat bekerja di terminal batubara Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, Sumatera Barat, Rabu (9/1/2019).Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah mengalami tiga kali pergantian menteri selama lima tahun kabinet kerja Joko Widodo jilid I. Banyak kebijakan yang diterbitkan, tak terkecuali di sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba).

Ada yang dinilai sebagai capaian positif, namun ada pula yang mengundang polemik. Menurut Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif, penataan perizinan, negosiasi kontrak dan juga divestasi perusahaan tambang berskala raksasa menjadi catatan positif bagi tata kelola pertambangan.

“Sesuai aturan sudah harus divestasi. Itu (capaian) positif, (Kementerian) ESDM, BUMN dan Keuangan yang di support Presiden,” kata Irwandy kepada Kontan.co.id, Senin (21/10).

Divestasi yang dimaksud adalah 51,23% saham PT Freeport Indonesia yang kini digenggam oleh holding tambang BUMN, MIND ID sejak 21 Desember 2018 lalu. Yang terbaru ialah divestasi 20% saham PT Vale Indonesia Tbk yang juga diserap oleh MIND ID.

Sementara untuk amandemen kontrak dari pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) sudah seluruhnya rampung pada Mei 2019 lalu. Dengan begitu, seluruh perusahaan minerba sudah setuju untuk berubah status dalam rezim Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sebelumnya, amandemen kontrak ini sudah terkatung-katung sejak tahun 2010 lalu.

Selain itu, Ketua Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menilai pengimplemetasian sistem online, seperti e-PNBP dan Minerba Online Monitoring System (MOMS) menjadi langkah penting untuk mendorong pengelolaan yang lebih transparan dalam produksi dan penjualan hasil tambang.

Kendati begitu, ada sederet catatan dari lima tahun pengelolaan pertambangan minerba, yang kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi Menteri ESDM di kabinet Jokowi Jilid II. Setidaknya, ada empat poin pokok yang disampaikan oleh asosiasi, pengamat dan stakeholders pertambangan minerba.

Pertama, mengenai kepastian hukum dan perpanjangan kontrak. Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menekankan, hal itu khususnya terkait dengan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Minerba.

Menurutnya, kepastian soal revisi UU Minerba ini sangat penting bagi pelaku usaha, terutama menyangkut dasar hukum perpanjangan izin PKP2B yang akan habis kontrak. “Kapan itu akan selesai? keadaan di lapangan rumit dan perlu penyelesaian. Juga butuh kebijakan minerba yang komprehensif,” ungkap Djoko.

Hal senada juga ditekankan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Menurutnya, kepastian hukum baik dari segi perpanjangan kontrak maupun revisi UU Minerba sangat urgent bagi pelaku usaha. “Itu isu urgent yang perlu dibahas, untuk kepastian investasi jangka panjang,” kata Hendra.

Seperti diketahui, ada tujuh PKP2B generasi pertama yang akan habis kontrak dalam rentang tahun 2020-2025. Beberapa diantaranya merupakan perusahaan batubara berskala jumbo, seperti PT Arutmin Indonesia, PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, dan PT Kideco Jaya Agung.

Kedua, dari sisi investasi, eksplorasi dan lelang tambang. Ketiganya dinilai saling berkaitan. Menurut Djoko Widajatno, investasi minerba dalam lima tahun terakhit minim menyentuh aktivitas eksplorasi dan penemuan cadangan baru.

Regulasi khusus eksplorasi tambang siap diterbitkan dalam bentuk Perdirjen Minerba
Ilustrasi PR Kementerian ESDM. KONTAN/Baihaki/20/10/2016

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) tengah menyiapkan regulasi untuk mempertegas kewajiban perusahaan tambang dalam melakukan kegiatan eksplorasi.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, penerbitan regulasi tersebut rencananya akan berbentuk Peraturan Direktur Jenderal Minerba (Perdirjen). Yunus menyebut, regulasi tersebut dimaksudkan untuk menggenjot eksplorasi sehingga penambahan sumber daya dan cadangan mineral bisa terakselerasi.

“(Regulasi) ini untuk mendorong perusahaan melakukan kegiatan eksplorasi, sehingga akan menambah cadangan. Kalau cadangan bertambah, berarti umur tambangnya juga bertambah, nantinya akan berkelanjutan,” kata Yunus kepada Kontan.co.id, Jum’at (11/10).

Yunus menerangkan, skema dalam penghitungan kewajiban eksplorasi ini mempertimbangkan tiga komponen. Pertama, coverage area (CA) pertambangan. Kedua, budget exploration to revenue ratio (BERR) untuk mengukur anggaran eksplorasi dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan, dan ketiga, recovery reserve ratio (RRR) atau perbandingan antara jumlah mineral yang diproduksi dengan cadangan baru yang ditemukan.

Yunus bilang, pihaknya sudah membahas mengenai besaran atau persentase komponen yang dimaksud. Hanya saja, ia masih enggan buka suara terkait hal tersebut. “Secara internal sih sudah dihitung, tapi kalau belum diterbitkan, saya belum bisa sampaikan,” sebut Yunus.

Yang jelas, Yunus menegaskan besaran CA, BERR maupun RRR akan sangat dinamis. Maksudnya, besaran dari ketiga komponen tersebut akan berbeda-beda, tergantung pada komoditas dan juga karakteristik masing-masing perusahaan. “Nanti (besaran CA, BERR dan RRR) itu dinamis, bukan hanya per komoditas, setiap perusahaan pun berbeda,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Yunus menilai bahwa regulasi ini cukup diterbitkan dalam bentuk Perdirjen lantaran dinilai lebih fleksibel dibandingkan dengan Peraturan Menteri ESDM.

“Nanti besaran (CA, BERR dan RRR) per perusahaan kita cantumkan di lampiran. Jadi cukup Perdirjen, supaya lebih fleksibel. Yang penting ini sebagai alat kita untuk pengawasan dan mendorong perusahaan meningkatkan eksplorasi,” terangnya.

Dengan begini, sambung Yunus, pihaknya yakin penerapan besaran CA, BERR dan RRR akan lebih adil atau proporsional. Sehingga tidak memberatkan bagi perusahaan. “Ya itu nanti ada ukurannya terharap umur izin dengan membandingkan coverage yang sudah dieksplorasi. Kalau yang sudah maksimum ya nggak dipaksakan. Jadi tidak akan memberatkan,” sebutnya.

Sayangnya, Yunus tidak menyebut dengan gamblang kapan regulasi ini akan diterbitkan. Yang jelas, pihaknya menargetkan Perdirjen ini sudah bisa diterapkan pada tahun depan untuk diimplementasikan pada penyusunan Rencana Kerja dan Anggaan Biaya (RKAB) tahun 2021.

Kendati begitu, Yunus memastikan bahwa dalam penyusunan RKAB tahun 2020, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada perusahaan. “Saya kira belum sekarang (diterapkan), mungkin penerapannya di penyusunan RKAB tahun mendatang,” sambung Yunus.

Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif pun mengamini bahwa penegasan soal kewajiban eksplorasi cukup diterbitkan dalam bentuk Perdirjen. Irwandy menerangkan, CA sudah masuk dalam rencana umum tata ruang, sedangkan BERR dan RRR sudah ada dalam RKAB tahunan.

“Cukup Perdirjen. Jadi yang harus dicermati oleh Kementerian ESDM adalah laporan rencana eksplorasi perusahaan. Pemerintah harus konsisten dalam mengawasi kegiatan eksplorasi sesuai persetujuan yang diberikan,” ungkap Irwandy.

Menurut Irwandy, pemerintah pun tidak bisa tiba-tiba meminta perusahaan untuk menggenjot kegiatan eksplorasi. Melainkan, kegiatan eksplorasi memang harus sudah direncanakan sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah pertambangannya.

“Kecuali ada hal penting dan disetujui bersama. Kegiatan ekplorasi yang direncanakan dengan baik sesuai potensi daerah tersebut akan memberikan peningkatan cadangan,” tandas Irwandy.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Toka Safe Accountability Program (TSAP) untuk Pengawas – Batch 7

Pelatihan Toka Safe Accountability Program
(TSAP) untuk Pengawas – Batch 7

PT Meares Soputan Mining & PT Tambang Tondano Nusajaya

Manado, 8-10 Okt 2019

Toka Safe Accountability Program (TSAP) untuk Pengawas – Batch 6

Pelatihan Toka Safe Accountability Program
(TSAP) untuk Pengawas – Batch 6

PT Meares Soputan Mining & PT Tambang Tondano Nusajaya

Manado, 1-3 Okt 2019

Pemerintah Resmikan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup

Pemerintah Resmikan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup 01Pemerintah secara resmi telah membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Rabu (9/10). Badan ini merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan yang pengelolaannya dilakukan secara profesional.

Badan tersebut dirancang untuk mampu mendorong pembiayaan di bidang lingkungan hidup, Mulai beroperasi pada 1 Januari 2020, badan ini diharapkan dapat memastikan keberlangsungan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

“Badan ini diarahkan dapat menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dananya, serta memiliki standar tata kelola internasional. Dapat kami sampaikan bahwa saldo awal dana pokok BLU Pusat P2H sebesar Rp 2,1 triliun,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Pembangunan senantiasa menampilkan dua sisi yang saling berlainan, pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan hidup. Namun keduanya perlu berjalan beriringan dalam koridor yang disepakati sebagai pembangunan berkelanjutan.

Selama ini, pemerintah telah mengelola berbagai sumber pendanaan yang mendukung pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, baik yang bersumber dari dana dalam negeri maupun luar negeri. Namun, dukungan pendanaan yang ada belum secara optimal mencapai target yang diharapkan.

Maka, merujuk pada mandat Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden No. 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup, dibentuklah Badan Layanan Umum Pengelola Dana Lingkungan Hidup ini.

Menko Darmin berharap, BPDLH dapat bekerjasama dengan berbagai pihak dan mitra pembangunan serta mengembangkan diri dan berinovasi untuk menggali sumber-sumber pendanaan dalam membiayai kegiatan-kegiatan yang dimandatkan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar pun menambahkan, pembentukan badan ini merupakan langkah konkret Indonesia untuk melengkapi upaya pengendalian dan penanganan perubahan iklim.

“Langkah kita dalam implementasi The Paris Agreement semakin konkret. BPDLH atau yang saya sebut juga LH Fund ini diharapkan memberikan ruang dan positioning yang sistematis dalam pengendalian dan penanganan perubahan iklim,” terang Siti Nurbaya Bakar.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: https://www.liputan6.com

Usai Bertemu Freeport & BUMI Cs, Ini Evaluasi UU Minerba ESDM

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar evaluasi 10 tahun berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.

Memanggil seluruh pelaku dan pengusaha tambang minerba sejak siang tadi, ESDM dan pelaku usaha mengevaluasi permasalahan-permasalahan yang ada dan mencoba mencari solusinya ke peraturan lebih rendah.

Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan hasil dari evaluasi, pihaknya akan memetakan masalah dan akan diselesaikan dalam waktu dekat jika memungkinkan.

“Contoh tumpang tindih kehutanan, kita punya bilateral dengan kehutanan terus misalnya ada yang bisa diselesaikan melalui Permen ya kita selesaikan segera. Kita inventarisasi kalau sifatnya policy ya kita pikirkan policy itu ke depan seperti apa nanti kan ada kesempatan adanya suatu regulasi baru kita bisa,” kata Bambang setelah evaluasi RUU Minerba di kantornya, Rabu, (09/10/2019).

Permasalahan yang akan coba diselesaikan bisa dengan menerbitkan PP, Permen, atau lampiran Permen. Sebagaimana contoh di awal, misalnya masalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), akan coba dianalisa mungkinkah segera diselesaikan.

Menurut Bambang pihaknya akan membawa daftar perusahaan-perusahaan yang punya masalah ke Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian KLHK.

“Perusahaan-perusahaan yang masalah bicara dengan dia apa masalahnya bisa nggak kalau bisa syaratnya apa kan gitu jadi membantu perusahaan-perusahaan agar bisa berjalan,” jelas Bambang.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan dalam rapat tersebut setidaknya ditemukan 13 masalah yang menjadi catatan di sektor minerba.

“Tadi dipetakan ada kira-kira 13 permasalahan utama, dan selain pemetaan permasalahan pemerintah juga sampaikan langkah-langkah apa yang telah dilakukan itu sih,” katanya.

Permasalahannya beragam, mulai dari tumpang tindih lahan yang terjadi sejak dulu sampai perizinan. Belum ada kesimpulan dari pertemuan tersebut, menurutnya masing-masing pihak hanya menyampaikan pandangan dari pemetaan masalah tersebut.

Sumber – https://www.cnbcindonesia.com

Harga batubara acuan Oktober turun jadi US$ 64,8 per ton, terendah dalam tiga tahun

Sejumlah alat berat memuat batu bara ke dalam truk di pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Kamis (13/6/2019).Memasuki kuartal akhir 2019, harga batubara acuan (HBA) masih tertekan. HBA bulan Oktober merosot ke angka US$ 64,8 per ton atau turun 1,5% dibandingkan HBA bulan September lalu yang dipatok sebesar US$ 65,79 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengungkapkan, pergerakan HBA pada Oktober ini masih dipengaruhi oleh sentimen yang sama di bulan lalu. Faktor yang paling signifikan, kata Agung, lantaran masih berlarutnya efek perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. 

“Faktornya masih sama seperti bulan lalu. Masih ada efek perang dagang antara Amerika dan China,” kata Agung saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Senin (7/10).

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menambahkan, penurunan harga tersebut disebabkan adanya sentimen negatif terhadap pasar batubara. Pemicunya, kata Hendra, ialah isu impor kuota Tiongkok serta penurunan permintaan di Eropa dan Asia timur laut yang disebabkan kenaikan penggunaan LNG, nuklir dan energi terbarukan. “Selain itu, 75% komponen pembentuk HBA mengalami penurunan setidaknya 2%,” ungkap Hendra.

Hendra merinci, Indonesia Coal Index (ICI) turun sekitar 2% dibandingkan bulan lalu. Sementara Platss 5900 GAR turun 2,4%, dan Newcastle Export Index (NEX) tertekan sebesar 2%. Adapun, kenaikan hanya terjadi di Global Coal Newcastle Index (GCNC) yang merangkak 1%.

Seperti diketahui, ada empat variabel yang membentuk HBA, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 GAR dengan bobot masing-masing 25%. HBA diperoleh dari rata-rata keempat indeks tersebut pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR.

Kendati begitu, Agung memprediksi HBA bisa merangkak naik pada bulan depan. Hal itu dipengaruhi oleh kondisi permintaan di India sebagai dampak dari bencana banjir yang terjadi di sana. “Karena banjir di India, bulan depan kemungkinan naik ya,” ujar Agung.

Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif memprediksi, harga batubara akan bertahan di level US$ 60-an per ton hingga akhir tahun ini. Jika pun ada kenaikan atau perubahan harga, hal itu tidak akan signifikan.

Irwandy sependapat. Adanya banjir di India bisa membuat harga merangkak naik seiring dengan adanya permintaan impor batubara yang lebih banyak. “Harapannya harga batubara di kuartal IV naik sedikit dibandingkan di kuartal III. Kemungkinan India akan mengimpor batubara lebih banyak daripada kuartal III karena banjir lalu,” terangnya.

Sebagai informasi, HBA bulan Oktober yang sudah menyentuh US$ 64,8 per ton ini menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir. Asal tahu saja, sejak September 2018, tren batubara terus menurun dan hanya sekai mencatatkan kenaikan tipis secara bulanan pada Agustus 2019 lalu.

Secara merata, HBA dari Januari-Oktober tahun ini tercatat sebesar US$ 80,21 per ton, menukik dari rerata HBA pada periode yang sama tahun lalu yang masih berada di angka US$ 99,72 per ton.

Di tengah kondisi tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa realisasi produksi batubara pada tahun ini akan lebih susah diprediksi. Hal itu lantaran tren penurunan harga yang terus terjadi.

Menurut Bambang, kondisi tersebut membuat produsen batubara, khususnya yang berskala kecil akan mempertimbangkan ulang jika ingin menggenjot produksi. “Produksi ini juga susah ditebak karena harga turun, yang kecil-kecil susah produksi,” kata Bambang.

Walau pun begitu, Bambang memproyeksikan produksi batubara tahun ini bisa menyentuh 530 juta ton. Meski lebih rendah dibandingkan realisasi produksi tahun lalu yang mencapai 557 juta ton, proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan target produksi batubara nasional pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) awal tahun 2019 yang sebesar 489,12 juta ton.

Bambang mengakui, penurunan HBA ini berdampak terhadap realiasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang sulit untuk mencapai target. Asal tahu saja, angka 530 juta ton itu setara dengan asumsi PNBP pada tahun ini.

“Mungkin sekitar 530-an juta, sesuai dengan asumsi PNBP. Harga ini pengaruh ke PNBP yang turun, tapi masih ada tiga bulan lagi, semoga tercapai,” tandas Bambang.

Sumber – https://industri.kontan.co.id

Tertekan harga, produksi batubara tahun ini diprediksi mencapai 530 juta ton

pekerja menunjukan bongkahan batu bara, PT Exploitasi Energi Indonesia Tbk (E2I) melakukan aktivitas penambangan batubara di Site Bantuas milik PT Mutiara Etam Coal (MEC), Samarinda Timur, Kaltim, Jumat (13/9). Penambangan di lokasi seluas 175 hektar itu untuk diekspor ke China dan India yang saat ini produksi di Tambang Bantuas sebesar 30.000 metrik ton (MT) per bulan dan pada Januari 2014 akan ditingkatkan menjadi 100.000 MT per bulan. Kontan/Panji IndraKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan realisasi produksi batubara di sepanjang tahun 2019 ini akan lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

Meski begitu, produksi emas hitam sepanjang tahun ini dipastikan akan lebih tinggi ketimbang target produksi nasional pada Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) awal tahun 2019 yang ditaksir sebesar 489,12 juta ton.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, sesuai dengan persetujuan revisi RKAB, kuota produksi pada tahun ini bertambah menjadi sekitar 530 juta ton. Jumlah itu masih lebih rendah ketimbang realisasi produksi batubara tahun lalu yang mencapai 557 juta ton.

“Sekitar 530 juta ton. Penurunannya plus minus sekitar sebanyak itu,” kata Bambang di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (8/10).

Menurut Bambang, penurunan produksi tersebut lantaran harga batubara yang terus tertekan sejak September 2018 lalu. Kondisi tersebut menyebabkan produsen batubara, khususnya yang berskala kecil, akan mempertimbangkan ulang jika ingin menggenjot produksi.

“Tapi kan kami belum tahu realisasinya, bisa juga realisasinya lebih turun karena harga turun juga, banyak operasi yang tidak optimal,” terang Bambang.

Yang jelas, Bambang menyebutkan, penurunan harga batubara acuan (HBA) berdampak terhadap realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang pada tahun ini sulit mencapai target.

Seperti yang diberitakan Kontan.co.id, hingga kuartal III tahun 2019, realisasi PNBP minerba baru mencapai Rp 29,74 triliun. Jumlah itu setara dengan 68,76% dari target PNBP tahun 2019 sebesar Rp 43,26 triliun.

Padahal jika dibandingkan tahun lalu, realisasi PNBP minerba per 13 September 2018 saja sudah menyentuh Rp 33,55 triliun atau mencapai 104,5% dari target tahunan kala itu dipatok Rp 32,1 triliun. Hingga penghujung tahun 2018, realisasi PNBP minerba mencapai Rp 50 triliun atau 156% dari target.

Di sisi lain, Ketua Indonesia Mining & Energi Forum (IMEF) Singgih Widagdo sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah memang perlu berhati-hati dalam menyetujui tambahan kuota produksi. Sebab, besaran volume produksi yang terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap kondisi pasar dan pembentukan harga batubara yang semakin tertekan.

“Total Volume produksi nasional sangat sensitif atas kondisi pasar yang oversupply saat ini,” katanya beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif juga mengatakan, kenaikan jumlah produksi yang signifikan dipastikan akan berpengaruh pada harga batubara. Dengan kondisi saat ini, Irwandy memprediksi harga batubara pada tahun ini hanya akan berada di kisaran US$ 60-US$ 80 per ton.

“Jadi kita lihat nanti bagaimana perimbangan naik turunnya produksi per perusahaan terkait kondisi ini,” tandasnya.

 
Reporter: Ridwan Nanda Mulyana
Editor: Komarul Hidayat

Terkoreksi 39%, APBI Optimis Harga Batu Bara Akan Membaik

APBI Optimis Harga Batu Bara Akan Membaik

Di sepanjang tahun 2019, harga batu bara telah mengalami pelemahan 39% (ytd), dimana kebijakan kuota impor China menjadi sentimen yang mempengaruhi pergerakan harga batu bara saat ini.

Direktur Eksekutif APBI, Hendra Sinadia menilai perlambatan ekonomi global dan pasokan batu bara yang over supply telah menyebabkan terkoreksinya harga batu bara, tetapi di kuartal IV diharapkan akan ada perbaikan harga mengingat kebutuhan akan sumber energi yang murah masih cukup baik terutama bagi pasar Asia Timur.

Selengkapnya saksikan dialog Erwin Surya Brata dengan Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia dalam Squawk Box, CNBC Indonesia (Selasa, 8/10/2019).

Sumber – https://www.cnbcindonesia.com

Salam safety

Yohanes LawingSelamat sore, Saya sangat senang sekali ikut bisa ikut Training Toka Safe Accountability Program (TSAP) yang diselenggarakan oleh PT MSM bekerja sama dengan PT indoSHE Training bersama Pak Dwi Pudjiarso disini,  ini bukan pertama kalinya mengikuti training bersama indoshe tapi sekian kalinya dan  pengalaman saya cukup bahagia, cukup senang karena beberapa  hal yang masih rancu di lapangan kini diperjelas dan kini diperkuat dengan pengalaman bekal ilmu yang didapat tentunya kami akan berusahan menerapkannya dan mengimplementasikan dengan baik di setiap lini kerja  yang ada di unit perusahan kami

saya mewakili bagian staff safety yang ada di PT Samudera Mulia Abadi merupakan kontraktor PT MSM disini mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada PT MSM dan PT IndoSHE yang telah memberikan kesempatan untuk mendapatkan ilmu dari training ini semoga training ini bermanfaat bagi kami dan kemajuan safety di indonesia.

Terimakasih.

Yohanes Lawing
PT Samudera Mulia Abadi