Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera merampungkan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Mineral dan Batubara (UU Minerba). Targetnya, revisi UU Minerba selesai paling lambat pada Juli atau Agustus 2020. “Insha Allah UU minerba saya punya target paling lama bulan Juli atau selambatnya bulan Agustus (2020),” ungkap Ketua Komisi VII DPR, Sugeng Suparwoto di Jakarta, Rabu (11/12). Menurut Sugeng, revisi UU minerba ini akan menjadi program legislasi nasional (prolegnas) prioritas yang disahkan di Sidang Paripurna. Setelah itu, pihaknya segera membentuk Panita Kerja (Panja) revisi UU minerba pada akhir bulan ini, dan akan bekerja intensif pada awal Januari 2020. Sugeng mengatakan, biasanya revisi UU membutuhkan waktu setidaknya tiga kali masa sidang atau satu tahun. Namun, untuk revisi UU minerba, ia yakin bisa selesai dengan dua kali masa sidang saja. Alasannya, sambung dia, pembahasan revisi UU minerba melanjutkan hasil dari proses yang sudah ditempuh pada Komisi VII DPR RI periode 2014-2019 lalu. “Karena materinya tidak membuang yang lau, toh revisi UU ini pada periode lalu sudah jalan sedemikian rupa,” imbuh Sugeng. Namun, Sugeng mengakui, ada sejumlah isu yang masih akan dibahas secara intensif antara Komisi VII bersama Pemerintah. Khususnya mengenai perpanjangan kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Dua isu yang disoroti dari perpanjangan PKP2B itu ialah terkait dengan luasan wilayah dan juga pengelolaan pasca PKP2B habis kontrak dan beralih menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sugeng mengatakan, penafsiran soal batasan luas wilayah ini menjadi isu yang krusial. Menurutnya, ada tafsiran bahwa luas PKP2B yang habis kontrak dibatasi hanya 15.000 hektare (ha) saja. Namun di sisi lain, kata Sugeng, ada juga yang menerjemahkan bahwa laus wilayah itu bisa menyesuaikan Rencana Kegiatan pada Seluruh Wilayah (RKSW) yang sudah disepakati dalam kontrak. Sayangnya, Sugeng masih enggan dengan gamblang mengemukakan sikap dari Komisi VII terkait dengan luasan wilayah ini. “Ada aspek-aspek lain, di situ lah yang disebut pendalaman. Ini lah perlunya Panja RUU nanti akan mendalami lebih detail, aspek-aspek yang akan masuk pada pasal per pasal,” ungkapnya. Selain itu, Sugeng mengatakan bahwa isu lain yang akan dibahas dalam revisi UU minerba ialah terkait dengan prioritas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola lahan tambang PKP2B yang sudah habis kontrak. Menurutnya, harus dilihat kembali apakah penerjemahan Pasal 33 UUD 1945 itu berarti harus dimiliki oleh negara melalui BUMN, atau bisa dengan mekanisme lain. “Kan ada klausul kalau habis kontrak maka sebaiknya diberikan ke BUMN? Nah ini juga menjadi bahasan-basahan yang akan kita tuntaskan. Kita butuh reverensi lebih banyak” ungkapnya. Sugeng pun mengklaim, kendati banyak menyoroti soal PKP2B, tapi pembahasan revisi UU Minerba ini tidak mendapat desakan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam perpanjangan kontrak PKP2B ini. “Tak ada desakan itu, tetapi bahwa kita punya tanggung jawab moral, kalau bisa cepat kenapa tidak?,” klaimnya.
Sumber – https://industri.kontan.co.id/ |
Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) masih mempertanyakan opsi mekanisme domestic market obligation (DMO) batubara yang diterapkan pemerintah pada tahun depan. Ketua APBI Hendra Sinadia mengatakan, keputusan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang kembali menetapkan harga DMO sebesar US$ 70 per ton kurang tepat. Ini mengingat harga batubara sedang dalam tren tertekan. Bahkan, harga batubara acuan (HBA) untuk bulan Desember 2019 saja hanya mencapai US$ 66,3 per ton atau di bawah harga DMO. Kondisi ini membuat setiap pihak yang terlibat dalam kebijakan DMO akan dirugikan. Dalam hal ini, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mesti menanggung biaya pembelian yang lebih tinggi ketimbang harga pasar. “Pelaku usaha batubara juga tidak bisa menetapkan harga tinggi karena belum tentu terbeli. Pun kalaupun harganya lebih rendah kami juga bisa lebih rugi lagi,” ungkap dia, Rabu (11/12). Menurutnya, harga patokan DMO semestinya dicabut dan dikembalikan ke harga pasar. Karena harga patokan DMO yang masih menimbulkan tanda tanya, hal ini bisa mengakibatkan pemerintah kesulitan menerapkan aturan sanksi berupa denda bagi perusahaan batubara yang gagal memenuhi kuota DMO. Hendra bilang, kebijakan denda ataupun insentif ada baiknya dikaji ulang lantaran belum tentu efektif ketika diterapkan. “Isunya beberapa perusahaan bisa saja memilih untuk bayar denda ketimbang penuhi kuota DMO kalau keuntungan yang diperoleh minim,” papar dia. Terlepas dari itu, APBI pada dasarnya tetap mendukung adanya kebijakan DMO dari pemerintah yang dirasa akan membuat pasokan batubara bagi pembangkit listrik akan selalu tersedia. Sebelumnya, Kasubdit Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Dodik Ariyanto mengatakan, harga jual batubara untuk DMO masih ditetapkan sebesar US$ 70 per ton pada tahun depan. Pemerintah juga mengubah mekanisme sanksi bagi perusahaan yang gagal memenuhi kewajiban DMO. Selama ini, perusahaan yang tidak mampu memenuhi kuota DMO akan dikenai sanksi berupa pengurangan produksi. Sebaliknya, perusahaan yang melampaui DMO mendapat reward berupa kenaikan produksi. Namun, untuk tahun depan perusahaan yang mengalami kasus seperti itu akan dikenai sanksi denda. Tak hanya itu, pemerintah juga akan memberikan insentif bagi perusahaan yang bisa melampaui target DMO. Sumber – https://industri.kontan.co.id/ |
“Safety adalah tanggung jawab setiap karyawan, ….. berbeda sesuai jabatannya masing-masing.” – Dwi Pudjiarso |
“Tanggung jawab safety itu simple, …..siapa yang mempunyai kontrol, ia bertanggung jawab. Titik” – Dwi Pudjiarso |
PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN), dua anak perusahaan PT Archi Indonesia menanam bibit Jagung di lahan pertambangan. Direktur Pembenihan Kementerian Pertanian RI, Mohammad Takdir ikit melakukan penanaman perdana di lokasi Tokatindung Reference Integrated Ecofarming Development (TRIED), akhir pekan lalu. “Saya kaget sewaktu mengetahui bahwa ada program kemitraan dari perusahaan tambang yang berhasil mengembangkan benih jagung unggulan di area pertambangan. Ini luar biasa. Karena pernah dilakukan program yang sama di Kalimantan, justru gagal,” kata dia. Ia menghargai usaha ini, karena sesuai instruksi Presiden Jokowi, bahwa semua lini harus meminimalisasikan upaya impor, termasuk impor benih Jagung. Keberhasilan menanam benih di areal pertambangan yang dilakukan PT MSM dan PT TTN, adalah sebuah langkah maju dan akan dijadikan pilot project. Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Penelitian Serelia, Moh Azrai, mengapresiasi PT MSM dan PT TTN yang turut mengambil bagian dalam upaya ketahanan pangan nasional. “Saya sangat berterimakasih kepada kedua perusahaan ini yang turut mengambil bagian dalam pengembangan benih jagung. Hal ini sebagai sebuah upaya mendukung program pemerintah dalam upaya ketahanan pangan nasional,” ujar Aziz. Ia mengatakan, membangun korporasi pembenihan tidak mudah, terdapat regulasi berlapis, tidak bisa sembarang mengeluarkan sertifikasi benih Direktur PT MSM dan PT MSM, David Sompie memaparkan, kegiatan ini merupakan kali kedua dilakukan. Pertama jenis NASA 29 yang sudah mengembangkan jagung produksi, serta JH 37 untuk pengembangan benih jagung. “Selain program pengembangan 30 kelompok Peternak, kegiatan ini merupakan salah satu program unggulan Corporate Social Responsbility (CSR) PT MSM dan PT TTN. Jika sertifIkasi NASA 29 terkendala di regulasi untuk pemasarannya, maka saat ini dengan kerja sama yang semakin lengkap, kiranya harapan itu dapat terwujud,” Kata Sompie. |
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) enggan buru-buru dalam pembahasan lanjutan Revisi Undang-Undang (RUU) No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang di-carry over dari periode sebelumnya. Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI mengungkapkan 13 hal yang menjadi fokus dalam RUU ini. Adapun, 13 poin ini terdiri dari enam usulan pemerintah dan tujuh usulan DPR. Keenam usulan pemerintah meliputi, penyelesaian permasalahan antar sektor, penguatan konsep wilayah dan pertambangan, memperkuat kebijakan nilai tambah, serta mendorong kegiatan eksplorasi untuk penemuan deposit minerba. “Pengaturan yang lebih jelas terhadap perubahan KK/PKP2B menjadi IUPK, dan penguatan peran BUMN,” ujar Arifin pekan lalu. Sementara itu, usulan DPR meliputi, (1) mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, (2) pengaturan kembali izin pertambangan rakyat, (3) penguatan peran pemerintah pusat dalam bimbingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah, (4) pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan, Kepala Bagian Penelaahan Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian ESDM Bambang Sujito mengungkapkan, pihaknya berfokus pada pemenuhan ketentuan hukum terlebih dahulu. “Pemenuhan materi dibelakang sesudah pemenuhan legal formal,” kata Bambang selepas diskusi publik di Jakarta, Selasa (3/12). Lebih jauh Bambang menjelaskan, Kementerian ESDM secara aktif melakukan konsultasi publik untuk menjaring isu-isu apa saja yang dibutuhkan dalam RUU. Hal ini diharapkan membuat RUU yang disahkan sudah memenuhi legal formal dan regulasi yang ada. Sementara itu, Pengamat Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengungkapkan, RUU Minerba kurang melibatkan publik secara masif. “Dengan hati yang jernih dan untuk kepentingan bangsa perlu dibahas ulang, tidak ada soal,” kata Redi ditemui dikesempatan yang sama. Senada, Direktur eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Bisman Bhaktiar mengusulkan penyusunan ulang RUU Minerba. “Banyak hal perlu dikaji ulang seperti IUPK, sekarang ini beberapa KK/PKP2B yang sudah selesai mau diberikan IUPK padahal itu tidak ada dasar hukumnya,” kata Bisman. Selain itu, Bisman menyinggung soal Izin Pertambangan Rakyat. Skala IPR yang berbeda dengan IUP perlu penanganan khusus menurut Bisman. Mengenai kemungkinan carry over, Bisman mengungkapkan, dalam UU 15/2019 Pasal 71 A, carry over dimungkinkan bagi RUU yang sudah masuk pembahasan untuk kemudian masuk dalam prolegnas DPR periode selanjutnya. “Sementara RUU Minerba belum dibahas, satu DIM pun belum masuk pembahasan,” kata Bisman.
Sumber – https://industri.kontan.co.id/ |
Sejumlah praktisi di bidang pertambangan menyoroti pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undangan Mineral Dan Batubara (RUU Minerba). Revisi aturan yang kini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI itu, diduga sarat isi titipan dari pengusaha tambang.
Mantan Direktur Jenderal Mineral Dan Batubara Kementerian ESDM, Simon Sembiring mengatakan, salah satu titipan itu soal batasan luas wilayah pertambangan.
Disebutkan dalam pasal 169 A (2b) pada Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba, perusahaan tambang diperkenankan melanjutkan operasi produksi dengan luas wilayah sebagaimana yang sudah disetujui. Tanpa dijelaskan batasan maksimalnya.
Padahal, dalam UU Minerba sebelumnya, dinyatakan maksimal luas area tambang adalah 15.000 hektare.
“Ditetapkan tidak dapat melebihi perluasan total maksimum 15.000 hektare, draf yang tercantum dalam DIM secara tersembunyi dimungkinkan melebihi masimum tersebut, dan ini dapat disebut sebagai jebakan bagi Pemerintah,” ujarnya dalam siaran pers saat menghadiri diskusi tentang RUU Minerba di Jakarta, Kamis (28/11).
Untuk diketahui, dalam kurun waktu lima tahun mendatang, ada enam perusahaan swasta pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama, yang akan habis masa kontrak. Seluruh PKP2B itu memiliki luas lahan lebih dari 15.000 hektare.
Kemudian dalam pasal 169 A (1) pada DIM tersebut, turut mencantumkan kepastian perpanjangan kontrak bagi PKP2B. Padahal, menurut Direktur Center for Indonesia Resources Strategic Studies, Budi Santoso menjelaskan, UU Minerba memberikan peluang bagi Pemerintah untuk mengakhiri kontrak PKP2B. Lalu melalui prosedur lelang, bekas lahan itu diprioritaskan untuk dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pasal ini, kata Budi, memperlihatkan kalau Pemerintah berpihak kepada swasta dari pada BUMN. “Terkesan Pemerintah ditekan oleh pemilik PKP2B dalam merevisi undang-undang untuk kepentingan pengusaha,” ujar Budi.
Hal senada disampaikan juga oleh Pakar Hukum Pertambangan Universitas Tarumanegara, Ahmad Redy. Menurutnya, UU Minerba mengamatkan agar konsesi milik PKP2B yang habis kontrak, diserahkan kepada BUMN untuk dimanfaatkan sebagai aset negara.
Kata Redy, bila lahan besar batu bara dikelola oleh perusahaan pelat merah, maka BUMN PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mendapat kepastian pasokan untuk kebutuhan pembangkit listrik. “Kalau PKP2B dipegang BUMN, PLN bisa dijamin pasokannya,” tutur Redy.
Menanggapi RUU yang dinilai sarat pesanan ini, Direktur Indonesia Resources Studies, Marwan Batubara meminta agar DPR menyusun draf baru, dengan membuang pasal-pasal yang disinyalir mengutamakan kepentingan pengusaha swasta. “Dianggap perlu untuk dimulai dari awal, bukan dengan carry‐over atas draf yang DIM sudah disusun,” bebernya.
Sumber – https://industri.kontan.co.id
Saya sudah mengikuti materi training safety leadership ini sangat bermanfaat sekali buat kami yang beroperasional ditambang, ini juga memacu kami untuk lebih memahami cara-cara bagaimana mengatur, membina dan membimbing pekerja-pekerja yang menjadi bawahan kami dengan ada ilmu di Safety Leadership kita tidak lepas bagimana cara menciptakan keselamatan di area tambang. Benny Agus S |
Safety Leadership untuk Pengawas
PT Berau Coal
Berau, 26 – 27 November 2019