Kalian tahu bahwa kita sering mendengar tentang kaharusan seluruh perusahaan tambang membangun smelter, tapi apa itu smelter? untuk apa dan siapa? mari kita bahas satu-persatu.
Dalam industri pertambangan mineral logam, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan kotoran yaitu material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara ini, material bawaan tersebut harus dibersihkan, selain itu juga harus dimurnikan pada smelter.
Smelter itu sendiri adalah sebuah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam seperti timah, nikel, tembaga, emas, dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir. Proses tersebut telah meliputi pembersihan mineral logam dari pengotor dan pemurnian.
Pembangunan Smelter di wajibkan bagi seluruh perusahaan tambang di indonesia. Baik perusahaan besar maupun kecil. Setidaknya sudah ada 66 perusahan yang sedang melakukan pembangunan smelter saat tulisan ini dibuat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengatakan 66 perusahaan tersebut bagian dari 253 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang menandatangani pakta integritas sejak Peraturan Menteri No.7/2012 diterbitkan.
Dari 66 perusahaan yang telah berkomitmen terdapat 25 perusahaan saja yang telah berada di tahap proses akhir pembangunan smelter. 15 perusahaan dicatat pemerintah tengah melakukan ground konstruksi dan 10 perusahaan tengah konstruksi. Sisanya, 16 perusahaan baru mengurus izin analisis mengenai dampak lingkungan. Selain 66 perusahaan, terdapat 112 perusahaan yang juga telah menandatangani pakta integritas masih dalam proses studi kelayakan. Sisanya sebanyak 75 perusahaan tidak melakukan apapun.
Menurut sumber hmtaupnykcom Pemerintah menyatakan saat ini ada 28 perusahaan pertambangan baru yang berencana membangun smelter untuk pengolahan bauksit, nikel, alumina, dan bijih besi. Dari jumlah itu, 15 di antaranya bakal merampungkan pembangunan smelter sebelum 2015.
“Ada empat perusahaan sudah bangun 10 persen, empat perusahaan lagi 20 persen. Dan yang udah di atas 60-70 persen itu ada 15 perusahaan,” ujar Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo, Kamis (7/11/2013).
Menurutnya, waktu yang dibutuhkan untuk membangun satu pabrik pengolahan bijih mineral sekitar 3 tahun.
Pemerintah melalui Undang-undang No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (minerba) mewajibkan perusahaan pertambangan agar membangun pabrik pengolahan bijih mineral (smelter).
Dalam ketentuannya, aturan tersebut sudah harus berlaku pada 2014 mendatang. Namun, hingga saat ini baru beberapa perusahaan tambang yang menaati peraturan.
Begitupun dari artikel alatberatcom, Sejak tahun 2012 pemerintah telah mengabarkan bahwa akan di berlakukanya UU tentang pembangunan Smelter.
Pemerintah menganjurkan agar perusahaan tambang segera membangun smelter, karena ditahun 2014 akan diberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah.
Terbukti pada hari Minggu, 12 Januari 2014 pemerintah mulai memberlakukan pelarangan ekspor mineral mentah. Dan diperkirakan 5-6 tahun lagi smelterakan bisa beroprasi
Mengapa pemerintah mewajibkan pembangunan Smelter?
- Menambah Nilai Jual dari Mineral
- Meningkatkan Investor dalam atau pun luar negri
- Membuka lapangan kerja baru
Setelah kita membaca sedikit tentang Smelter, timbul bebrapa opini pro dan kontra. Pada dasarnya pengesahan UU tentang Smelter ini adalah upaya baik pemerintah untuk memperbaiki perekonomian bangsa, meningkatkan nilai hidup masyarakat, dan mengembalikan citra pertambangan yang terkadang hanya disebut sebagai perusak alam.
Dilihat dari segi ekoniminya, memang nilai jual mineral akan jauh berbeda jika sudah diolah, bukan lagi berbentuk bijih atau pun konsentrat. Bukan hanya nilai jual yang meningkat, tapi pengotor konsentrat atau bijih tersebut masih bisa di manfaatkan.
“Aturan ini kita terapkan agar bisa dapat nilai tambah. Sudah puluhan tahun ekspor mineral mentah kita lakukan. Ini tak dikehendaki lagi. Sekarang harus ada proses pengolahan dan pemurnian,” kata Jero Wacik di sela menghadiri rapat kerja di Komisi VII DPR, di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (27/1).
Namun terdapat banyak kendala dalam pembanguna smelter ini, seperti:
- Pembebasan tanah atau lahan yang tidak mudah. Sudah menjadi rahasia umum, tanah dimana disitu akan dibangun proyek, pasti harga tanah melambung.
- Pasokan dan Ketersedian Listrik, dalam Industri listrik menjadi bahan pokok utama agar pabrik tetep memproduksi. Namun kita semua tau bahwa wilayah pertambangan bukanlah wilayah perkotaan. “Ini otomatis saja, smelter dibikin maka PLN bikin pembangkit. Ini kayak telor sama ayam, bikin dulu aja smelternya baru kita buat PLN. Di Jeneponto tidak ada listrik, tapi ada PLTU. Antara listrik sama industri selalu terjadi tarik menarik,” ujar Jero wacik.
- Perizinan pembangunan smelter yang tidak mudah tentunya, seperti mencari izin IUP itu sendiri tidaklah mudah.
- Yang terutama adalah keterbatasan biaya juga menjadi hambatan dalam pembangunan smelter.
Hasil tambang antara lain: bauksit, alumina, bijih besi, timah, nikel, tembaga, emas, dan perak.
Bisa dikatakan jika pembangunan tiga pabrik pemurnian bijih tembaga rampung pada 2017, Indonesia bisa menjadi supplier tembaga terbesar di dunia, terlebih lagi banyak perusahaan tambang di Indonesia ini.
Sumber – pakaide.blogspot.com