Pengamat Hukum Sumber Daya dari Universitas Tarumanegara (Untar) Ahmad Redi menilai dengan diberikannya lagi rekomendasi ekspor itu, pemerintah dianggap tidak berdaya atas Freeport Indonesia.
Pasalnya, sejauh ini berbagai isu kewajiban Freeport Indonesia seperti pembangunan smelter dan divestasi saham 51% hingga detik ini tidak kunjung diselesaikan kesepakatannya dengan pemerintah.
“Namun pemerintah malah memberikan keistimewaan menerbitkan izin ekspor jutaan ton. Ini namanya pemerintah tak punya kehendak yang kuat untuk memastikan kepentingan nasional yang lebih besar,” terangnya kepada KONTAN, Minggu (18/2).
Padahal, kata Redi, sejak 2014, kesepakatan dengan Freeport Indonesia atas isu-isu krusial mengenai kepentingan nasional Indonesia jalan di tempat. Malahan tidak ada satupun, capaian pemerintah terhadap negosiasi dengan Freeport Indonesia.
“Freeport hingga saat ini tidak menunjukkan komitmen membangun smelter. Belum lagi ada kejelasan negosiasi, tapi berbagai keistimewahan diberikan kepada Freeport Indonesia,” tandasnya.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit mengatakan bahwa rekomendasi ekspor sudah diberikan kepada Freeport Indonesia pada Jumat (16/2) pekan lalu.
“Freeport minta 1,66 juta ton. Namun yang direkomendasikan hanya 1,2 juta ton sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB),” ungkapnya kepada Kontan.co.id, Minggu (18/2).
Alasan pemerintah memberikan rekomendasi kepada Freeport Indonesia, kata Bambang, sesuai dengan penilaian verifikator independen yang sudah mengevaluasi kemajuan smelter. Sudah mencapai 2,43%.
Hitungannya. “Freeport sudah melaksanakan perencanaan awal, mulai dari administrasi sampai dengan test soil untuk stabilitas lahan,” pungkasnya.
Sumber – http://industri.kontan.co.id/