Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) tengah menyiapkan regulasi untuk mempertegas kewajiban perusahaan tambang dalam melakukan kegiatan eksplorasi. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, penerbitan regulasi tersebut rencananya akan berbentuk Peraturan Direktur Jenderal Minerba (Perdirjen). Yunus menyebut, regulasi tersebut dimaksudkan untuk menggenjot eksplorasi sehingga penambahan sumber daya dan cadangan mineral bisa terakselerasi. “(Regulasi) ini untuk mendorong perusahaan melakukan kegiatan eksplorasi, sehingga akan menambah cadangan. Kalau cadangan bertambah, berarti umur tambangnya juga bertambah, nantinya akan berkelanjutan,” kata Yunus kepada Kontan.co.id, Jum’at (11/10). Yunus menerangkan, skema dalam penghitungan kewajiban eksplorasi ini mempertimbangkan tiga komponen. Pertama, coverage area (CA) pertambangan. Kedua, budget exploration to revenue ratio (BERR) untuk mengukur anggaran eksplorasi dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan, dan ketiga, recovery reserve ratio (RRR) atau perbandingan antara jumlah mineral yang diproduksi dengan cadangan baru yang ditemukan. Yunus bilang, pihaknya sudah membahas mengenai besaran atau persentase komponen yang dimaksud. Hanya saja, ia masih enggan buka suara terkait hal tersebut. “Secara internal sih sudah dihitung, tapi kalau belum diterbitkan, saya belum bisa sampaikan,” sebut Yunus. Yang jelas, Yunus menegaskan besaran CA, BERR maupun RRR akan sangat dinamis. Maksudnya, besaran dari ketiga komponen tersebut akan berbeda-beda, tergantung pada komoditas dan juga karakteristik masing-masing perusahaan. “Nanti (besaran CA, BERR dan RRR) itu dinamis, bukan hanya per komoditas, setiap perusahaan pun berbeda,” ungkapnya. Oleh sebab itu, Yunus menilai bahwa regulasi ini cukup diterbitkan dalam bentuk Perdirjen lantaran dinilai lebih fleksibel dibandingkan dengan Peraturan Menteri ESDM. “Nanti besaran (CA, BERR dan RRR) per perusahaan kita cantumkan di lampiran. Jadi cukup Perdirjen, supaya lebih fleksibel. Yang penting ini sebagai alat kita untuk pengawasan dan mendorong perusahaan meningkatkan eksplorasi,” terangnya. Dengan begini, sambung Yunus, pihaknya yakin penerapan besaran CA, BERR dan RRR akan lebih adil atau proporsional. Sehingga tidak memberatkan bagi perusahaan. “Ya itu nanti ada ukurannya terharap umur izin dengan membandingkan coverage yang sudah dieksplorasi. Kalau yang sudah maksimum ya nggak dipaksakan. Jadi tidak akan memberatkan,” sebutnya. Sayangnya, Yunus tidak menyebut dengan gamblang kapan regulasi ini akan diterbitkan. Yang jelas, pihaknya menargetkan Perdirjen ini sudah bisa diterapkan pada tahun depan untuk diimplementasikan pada penyusunan Rencana Kerja dan Anggaan Biaya (RKAB) tahun 2021. Kendati begitu, Yunus memastikan bahwa dalam penyusunan RKAB tahun 2020, pihaknya akan melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada perusahaan. “Saya kira belum sekarang (diterapkan), mungkin penerapannya di penyusunan RKAB tahun mendatang,” sambung Yunus. Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif pun mengamini bahwa penegasan soal kewajiban eksplorasi cukup diterbitkan dalam bentuk Perdirjen. Irwandy menerangkan, CA sudah masuk dalam rencana umum tata ruang, sedangkan BERR dan RRR sudah ada dalam RKAB tahunan. “Cukup Perdirjen. Jadi yang harus dicermati oleh Kementerian ESDM adalah laporan rencana eksplorasi perusahaan. Pemerintah harus konsisten dalam mengawasi kegiatan eksplorasi sesuai persetujuan yang diberikan,” ungkap Irwandy. Menurut Irwandy, pemerintah pun tidak bisa tiba-tiba meminta perusahaan untuk menggenjot kegiatan eksplorasi. Melainkan, kegiatan eksplorasi memang harus sudah direncanakan sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah pertambangannya. “Kecuali ada hal penting dan disetujui bersama. Kegiatan ekplorasi yang direncanakan dengan baik sesuai potensi daerah tersebut akan memberikan peningkatan cadangan,” tandas Irwandy. Sumber – https://industri.kontan.co.id |
18Oct.
Categories:
Berita