Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Ego Syahrial mewakili Menteri ESDM menandatangani bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono menandatangani memorandum of understanding (MoU) terkait pengelolaan lingkungan paska kegiatan pertambangan.
Sekjen KESDM berharap penandatangan MoU ini dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian kerjasama (PKS) di unit level Eselon I Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Penandatangan MoU ini merupakan upaya meningkatkan koordinasi pelaksanaan tugas antara Kementerian ESDM bersama Kementerian Lingkungan Hidup. MoU yang merupakan semangat bersama dua Kementerian dalam pengelolaan lingkungan ini harus segera ditindaklanjuti dengan perjanjian yang lebih detail.
“Kami bersama Kementerian Lingkungan Hidup sudah sepakat untuk menindaklanjuti nota kesepahaman ini dalam perjanjian kerjasama, dan kami mohon kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk bersama-sama mendetailkan segera setelah selesai acara ini dalam bentuk perjanjian kerjasama antar Eselon I di masing-masing Kementerian,”ujar Ego dalam siaran pers, Rabu (24/4).
Sumber daya alam lebih lanjut dikatakan Ego, dikuasai oleh Negara dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, sesuai Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Kegiatan pertambangan memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional termasuk investasi, lapangan pekerjaan sekaligus Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bagi Negara sebesar Rp. 50 triliun atau 156% dari target tahun 2018 lalu.
Karena kegiatan pertambangan memang memiliki kompleksitas yang tinggi maka diperlukan peran Pemerintah dalam pelaksanaannya yakni dalam pembuatan kebijakan. Kegiatan pertambangan tentunya memiliki dampak terhadap lingkungan karena itu kegiatan paska tambang untuk memulihkan fungsi hutan harus dilaksanakan.
“Upaya reklamasi harus dilakukan secara serius. Selain bertujuan untuk mencegah erosi atau mengurangi kecepatan aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif. Sehingga reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan dan menciptakan keadaan yang lebih baik dibandingkan kondisi sebelum penambangan,”jelas Ego.
“Kewajiban reklamasi dan pascatambang melekat pada pemegang IUP dan para pemegang IUP tersebut wajib penempatkan “Jaminan”, dengan tidak menghilangkan kewajiban Reklamasi dan Pascatambang. Kegiatan Pascatambang bertujuan menyelesaikan kegiatan pemulihan lingkungan hidup dan sosial pada saat tambang berakhir dengan fokus utama keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat,”sambung Ego.
Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup, Bambang Hendroyono menambahkan, reklamasi hutan wajib dilaksanakan oleh pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada kawasan hutan yang terganggu (on-site), sedangkan kewajiban rehabilitasi DAS merupakan kegiatan penanaman pada lokasi lahan kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan yang berada di luar areal IPPKH (off-site).
“Reklamasi hutan dan rehabilitasi DAS sebagai upaya rehabilitasi hutan dan lahan merupakan bagian dari Pemulihan DAS. Kepada para praktisi pertambangan dan aparat penentu kebijakan, kami harapkan kerjasamanya. Sinergi dan dukungan para pihak senantiasa diperlukan guna percepatan keberhasilan reklamasi hutan dan rehabilitasi DAS pada masa yang akan datang,”pungkas Bambang.
Sumber –Â https://industri.kontan.co.id