Strip_coal_miningBisnis tambang kerap diidentikkan sebagai bisnis yang high cost, high tech, dan high risk. Bahkan, raksasa pertambangan bermodal besar sekalipun tak bisa lepas dari ancaman risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Pertengahan Mei lalu, Indonesia dikejutkan dengan berita kecelakaan tragis yang menewaskan 28 pekerja tambang.

Jeritan minta tolong terdengar dari balik pintu yang tampak terkoyak dan hampir roboh. Kepanikan melanda sepanjang lorong, para karyawan yang berada di luar berusaha membuka paksa pintu itu dan mencari tahu keadaan rekan mereka yang terjebak di dalam terowongan Big Gossan.

Tanggal 14 Mei 2013, terowongan itu menjadi neraka bagi puluhan pekerja tambang PT Freeport Indonesia. Maksud hati ingin berlatih soal keselamatan bekerja, nahas justru menimpa mereka ketika longsor menghacurkan areal terowongan. Dari 38 pekerja yang terjebak, 10 di antaranya berhasil diselamatkan sementara 28 orang lainnya harus rela meregang nyawa.

Ini kali pertama bagi kecelakaan longsor menimpa PT Freeport Indonesia namun kecelakaan yang menimpa pekerja bukanlah satu-satunya yang pernah terjadi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan kecelakaan serupa yang terjadi di Chile, banyak pihak menilai pemerintah terlalu lambat sehingga menyebabkan banyak jatuh korban. Tragedi Big Gossan tentu merupakan pukulan telak bagi pemerintah dan PT Freeport Indonesia.

PT Freeport Indonesia, perusahaan pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia tak sanggup menyelamatkan puluhan karyawannya yang tewas di tanah mereka mencari nafkah. Pemerintah Indonesia baru mengambil tindakan lima hari pasca kejadian. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan investigasi agar dapat mengetahui penyebab kecelakaan.

Serikat Pekerja Freeport Indonesia pun mengecam manajemen perusahaan yang dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap nasib pekerjanya di lapangan. Virgo Salosa, pemimpin serikat pekerja mendorong pekerja tambang untuk mogok beroperasi sampai hasil investigasi kecelakaan dapat diketahui. “Kecelakaan terakhir ini menunjukkan bagaimana sombongnya manajemen Freeport. Itulah kenapa serikat buruh menyerukan agar seluruh pekerja berhenti bekerja di semua areal pertambangan Freeport,” ujar Salosa.

Pasca kecelakaan mengenaskan itu, ramai-ramai semua pihak membicarakan tentang pentingnya jaminan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Perusahaan di Indonesia terutama pertambangan dinilai lemah dalam melindungi pekerjanya dan pemerintah, sebagai pembuat kebijakan pun tidak memberikan jaminan yang pasti.

Jauh sebelum tragedi Big Gossan terjadi, di lingkungan Freeport Indonesia, pada Oktober hingga November 2011, ribuan pekerja tambang dan karyawan Freeport Indonesia melakukan mogok kerja dan unjuk rasa besar-besaran. Mereka menuntut kenaikan upah dan perbaikan sistem keselamatan kerja yang dinilai belum berpihak pada pekerja.